MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN REMAJA “PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA”


MAKALAH
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN REMAJA
“PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA”




DISUSUN OLEH KELOMPOK 7
KELAS A

AINUN AMANI AMJAD                          1771042030
ANDI FIRA YUNIARTI                                      1771041080
ADELIA KURNIA SARI BUNGA            1771041012







UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS PSIKOLOGI
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur  senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di  susun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Remaja dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Fiqih yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb








Makassar , 10  September 2018


Kelompok 7





KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
MIND MAPPING........................................................................................................1
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................2
A.    Latar Belakang      ............................................................................................. 2
B.     Rumusan Masalah  ............................................................................................ 2
C.     Tujuan Penulisan  ............................................................................................. 2
D.    Manfaat Penulisan  ........................................................................................... 3
BAB II. KAJIAN TEORI ...........................................................................................4
A.    Remaja dan Perilaku Menyimpang ...................................................................4
B.      Tipe- Tipe dan Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja ...5
C.     Teori Mengenai Sebab terjadinya Juvenile Delinquency...................................5

BAB III. PEMBAHASAN.........................................................................................8
A.    Pengertian Perilaku Menyimpang pada Remaja .............................................. 8
B.      Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang pada Remaja...................................... 8
C.     Penyebab Perilaku Menyimpang pada Remaja................................................ 20
D.    Dampak yang di Timbulkan dari Perilaku Menyimpang pada Remaja............ 23
E.     Cara Mengatasi Perilaku Menyimpang pada Remaja...................................... 24

BAB IV. PENUTUP...................................................................................................27
A.    Kesimpulan......................................................................................................27
B.     Saran ...............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28





Mind Mapping
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di kalangan remaja sering dijumpai adanya perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Kelompok yang paling rentan dalam proses perilaku menyimpang yaitu para remaja. Hal ini wajar terjadi tidak lain karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu dalam masa-masa labil, atau sedang pada taraf pencarian identitas, yang mengalami masa transisi dari masa remaja menuju status dewasa, dan sebagainya.
Perkembangan zaman yang telah maju dengan pesat telah mengubah gaya hidup remaja sekarang, dari kebiasaan mereka, minat mereka, bahasa dan pakaian yang mereka gunakan, politik dan musik yang mereka sukai, juga perkembangan seksualitas mereka. Bahkan sudah lazim bahwa keprihatinan orang tua terhadap kaum remaja sering sekali tidak disambut baik oleh mereka, dianggap ikut campur dan mengakibatkan pembangkangan dari para pria dan wanita muda yang cemas dan berniat meraih kebebasan yang makin besar ini.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak muda remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Kejahatan anak remaja ini disbut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hokum formal, atau tidak bisa di integrasikan di dalam pola tingkah laku.
Pada zaman saat ini, reamaja dapat menggunakan teknologi apa saja yang dapat menyalurkan kepentingannya, sehingga kadang dalam menggunakannya yang tanpa batas membuat mereka bertindak tidak sesuai dengan umurnya, maka muncullah perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat sehingga melanggar hokum yang ada dalam masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian perilaku menyimpang pada remaja ?
2.      Jelaskan bentuk-bentuk perilaku menyimpang pada remaja?
3.      Apa penyebab perilaku menyimpang pada remaja?
4.      Jelaskan dampak apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja?
5.      Bagaimana cara mengatasi perilaku menyimpang pada remaja?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian perilaku menyimpang pada remaja.
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku menyimpang pada remaja.
3.      Untuk mengetahui penyebab perilaku menyimpang pada remaja.
4.      Untuk mengetahui dampak apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja.
5.      Untuk mengetahui cara mengatasi perilaku menyimpang pada remaja.
D.    Manfaat Penulisan
1.      Dapat memahami pengertian perilaku menyimpang pada remaja.
2.      Dapat memahami bentuk-bentuk perilaku menyimpang pada remaja.
3.      Dapat memahami penyebab perilaku menyimpang pada remaja.
4.      Dapat memahami dampak apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja.
5.      Dapat memahami cara mengatasi perilaku menyimpang pada remaja.




















BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Remaja dan Perilaku Menyimpang
Di Indonesia kriteria remaja mendapat tanggapan beberapa ahli seperti misalnya Gunarsa dalam Marlina mengemukakan pendapatnya tentang batas-batas usia anak, remaja dan dewasa bertitik tolak pada batas usia remaja yang dinyatakan sebagai berikut: “Remaja merupakan masa transisi antara masa anak -anak dan masa dewasa yakni antara 12-21 tahun”.
Gunarsa juga mengemukakan bahwa remaja juga diartikan sebagai manusia yang masih di dalam perkembangannya menuju kedewasaan baik jasmani maupun psikisnya. Para ahli membagi masa perkembangan itu dalam beberapa tahap. Sebagai gambaran berikut ini tahap-tahap perkembangannya. Masa remaja adalah masa Mulai aktif dan energinya serba lengkap. Energi yang berlebihan menyebabkan sifat anak itu suka ramai, ribut, suka bertengkar, sering memamerkan kekuatan badannya, lincah dan berani, ingin menonjolkan dirinya ingin namanya dikenal orang lain.
Beberapa pakar sosiologi dan psikologi sosial, mengutarakan pengertian perilaku negatif atau perilaku menyimpang, diantaranya :
1.      Dr. Saparinah Sadli (1977), perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang dinilaisebagai menyimpang dari aturan-aturan normatif atau yang dinilai sebagaimenyimpang dari pengharapan-pengharapan lingkungan sosial.
2.      Robert M. Z. Lawang, perilaku menyimpang adalah semua tindakan yangmenyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial danmenimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
3.      Bruce J. Cohen (1992), Perilaku menyimpang bisa didefinisikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

Menurut Dr. Kartini Kartono perilaku menyimpang remaja dapat juga disebut dengan kenakalan remaja (juvenile delinquency). Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Deliquent berasal dari kata latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, criminal, pelanggaran aturan, pembuat rebut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. Jadi, kenakalan remaja (juvenile delinquency) juga berarti perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remajayang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang mnyimpang.
B.     Tipe-tipe dan Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja
Menurut Kartini Kartono (2010:49), Tipe-tipe perilaku kenakalan remaja dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1.      Delinkuensi terisolir ( Reiss, 1951, Hweit & Jenkins, 1949)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Delikuensi terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial. Mereka mencari panutan dan sekuritas dari dan di dalam kelompok gangnya. Namun pada usia dewasa, mayoritas anak delukuen tipe terisolir tadi meninggalkan tingkah-lakunya.
2.      Kenakalan Neurotik (Delinkuensi neurotik).
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Perubahan tingkah-laku anak-anak delinkuen neurotik ini berlangsung atas dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah-laku kejahatannya sampai usia dewasa dan umur tua.
3.      Kenakalan Psikopatik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Tingkah-laku dan relasi sosialnya selalu a-sosial, elektrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta inteligensi sosial. Mereka sangat egoistik, fanatik, dan selalu menantang apa dan siapa pun juga. Sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakitkan hati orang lain; perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa motif apapun juga. Karena itu remaja delinkuen yang psikopatik ini digolongkan kedalam bentuk penjahat paling berbahaya.
4.      Kenakalan Defek Moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki.
C.     Teori Mengenai Sebab Terjadinya Juvenile Delinquency
Kejahatan remaja yang merupakan gejalah penyimpangan dan patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam satu kelas defektif secara sosial dan mempunyai sebab-musabab yang majemuk; jadi sifatnya multi-kasual. Para sarjana menggolongkankannya menurut beberapa teori, sebagai berikut :

1.      Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak da remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung :
a.       Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan atau melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bias memunculkan penyimpangan tingkah-laku, dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial.
b.      Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.
c.       Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan tingkah-laku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cact jasmaniah bawaan brachydactylisme (bejari-jari pendek) dan diabetes insipidius (sejenis penyakut gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat criminal.
2.      Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah-laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.
Kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak beruntung, jelas membuahkan masalah psikologis personal dan adjustment (penyesuaian diri) yang terganggu pada diri anak-anak; sehingga mereka mencari kompensasi diluar lingkungan keluarga guna memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku delinkuen. Ringkasnya, delinkuensi atau kejahatan anak-anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak remaja itu sendiri.
3.      Teori Sosiogenis
Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah-laku delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian diri atau konsep dirinya.
4.      Teori Subkultur Delikuensi
Tiga teori terdahulu (biologis, psikogenis, dan sosiogenis) sangat populer sampai tahun-tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada aktivitas-aktivitas gang yang terorganisir dengan subkultur-subkulturnya. Adapun sebabnya ialah :
a.       Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan meningkatnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang di lakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki subkultur delikuen.
b.      Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industry yang sudah maju, disebabkan oleh meluasnya kejahatan anak-anak remaja.
Subkultural delinkuen gang remaja itu mengaitkan sistem nilai, kepercayaan/ keyakinan, ambisi-ambisi tertentu (misalnya ambisi materiil, hidup bersantai, pola kriminal, relasi heteroseksual bebas, dan lain-lain) yang memotivasi timbulnya kelompok-kelompok remaja yang berandalan dan krimina. Sedang perangsangnya bias berupa; hadiah mendapatkan status sosial “tehormat” ditengah kelompoknya, prestise sosial, relasi sosial yang intim, dan hadiah-hadiah materiil lainnya.

















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perilaku Menyimpang Pada Remaja
Menurut Kartono perilaku menyimpang remaja dapat juga disebut dengan kenakalan remaja (juvenile delinquency). Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Deliquent berasal dari kata latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, criminal, pelanggaran aturan, pembuat rebut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. Jadi, kenakalan remaja (juvenile delinquency) juga berarti perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remajayang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang mnyimpang.
kenakalan remaja (juvenile delinquency) merujuk pada berbagai perilaku, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti berbuat onar disekolah), status pelanggaran (melarikan diri dari rumah), hingga tindakan criminal (seperti pencurian). Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan kedalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dan berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku menyimpang dapat di definisikan sebagai suatu perilaku yang diekpresikan oleh seorang atau lebih dari anggota masyarakat, baik disadari ataupun tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku atau yang telah diterima oleh sebagian masyarakat.
B.     Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang Pada Remaja
1.      Game online
Game online pertama kali muncul kebanyakan adalah game-game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk kepentingan militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan, game-game ini kemudian menginspirasi game-game yang lain muncul dan berkembang. Selain sebagai sarana hiburan game online berfungsi sebagai sarana sosialisasi. Game online mengajarkan sesuatu yang baru karena adanya frekuensi bermain yang sering. Dengan sering melihat dan bermain game online, maka seseorang akan meniru adegan di dalam game online tersebut. Penggunaan sarana hiburan antara lain game online secara berlebihan tentu membawa dampak yang negatif. Bagi remaja hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku remaja yang mengarah pada penyimpangan sosial yang berdampak negatif.
Beberapa sebab yang membuat anak-anak kecanduan game online, salah satunya adalah tantangan. Dalam setiap game ada tantangan, yang membuat pemainnya terus merasa tertantang, sehingga pada akhirnya, anak yang kecanduan game online akan merasa ketergantungan terus menerus dan tidak bisa lepas dari game, apabila anak-anak ini tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, ia akan jadi lupa diri dan jadi lupa belajar, bahkan saat belajar pun kemungkinan ia malah mengingat-ingat permainan game online tersebut.
2.      Narkoba dan Miras
Permasalahan Narkoba di Indonesia masih merupakan sesuatu yang bersifat urgen dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya. Dampak dari penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahgunanya saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Sampai saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.
Penyimpangan sosial yang dilakukan oleh para remaja atau individu terhadap penyalahgunaan narkoba akan mengakibatkan masalah sosial, kejadian tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. 
Penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant).
a.       Faktor-Faktor Penyebab Remaja Melakukan Penyalahgunaan Narkoba
1)      Faktor Kepribadian
Rasa ingin tahu adalah kebutuhan setiap individu yang berasal dari kepribadian seseorang, terutama bagi generasi muda dimana salah satu sifatnya adalah ingin mencoba hal-hal yang baru. Demikian juga dengan faktor penyebab penyalahgunaan narkoba sebagian besar diawali dengan rasa ingin tahu terhadap narkoba yang oleh mereka dianggap sebagai sesuatu yang baru dan kemudian mencobanya, akibat ingin tahu itulah akhirnya menjadi pemakai tetap yang kemudian pemakai yang tergantung.


2)      Faktor Keluarga
Banyak pengguna narkoba yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Keluarga seharusnya menjadi wadah untuk menikmati kebahagiaan dan curahan kasih sayang, wahana silih asih, silih asah, dan silih asuh. Namun pada kenyataannya, keluarga sering sekali justru menjadi pemicu sang anak menjadi pemakai, hal tersebut disebabkan karena keluarga tersebut kacau balau. Hubungan antara anggota keluarga dingin, bahkan tegang atau bermusuhan.
3)      Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba ini yang dilakukan oleh remaja, hal ini disebabkan gaya hidup serta karena tuntutan hidup yang semakin sulit. Sebagian masyarakat pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk hidup yang layak dan berkecukupan padahal kesejahteraan yang dimiliki cenderung dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Salah satu contohnya adalah kasus HK, dimana HK tidak lagi sebagai pengkonsumsi saja tetapi juga sebagai pengedar, keinginan yang sangat kuat untuk mengkonsumsi narkoba yang dikarenakan sudah mengalami ketergantungan membuat seseorang mudah terpedaya melakukan hal-hal yang negatif. 
4)      Faktor Pergaulan 
Salah satu bentuk faktor pergaulan yang menyebabkan terjadinya narkoba adalah karena pergaulan yang dilakukan oleh seseorang dengan teman-temannya yang selalu memberikan kesempatan pada mereka untuk mengenal narkoba ini sehingga motif coba-coba sampai pada taraf ketagihan membuat mereka senanatiasa untuk menyalahgunakan narkoba.  Perasaan setia kawan sangat kuat dimiliki oleh remaja. Jika tidak me
ndapatkan penyaluran yang positif, sifat positif tersebut dapat berbahaya dan menjadi negatif. Bila temannya memakai narkoba, maka individu tersebut ikut juga memakai. Bila temannya dimarahi orang tuanya atau dimusuhi masyarakat, maka pemakai membela dan ikut bersimpatik.
5)      Faktor Sosial / Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang terkontrol dan memiliki organisasi yang baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, dan sebaliknya jika lingkungan sosial / masyarakat yang kurang baik dan kurangnya kepedulian dari masyarakat dilingkungan sekitar membuat remaja makin bebas melakukan hal-hal yang negatif seperti penyalahgunaan narkoba. Kepedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja.
Adapun Miras, Penyalahgunaan minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di dunia remaja dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun, yang akibatnya dirasakan dalam bentuk kenakalan-kenakalan, perkelahian, munculnya geng-geng remaja, perbuatan asusila, dan maraknya premanisme
pada kalangan remaja. Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak–anak ke masa dewasa, pada masa remaja terjadi kematangan secara kognitif yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas yang memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Minuman keras ialah segala jenis minuman yang memabukkan, sehingga dengan meminumnya menjadi hilang kesadarannya, yang termasuk minuman keras seperti arak (khamar) minuman yang banyak mengandung alcohol, seperti wine, whisky brandy, sampagne, malaga dan lainlain. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.
Penyalagunaan alcohol pada remaja berkaitan dengan relasi mereka terhadap orang tua dan kawan-kawan sebaya. Remaja yang menjadi pemabuk berat sering kali kurang perhatian dari orang tua, memiliki kelekatan yang tidak aman dengan orang tua, memiliki orang tua yang kurang mampu mengelola kehidupan keluarganya dengan baik (kurang pengawasan, kurang memiliki ekspektasi yang ditetapkan dengan jelas, kurang memberikan penghargaan terhadap perilaku positif), dan orang tua yang menghukum anaknya ketika mereka menyalahgunakan alcohol. Peran kelompok kawan sebaya sangat penting dalam penyalagunaan alcohol pada remaja. Kawan-kawan sebaya menggunakan dan menyalahgunakan alcohol, yang disertai dengan desakan-desakan terus-menerus untuk mencontohnya, dapat menjadi predictor yang kuat bagi remaja untuk menyalahgunakan alcohol.
3.      Sex Bebas dan Aborsi
Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Meskipun demikian masalah seksual seakan-akan tidak pernah habis dan tuntas dibahas orang dari masa ke masa.
Masalah Seks pada remaja sering kali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Ada begitu banyak kasus yang disebabkan oleh masalah seks.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang semakin cepat, kini siapapun termasuk para remaja tersebut bisa dengan mudah memperoleh tontonan seksual yang selama ini dilarang atau ditabukan untuk dibahas secara transparan, dan yang tadinya hanya dijelaskan dari mulut ke mulut secara bisik-bisik.
Apabila 50 tahun yang lalu seks hanya berlangsung pada pasangan yang menikah, kini seks orang-orang dewasa berlangsung secara terbuka diantara orang-orang yang bercerai, dengan partner di luar pernikahan, dan sebagainya. Sekarang ini, insiden kehamilan juga terjadi di antara para remaja belasan tahun merupakan perluasan dari kecenderungan umum yang mengarah pada sikap permisif terhadap kehidupan seksual yang berlangsung di budaya orang dewasa.
Faktor-faktor negatif seperti merebaknya informasi bertema pornografi di media masa, kurangnya penanaman moral agama dan adanya pengaruh pergaulan bebas, masuknya film dan VCD biru dari luar negeri ataupun dalam negeri yang bisa dengan mudah diperoleh di mana-mana. Bagi remaja yang selama ini terkungkung pengetahuannya, dan yang pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya, ini adalah saat yang tepat untuk memuaskan rasa ingin tahu remaja tersebut dan beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks (Pangkahila, 2000 dalam Cynthia, 2007 hal.76).
Pada sisi lain, para remaja tidak menerima pendidikan seks yang benar dan bertanggung jawab. Bahkan informasi ilmiah tentang sekspun seolah-olah tertutup untuk remaja dengan berbagai alasan yang tidak benar. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pornografi diterima begitu saja oleh remaja sebagai pengganti informasi ilmiah yang sulit untuk diperoleh, sehingga salah satu akibatnya adalah makin banyaknya kasus-kasus hubungan seks bebas di masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesame jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku ini bias bermacam – macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bias berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Seks bebas (free sex) sendiri merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebebasan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat (Kartono 1992). Banyaknya remaja yang melakukan seks bebas terlihat dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari khususnya di kota-kota besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono bersama GRK dan Radio Prambors pada tahun 1981, bahwa 7.1% pelajar SMP,11.3% pelajar SMA dan 23.6% mahasiswa di Jakarta pernah melakukan intercourse dengan pacarnya (Cynthia, 2007, 76).
Aspek- aspek perilaku seks bebas menurut sarwono & samsidar (2004) ini yaitu dalm tahapan-tahapan mulai dari rasa tertarik, berjalan berduaan, bergandengan tangan, berpelukan, saling meraba bagian tubuh, berciuman, bercumbu atau bermesraan dan bersenggama (berhubungan badan).
Adapun menurut purnawan (2004) aspek perilaku seks bebas secara rinci dapat berupa:
a.       Berfantasi seksual
Merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Fantasi seksual ini biasanya didapatkan individu dari media atau objek yang dapat meningkatkan dorongan seksual.
b.      Pegangan tangan
Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
c.       Cium Kering
Berupa sentuhan pipi dengan bibir atau pipi dengan bibir.
d.      Cium basah
Berupa sentuhan bibir ke bibir, sampai dengan leher.
e.       Meraba
Merupakan kegiatan menyentuh bagian-bagian sensitive rangsang seksual, seperti leher, dada (breast), paha, alat kelamin dan lain-lain.
f.       Berpelukan
Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitive).
g.      Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki)
Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
h.      Oral Sex
Merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
i.        Petting
Merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
j.        Intercourse (senggama)
Merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
Di Amerika, menempatkan seksualitas remaja ke dalam konteks yang lebih luas dari seksualitas di budaya amerika merupakan hal yang penting (Crockett, Raffaelli, & Moilanen, 2003: Wiseman, Sunday, &Becker, 2005).
Banyak orang Amerika memiliki sikap yang ambivalen terhadap seks. Para pemasang iklan menggunakan seks untuk menjual berbagai hal, mulai dari mobil hingga deterjen. Seks secara eksplisit ditayangkan di berbagai film, pertunjukan TV, video, lirik dari music popular, MTV, dan Internet website(Collins, 2005; Comstock & Scharrer, 2006; Pettit, 2003; Robbert, Henriksen, & Foehr, 2004; Ward, 2003; Ward, Hansbrough, & Walker , 2005). Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini dan melibatkan 1.762 remaja berusia antara 12 hingga 17 tahun, menemukan bahwa mereka yang menonton pertunjukan TV yang secara ekspelisit mengandung adegan-adegan seksual, cenderung melakukan hubungan seksual dalam waktu 12 bulan, dibandingkan rekan-rekannya yang kurang banyak menonton pertunjukan serupa (Collins dkk, 2004).
Akibat dari perilaku seks bebas ini tidak jarang dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis – gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya (aborsi) (Simkins, 1984).
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Wikipedia, 2009,Agustinus, 2012). Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Hawari (2006), bahwa aborsi merupakan pengguguran kandungan atau terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus provocatus), yaitu, kahamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi keguguran.
Dalam sebuah majalah Gatra dinyatakan bahwa tingkat aborsi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai dua juta kasus dari jumlah kasus di negara - negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Data Organisasi Kesehatan dunia (World Health Organization-WHO) mengenai kasus aborsi tersebut terungkap pada Talk Show ‘Virginitas dan Fenomena Aborsi’ yang digelar di Makassar, Sabtu 25 Maret 2006 (Sarwono, 2015).
 Menurut Herianto (2011), kasus aborsi ilegal masih banyak dilakukan di negara ini, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh litbang Kompas, selama tahun 2011 terdapat 5 tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter dan bidan yang ditangkap karena melaksanakan praktek aborsi ilegal.
Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas.Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso (Wasono, 2008).
Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan (Prawirohardjo, 2006).  Angka kejadian aborsi ilegal selama tahun 2011 mencapai 2,1 juta kasus (Herianto, 2012). Sedangkan menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur angka kejadia aborsi ilegal di Propinsi Jawa Timur (2011), pada tahun 2011 yang terungkap adalah  36 ribu kasus. Sedangkan data aborsi di Kota Kediri pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 767 kasus.
Jumlah kasus pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta, dan 30 persen di antaranya dilakukan oleh remaja."Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat berkisar 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya," Kata Luh Putu Ikha Widani dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali di Denpasar Senin.Ia mengatakan, servei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.
Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2002 menyebutkan bahwa 70% remaja mendapat pengetahuan tentang aborsi dari teman dan media massa, sedangkan 30% lainnya mendis-kusikan masalah aborsi dengan orang tua atau pihak-pihak yang tidak berkompetensi (http//: www.bkkbn.go.id).
Penelitian Safitri (2012) terhadap 237 responden usia 18 sampai 22 tahun di Palembang menunjukkan 67% remaja tidak memiliki pengalaman tentang aborsi, 78% dari remaja yang tidak mengetahui tentang aborsi tersebut memilih akan melakukan aborsi jika terjadi kehamilan remaja.
Para remaja perempuan yang hamil dapat berasal dari berbagai kelompok etnik dan tempat yang berbeda-beda, namun lingkungan kehidupan mereka menimbulkan tekanan yang sama. Bagi sebagian besar orang dewasa, mereka merupakan representasi dari struktur sosial Amerika yang rusak. Lebih dari 200.000 perempuan di Amerika Serikat memiliki anak sebelum mencapai usia delapan belas tahun. Terdapat begitu banyakm perempuan yang hamil di awal atau pertengahan usia remajanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ibu di Los Angeles yang berusia 17 tahun dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 1 tahun, “Kami adalah anak-anak yang memiliki anak-anak.”
Saat ini di Amerika Serikat berlangsung debat yang seru mengenai aborsi dan agaknya perdebatan ini masih akan berlangsung terus hingga masa yang akan datang (Maradiegue (2003) dalam santrock 2007). Pengalaman para remaja AS yang ingin melakukan aborsi bervariasi antar Negara bagian dan daerah. Di tahun 2003, 32 negara bagian membatasi akses remaja melakuakn aborsi. Para remaja urban di New York dan California, tempat yang tidak mensyaratkan perizinan dari orang tua dan bantuan publik maupun privat dapat diperoleh, memiliki akses yang lebih besar untuk memperoleh layanan aborsi, dibandingkan rekan-rekannya yang tinggal di neegara-negara bagian seperti Dakota Utara dan Mississippi, yang menuntut perizinan dari kedua orang tua, atau yang hidup di daerah perkampungan dimana tidak tersedia bantuan.
Di beberapa negara, khususnya Skandinavia, aborsi lebih mudah dilakukan, dibandingkan di Amerika Serikat yang menggagap aborsi dan perilaku seksual sebagai hal yang lebih tercela. Di banyak negara berkembang, seperti Nigeria, aborsi jeuh lebih tidak aman dibandingkan di Amerika Serikat (Murphy, 2003).
Di Amerika Serikat, 19 persen aborsi dilakukan oleh remaja perempuan berusia 15 sampai 19 tahun, sementara kurang dari 1 persen dilakukan oleh remaja perempuan yang berusia kurang dari 15 tahun (Alan Guttmacher Institute, 2003b). Dibandingkan para perempuan yang lebih tua, para remaja perempuan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan aborsi setelah mengalami kehamilan setelah 15 minggu, dimana risiko medis yang disebabkan oleh aborsi menjadi lebih tinggi (Alan Guttmacher Institute, 2003c).
Dalam pengalaman klinis Sarwono (2015), kasus bunuh diri (atau lebih tepatnya percobaan bunuh diri) karena kehamilan yang tidak disengaja sangat sedikit. Ynag lebih sering adalah kasus – kasus aborsi. Biasanya mereka dating dengan kebimbangan yang sangat besar antara mau melakukan pengguguran kandungan atau tidak melakukannnya. Risiko medis pengguguran kandungan pada wanita remaja cukup tinggi, di samping perbuatan ini dinilai sebagai dosa. Akan tetapi, membiarkan anak lahir tanpa persiapan yang matang, tanpa upacara perkawinan yang resmi juga merupakan aib bagi seluruh keluarga. Ditambah lagi pendidikan wanita remaja itu pasti akan terganggu.
Sebagian dari wanita remaja yang hamil tanpa rencana akhirnya memang melakukan aborsi (banyak diantaranya yang tidak berkonsultasi dengan ahli). Di antara mereka yang selamat menjalani aborsi ini banyak yang terlibat kembali dalam dilemma atau konflik batin. Mereka inilah yang datang berkonsultasi sebgai kasus – kasus pascaaborsi. Keluhan mereka kurang lebih sama dengan gadis – gadis yang sudah kehilangan status kegadisannya, yaitu depresi, takut bergaul serius dengan pria, takut ketahuan rahasianya padahal di dalam hatinya mereka sangat mendambakan perkawinan.
Aborsi dapat membawa dampak negatif yang cukup signifikan baik secara fisik dan psikologis. Terdapat dua macam resiko kesehatan wanita yang melakukan aborsi yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik yaitu sebagaimana oleh Edmundson (2009) yang meyatakan bahwa aborsi memiliki dampak yang potensial yaitu memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Ada beberapa resiko yang akan dihadapi oleh seorang wanita, antara lain kematian mendadak karena pendarahan yang hebat, kematian karena pembiusan yang gagal, infeksi serius disekitar kandungan, rahim yang sobek (uterine peoration), kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, kanker payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim (cervical cancer), kanker hati, kelainan placenta, kemandulan, infeksi panggul, infeksi rongga dan infeksi pada lapisan Rahim (endometris). Selain dampak fisik, wanita yang melakukan aborsi juga akan mengalami resiko berupa gejala psikologis yang dikenal sebagai “Post-Abotion Syndrome” (PAS) yang dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah yang mendalam dan dalam jangka waktu yang lama, depresi, dan mengakibatkan ketidakberfungsian secara sosial dan seksual (Coleman, Rue & Spenser, 2007. Edmundson, S. 2009 dalam Sodik, MA. 2014. 2-3).
Kurangnya pengetahuan tentang resiko hubungan seks pra nikah serta permasalahan yang dihadapi setelah pelaksanaan aborsi mendorong remaja tetap melaksanakan hubungan seksual pra nikah dan cenderung untuk melaksanakan aborsi saat mengalami permasalahan kehamilan di luar lembaga pernikahan (Azhari, 2007).
Menurut Azwar (2005) bahwa faktor pendidikan juga ikut memengaruhi pembentukan sikap seseorang. Mereka yang berpendidikan tinggi seperti mahasiswa memiliki wawasan pengetahuan yang komprehensif, besar kemungkinan akan dapat menilai aborsi dari sudut pandang yang lebih luas, mereka yang berpandangan positif akan menilai aborsi sebagai pilihan perempuan, mereka dapat lebih bertoleransi dengan keputusan perempuan untuk melakukan aborsi bahkan ada yang akan mendukung atau mensupport teman yang aborsi (Fitri, Zakiyatul. 2009 dalam Sodik, MA. 2014. 2-3).
4.      Tawuran
Anak – anak remaja yang ikut- ikutan mengambil bagian dalam aksi – aksi perkelahian beramai – ramai antargang dan antarsekolah, yang acapkali secara tidak sadar melakukan tindak criminal dan antisosial itu umumnya adalah anak-anak normal yang berasal dari keluarga baik-baik. Hanya oleh satu bentuk pengabaian psikis tertentu mereka kemudian melakukan mekanisme kompensatoris guna menuntut perhatian lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri aupun dari masyarakat luas. Bisa juga perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi-pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan pengakuan lebih terhadap Aku-nya. Jadi dalam hal ini adalah Geltungsrieb, atau dorongan untuk mendapatkan pengakuan lebih yang sangat kuat, guna meminta perhatian yang lebih banyak dari dunia luar.
Tingkah laku delinkuen itu pada umumnya merupakan kegagalan system control diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan-dorongan instinktif. Impuls-impuls kuat, dorongan primitive dan sentiment-sentimen hebat itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan, dan agresi keras, yang dianggap mengandung nilai-nilai oleh anak- anak remaja tadi. Karena itu mereka merasa perlu memamerkan energy dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau perkelahian massal.
Oleh perasaan senasib-sepenanggungan, anak-anak remaja yang meras tidak mendapatkan kasih-sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa berarti di tengah gangnya. Di dalam gangnya itu anak mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga (orang tua dan saudara-saudaranya) maupun dari masyarakat di sekitarnya. Di tengah keluarga sendiri mereka merasa tidak dihargai, tidak menemukan kasih saying dan posisi social yang mantap, serta tidak menemukan ideal dan tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi bersama. Hubungan dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri sangat longgar, sehingga mereka merasa tidak betah tinggal di rumah. Lagi pula di mata mereka masyarakat besar ini tampak tidak bersahabat, bahkan cenderung menekan dan selalu “melarang-menghukum” mereka saja.
Dengan begitu anak-anak remaja yang merasa kesepian, marah, bingung serta sengsara batinnya itu – sebab merasa selalu dihambat dan dihalang- halangi keinginannya untuk memainkan peranan social tertentu --- secara spontan diantara mereka asing untuk tarik-menarik dan saling membutuhkan. Anak-anak muda yang merasa senasi sepenanggungan karena “ditolak” oleh masyarakat iyu secara otomatis lalu menggerombol, mencari dukungan moril guna memainkan peranan social yang berart, dan melakukan perbuatan spektakuler bersama-sama. Kerena itulah maka gerombolan anak muda ini sengan berkelahi, atau melakukan “perang” antarkelompok supaya lebih nampak, dan untuk menonjolkan egonya.
Dengan semakin meningkatnya kegiatan bersama dalam bentuk keberandalan dan kejahatan itu mereka lalu menentukan pdang perburuan atau teritorium operasionalnya sendiri, menggunakan tat-kerja yang lebih “sistematis” dan biasanya dimanifestasikan keluar dalam bentuk perkelahian kelompok, pengeroyokan, tantangan yang provokatif, perang batu, dan perkelahian antarsekolah. Aksi demikian ini khusunya bertujuan untuk mendapatkan prestige individual dan menjunjung tinggi nama kelompok (dengan salih menjunjung tinggi nama sekolah).
Perkelahian kelompok tersebut jelas akan memperkuat kesadaran-kekamian, yaitu kesadaran menjadi anggota dari satu ingroup atau satu rumpun “keluarga baru” dan memperteguh esprit de corps (semangat kelompok).
Pengakuan menjadi satu “onderdil” yang tidak terpisahkan dari suatu kelompok yang “bekend” itu menjadi dukungan moril bagi setiap anak remaja: bahkan secara praktis merupakan persyaratan hidup baginya. Dan keinginan untuk menjadi pribadi berarti (punya posisi, peranan dan arti yang jelas) merupakan dorongan yang dpt merangsang gairah hidup. Oleh karena itu apabila anak-anak remaja itu bisa memainkan peranan yang berarti atau penting dalam aki perkelahian massal, maka pengalaman tersebut memberikn semangat hidup tersendiri. Khususnya mereka merasa bangga sekali akan peranan besar: lebih-leboh lagi jika gerakan mereka itu ditonton oleh orang banyak.
Selanjutnya, kegemaran perkelahian massal antarsekolah dan antarkelompok remaja itu mencerminkan dua peristiwa penting, yaitu:
--- merupakan pencerminan secara mini dar perilaku masyarakat orang dewasa pada saat sekarang:
--- disamping mencerminkan peningkatan ambisi dan pelampiasan reaksi-frustasi negative, sebab mereka merasa marah, tertekan dan dihalang-halangi “untuk menjadi” oleh masyarakat luar.

5.      Geng Motor
Geng motor diartikulasikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa anggota, memiliki program dan kepengurusan yang terorganisir serta memiliki konotasi yang negatif dalam perilakunya seperti berkelahi, merampas bahkan membunuh. Fenomena geng motor muncul dari metamorfosa dan dinamika sosial akibat moderenisasi yang tidak terbendung secara baik, muncul dari kegelisahan-kegelisahan akibat kurangnya kasih sayang dan perhatian keluarga. Sehingga keberadaan anggota di dalam   geng (kelompok tertentu) merasa terlindungi, mendapat perhatian dari rekan-rekannya.
Geng motor yang akhir-akhir ini cukup banyak mewarnai berita dimedia masa baik elektronik maupun media cetak, sangat menarik sekali bagi penulis untuk menguraikanya dalam sebuah penelitian yang barangkali menjadi masukan yang berharga dalam rangka memberikan  kotribusinya terhadap strategi prepentif dalam mengatasi prilaku geng motor yang menyimpang. Geng motor sebagai perilaku menyimpang dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku yang diekspresikan oleh seorang atau beberapa orang anggota geng motor yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat. Dengan kata lain, semua bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma dinamakan perilaku menyimpang. Dan dalam hal ini muncul geng motor sebagai fenomena sosial yang secara subtantif sebenarnya tidak semua geng motor memilki prilaku yang menyimpang banyak diantara geng motor yang justri memilki program program sosial kemasyarakatan dan program peningkatan kualitas anggota melalui pelatihan otomotif dan kegiatan yang bermanfaat lainya namun bisanya geng motor yang berbuat demikian seperti halnya diatas dinamakan club motor.
Tindakan brutal geng motor dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi mereka terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, adapun beberapa faktor internal diantaranya adalah sikap mental yang tidak Sehat dari anggota geng motor, ketidakharmonisan dalam keluarga, pelampiasan rasa kecewa, dorongan kebutuhan ekonomi, proses belajar yang menyimpang, kurangnya perhatian dan kasih sayang serta rendahnya tingkat pendidikan diantara mereka sedangkan faktor eksternal yaitu perlunya aparat penegak hukum untuk senantiasa melakukan tindakan prefentif dalam menangani perkara geng motor dan partisifasi masarakat dilingkunganya agar sigap melakukan tindakan prefentif juga. Saran
6.      Balapan Liar  
Balapan liar yang dilakukan oleh remaja cukup meresahkan masyarakat karena mereka rata-ratanya menggunakan kenal pot yang bising, sehingga mengganggu masyarakat sekitar yang ada didaerah tersebut. Yang  mempengaruhi remaja ikut balapan liar karena menurut remaja sendiri mereka tidak seru kalau membawa motor hanya perlahan-lahan, ditambah lagi teman-teman yang selalu mengejek apabila remaja tidak ikut balapan liar. Sebenarnya ada keinginan remaja untuk berhenti, tapi teman-teman selalu mengejek dan seakan mereka tak ingin lagi bergaul dengan remaja lainnya apabila remaja sudah berhenti dari hal-hal tersebut. Mungkin orang tua remaja tahu dengan pergaulan remaja, tapi mereka sudah tidak memperdulikan remaja lagi. Reaksi orang tua kalau seandainya mereka tahu, mungkin mereka hanya diam, memang mereka selalu mengingatkan namun tidak mungkin mereka melihat bagaimana pergaulan remaja sehari-hari, mereka hanya sibuk dengan urusan masing-masing, jujur remaja juga merasa stres, karena mereka seakan-akan sudah tidak memperhatikan dan peduli dengan remaja tersebut.
C.     Penyebab Perilaku Menyimpang Pada Remaja
Adapun faktor- faktor yang memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja yaitu :
1.      Kelalaian orang tua dalam mendidik (memberikan ajaran dan bimbingan tentang nilai-nilai agama).
2.      Perselisihan atau konflik orang tua (antara anggota keluarga).
3.      Perceraian orang tua.
4.      Sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anaknya.
5.      Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol.
6.      Hidup menganggur.
7.      Kurang dapat memanfaatkan waktu luang.
8.      Pergaulan negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang memerhatikan nilai-nilai moral).
9.      Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno.
10.  Kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok.
11.  Diperjualbelikannya minuman keras/obat-obatan terlarang secara bebas.
12.  Kehidupan ekonomi keluarga yang morat-marit(miskin/fakir).
Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Adapun faktor-faktor yang melatar belakanngi terjadinya kenakalan remaja yang dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini :
1.       Faktor Internal
a.       Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.      Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2.       Faktor Eksternal
a.       Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih saying
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang broken-home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja.
Dr. Kartini Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain:
1)      Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri
2)      Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya
3)      Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik.
Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian diatas, anak menjadi bingung, risau, sedih, malu, sering diliputi perasaan dendam benci sehingga anak menjadi kacau dan liar. Dikemudian hari mereka mencari kompensasi bagi kerisauan batin sendiri di luar lingkungan keluarga, yaitu menjadi anggota dari suatugang criminal; lalu melakukan banyak perbuatan brandalan dan kriminal.
Maka dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.      Minimnya pemahaman tentang keagamaan
Dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
Pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik.
Maka pembinaan moral harus dimulai dari orang tua melalui teladan yang baik berupa hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam rumah tangga remaja akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri.
Pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya setelah mereka remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin mereka lakukan sesuatu di setiap harinya.
Kondisi masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan ilmu pengetahuan mengakibatkan kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang teguh oleh orang-orang dahulu menjadi tertinggal di belakang. Dalam masyarakat yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah terjadi. Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan – perbuatan orang dewasa yang tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga berdampak timbulnya kenakalan remaja.


c.       Pengaruh dari lingkungan sekitar
Pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Lingkungan adalah faktor yang paling mempengaruhi perilaku dan watak remaja. Jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti itu adanya. Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat atau pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagaimana diketahui bahwa para remaja umumnya sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya.
d.       Tempat pendidikan
Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada di sekolah dan jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah melihat di media adanya kekerasan antar pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan dan dekadensi moral yang terjadi di negeri ini.
D.    Dampak Yang Di Timbulkan Dari Perilaku Menyimpang pada Remaja
1.       Bagi diri remaja itu sendiri
Akibat dari kenakalan yang dilakukan oleh remaja akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Dampak bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena gaya hidup yang tidak teratur. Sedangkan dampak bagi mental yaitu kenakalan remaja tersebut akan mengantarnya kepada mental-mental yang lembek, berfikir tidak stabil dan kepribadiannya akan terus menyimpang dari segi moral yang pada akhirnya akan menyalahi aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus berlangsung selama remaja tersebut tidak memiliki orang yang membimbing dan mengarahkan.
2.       Bagi keluarga
Anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Apabila remaja selaku anak dalam keluarga berkelakuan menyimpang dari ajaran agama, akan berakibat terjadi ketidakharmonisan di dalam kekuarga dan putusnya komunikasi antara orang tua dan anak. Tentunya hal ini sangat tidak baik karena dapat mengakibatkan remaja sering keluar malam dan jarang pulang serta menghabiskan waktunya bersama teman-temannya untuk bersenang-senang dengan jalan minum-minuman keras atau mengkonsumsi narkoba. Pada akhirnya keluarga akan merasa malu dan kecewa atas apa yang telah dilakukan oleh remaja. Padahal kesemuanya itu dilakukan remaja hanya untuk melampiaskan rasa kekecewaannya terhadap apa yang terjadi dalam keluarganya.
3.      Bagi lingkungan masyarakat
Apabila remaja berbuat kesalahan dalam kehidupan masyarakat, dampaknya akan buruk bagi dirinya dan keluarga. Masyarakat akan menganggap bahwa remaja itu adalah tipe orang yang sering membuat keonaran, mabuk-mabukan ataupun mengganggu ketentraman masyarakat. Mereka dianggap anggota masyarakat yang memiliki moral rusak, dan pandangan masyarakat tentang sikap remaja tersebut akan jelek. Untuk merubah semuanya menjadi normal kembali membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan.
E.     Cara Mengatasi Perilaku Menyimpang pada Remaja
Dari berbagai faktor dan permasalahan yang terjadi di kalangan remaja masa kini. Kenakalan remaja dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri remaja itu sendiri. Tindakan penanggulangan kenakalan remaja dapat dibagi dalam:
1.       Tindakan Preventif
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan melalui cara berikut:
a.       Meningkatkan kesejahteraan keluarga.
b.      Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin.
c.       Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah-laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka.
d.      Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja.
e.       Membentuk badan kesejahteraan anak-anak.
f.       Mengadakan panti asuhan.
g.      Mengadakan lembaga formatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan.
h.      Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinkuen, desertai program yang korektif.
i.        Mengadakan pengadilan anak.
j.        Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja.
k.      Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin).
l.        Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja.
m.    Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinkuen dengan masyarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri para remaja.
n.      Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delinkuen dan nondelinkuen. Misalnya berupa latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, dan lain-lain.

 Sebagaimana disebut di atas, bahwa keluarga juga mempunyai andil dalam membentuk pribadi seorang remaja. Jadi untuk memulai perbaikan, maka harus mulai dari diri sendiri dan keluarga. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling sederhana, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan, membaca doa setiap melakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada anak dan masih banyak hal lagi yang bisa dilakukan oleh keluarga. Memang tidak mudah melakukan dan membentuk keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa dilakukan dengan pembinaan yang perlahan dan sabar.
2.       Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
Di lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata tertib sekolah.
3.      Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain sebagai berikut:
a.       Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis dan kultural.
b.      Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.
c.       Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ketengah lingkungan sosial yang baik.
d.      Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan disiplin.
e.       Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, umtuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.
f.       Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah masyarakat.
g.      Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.
h.      Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya. Memberikan pengibatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaa.
Solusi internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan remaja antara lain:
a.       Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
b.      Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
c.       Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai kegiatan positif, seperti berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan penyaluran hobi.
d.      Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
e.       Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
















































BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
kenakalan remaja (juvenile delinquency) juga berarti perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remajayang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang mnyimpang. Faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal berupa kurangnya perhatian dari orang tua; minimnya pemahaman tentang keagamaan; pengaruh dari lingkungan sekitar dan pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebaya; dan tempat pendidikan.   Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja akan berdampak kepada diri remaja itu sendiri, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Solusi dalam menanggulangi kenakalan remaja dapat dibagi ke dalam tindakan preventif, tindakan represif, dan tindakan kuratif dan rehabilitasi.
B.     Saran
Perilaku menyimpang di kalangan remaja tidak ada habis-habisnya untuk di bahas tetapi setidaknya untuk meminimalisir terjadinya perilaku menyimpang tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan oleh para remaja dan orangtua yaitu:
Bagi Remaja: 1.Remaja hendaknya menghindari teman-teman yang sering atau suka melakukan perilaku menyimpang, karena perilaku menyimpang hanya akan membuat diri sendiri semakin mendapat berbagai masalah dan hanya akan merusak masa depan. Dan cobalah untuk mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan-kegiatan positive seperti pergi ke tempat beribadah,dll.
Bagi Orangtua:Orang tua hendaknya harus mengetahui keberfungsiannya dengan memberikan perhatian, kasih sayang dan rasa aman bagi anak-anak remaja, karena dimasa-masa remaja anak-anak masih sangat membutuhkan dorongan dan kasih sayang dari orangtua. Dan orangtua harus terbuka kepada anak, agar anak-anak juga terbuka kepada orangtua, sehingga apa yang mereka alami dalam pergaulan mereka sehari-hari, mereka tidak segan-segan untuk menceritakannya kepada orangtua, sehingga orangtua mudah untuk mengontrol dan memberikan arahan kepada anak-anak remaja mereka.






DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini ,(2013). Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja.Depok : PT Raja
Grafindo
Santrock, John W. (2007). Remaja. Ed. 11 Jilid 2, Jakarta : Erlangga
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Ed. 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W. (2015). Psikologi remaja. Ed. Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group
Cynthia, T. (2007). Konformitas kelompok pada perilaku seks bebas pada remaja. Jurnal psikologi, 1(1), 76-77.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Ed. Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mertia, E.N. dkk. (2011). Hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang tua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Jurnal Wacana Psikologi, 3(6), 114-115.
Sarwono, S.W. (2015). Psikologi remaja. Ed. Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sodik, M.A. (2014) Sikap pencegahan aborsi ditinjau dari pengetahuan tentang bahaya dan resiko kesehatan.Strada jurnal ilmiah kesehatan, 2(1), 1-3.
Sumara, Dadan ,dkk. (2017). Kenakalan Remaja Dan Penanganannya. Jurnal
Penelitian &PPM.4(4), 129-389
Mantiri, Vive Vike. (2014). Perilaku Menyimpang Di Kalangan Remaja Di
Kelurahan Pondang, Kecamatan Amurang Timur kabupaten Minahasa
Selatan. Journal.3(1)
Rahmat, Diding. (2013). Problematika Geng Motor di Kabupaten Kuningan dalam
            Prespektif Sosiologi Hukum. Jurnal Unifikasi. 1(1),  2354-5976
Ulfa, Mimi. (2017). Pengaruh Kecanduan game Online Terhadap Perilaku remaja Di
Mabes Game  Center Jalan HR. Subrantas Kecamatan Tampan Pekanbaru.
Jom. Fsisip. 4 (1), 1-13


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA