MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN REMAJA “PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA”
MAKALAH
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
REMAJA
“PERILAKU MENYIMPANG PADA
REMAJA”
DISUSUN OLEH KELOMPOK 7
KELAS A
AINUN AMANI AMJAD 1771042030
ANDI FIRA YUNIARTI 1771041080
ADELIA KURNIA SARI BUNGA 1771041012
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS
PSIKOLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu
kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat,Taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat
manusia.
Makalah ini di susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Remaja dan juga untuk khalayak ramai sebagai
bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala
kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam
penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran
dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Fiqih
yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Makassar , 10
September 2018
Kelompok 7
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
MIND MAPPING........................................................................................................1
BAB I.
PENDAHULUAN...........................................................................................2
A.
Latar Belakang
.............................................................................................
2
B.
Rumusan Masalah ............................................................................................
2
C.
Tujuan Penulisan .............................................................................................
2
D.
Manfaat Penulisan ...........................................................................................
3
BAB II. KAJIAN TEORI
...........................................................................................4
A.
Remaja dan Perilaku Menyimpang ...................................................................4
B.
Tipe- Tipe dan Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang di
Kalangan Remaja ...5
C.
Teori Mengenai Sebab terjadinya Juvenile Delinquency...................................5
BAB III. PEMBAHASAN.........................................................................................8
A.
Pengertian Perilaku Menyimpang pada Remaja ..............................................
8
B.
Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang pada
Remaja...................................... 8
C.
Penyebab Perilaku Menyimpang pada Remaja................................................
20
D.
Dampak yang di Timbulkan dari Perilaku Menyimpang pada
Remaja............ 23
E.
Cara Mengatasi Perilaku Menyimpang pada Remaja......................................
24
BAB IV. PENUTUP...................................................................................................27
A.
Kesimpulan......................................................................................................27
B.
Saran ...............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28
Mind
Mapping
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di
kalangan remaja sering dijumpai adanya perilaku yang menyimpang. Perilaku
menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Kelompok yang paling rentan dalam proses perilaku menyimpang yaitu para remaja.
Hal ini wajar terjadi tidak lain karena mereka memiliki karakteristik
tersendiri yang unik, yaitu dalam masa-masa labil, atau sedang pada taraf
pencarian identitas, yang mengalami masa transisi dari masa remaja menuju
status dewasa, dan sebagainya.
Perkembangan zaman yang telah maju dengan pesat telah
mengubah gaya hidup remaja sekarang, dari kebiasaan mereka, minat mereka,
bahasa dan pakaian yang mereka gunakan, politik dan musik yang mereka sukai,
juga perkembangan seksualitas mereka. Bahkan sudah lazim bahwa keprihatinan
orang tua terhadap kaum remaja sering sekali tidak disambut baik oleh mereka,
dianggap ikut campur dan mengakibatkan pembangkangan dari para pria dan wanita
muda yang cemas dan berniat meraih kebebasan yang makin besar ini.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak muda remaja
pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala
pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Kejahatan anak remaja ini disbut
sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial
atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak
sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hokum formal, atau tidak
bisa di integrasikan di dalam pola tingkah laku.
Pada zaman saat ini, reamaja dapat menggunakan
teknologi apa saja yang dapat menyalurkan kepentingannya, sehingga kadang dalam
menggunakannya yang tanpa batas membuat mereka bertindak tidak sesuai dengan
umurnya, maka muncullah perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang
ada dalam masyarakat sehingga melanggar hokum yang ada dalam masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian perilaku menyimpang pada remaja ?
2.
Jelaskan bentuk-bentuk
perilaku menyimpang pada remaja?
3.
Apa penyebab
perilaku menyimpang pada remaja?
4.
Jelaskan dampak
apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja?
5.
Bagaimana cara
mengatasi perilaku menyimpang pada remaja?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian perilaku menyimpang pada remaja.
2.
Untuk mengetahui
bentuk-bentuk perilaku menyimpang pada remaja.
3.
Untuk mengetahui
penyebab perilaku menyimpang pada remaja.
4.
Untuk mengetahui
dampak apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja.
5.
Untuk mengetahui
cara mengatasi perilaku menyimpang pada remaja.
D.
Manfaat
Penulisan
1.
Dapat memahami
pengertian perilaku menyimpang pada remaja.
2.
Dapat memahami
bentuk-bentuk perilaku menyimpang pada remaja.
3.
Dapat memahami
penyebab perilaku menyimpang pada remaja.
4.
Dapat memahami
dampak apa saja yang di timbulkan dari perilaku menyimpang pada remaja.
5.
Dapat memahami
cara mengatasi perilaku menyimpang pada remaja.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Remaja dan
Perilaku Menyimpang
Di
Indonesia kriteria remaja mendapat tanggapan beberapa ahli seperti misalnya
Gunarsa dalam Marlina mengemukakan pendapatnya tentang batas-batas usia anak,
remaja dan dewasa bertitik tolak pada batas usia remaja yang dinyatakan sebagai
berikut: “Remaja merupakan masa transisi antara masa anak -anak dan masa dewasa
yakni antara 12-21 tahun”.
Gunarsa
juga mengemukakan bahwa remaja juga diartikan sebagai manusia yang masih di
dalam perkembangannya menuju kedewasaan baik jasmani maupun psikisnya. Para
ahli membagi masa perkembangan itu dalam beberapa tahap. Sebagai gambaran
berikut ini tahap-tahap perkembangannya. Masa remaja adalah masa Mulai aktif
dan energinya serba lengkap. Energi yang berlebihan menyebabkan sifat anak itu
suka ramai, ribut, suka bertengkar, sering memamerkan kekuatan badannya, lincah
dan berani, ingin menonjolkan dirinya ingin namanya dikenal orang lain.
Beberapa pakar sosiologi dan
psikologi sosial, mengutarakan pengertian perilaku negatif atau perilaku
menyimpang, diantaranya :
1.
Dr. Saparinah Sadli (1977),
perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang dinilaisebagai menyimpang dari
aturan-aturan normatif atau yang dinilai sebagaimenyimpang dari
pengharapan-pengharapan lingkungan sosial.
2.
Robert M. Z. Lawang, perilaku
menyimpang adalah semua tindakan yangmenyimpang dari norma-norma yang berlaku
dalam suatu sistem sosial danmenimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam
sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
3.
Bruce J. Cohen (1992), Perilaku
menyimpang bisa didefinisikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok
tertentu dalam masyarakat.
Menurut Dr.
Kartini Kartono perilaku menyimpang remaja dapat juga disebut dengan kenakalan
remaja (juvenile delinquency). Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis,
artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja. Sedangkan Deliquent berasal dari kata latin
“delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas
artinya menjadi jahat, a-sosial, criminal, pelanggaran aturan, pembuat rebut,
pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan
lain-lain. Jadi, kenakalan remaja (juvenile delinquency) juga berarti perilaku
jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala
sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remajayang disebabkan oleh
satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang mnyimpang.
B. Tipe-tipe dan Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang di
Kalangan Remaja
Menurut Kartini Kartono (2010:49), Tipe-tipe perilaku
kenakalan remaja dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1.
Delinkuensi
terisolir ( Reiss, 1951, Hweit & Jenkins, 1949)
Kelompok
ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak
menderita kerusakan psikologis. Delikuensi terisolasi itu mereaksi terhadap
tekanan dari lingkungan sosial. Mereka mencari panutan dan sekuritas dari dan
di dalam kelompok gangnya. Namun pada usia dewasa, mayoritas anak delukuen tipe
terisolir tadi meninggalkan tingkah-lakunya.
2.
Kenakalan
Neurotik (Delinkuensi neurotik).
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan
kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak
aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Perubahan tingkah-laku
anak-anak delinkuen neurotik ini berlangsung atas dasar konflik jiwani yang
serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah-laku
kejahatannya sampai usia dewasa dan umur tua.
3.
Kenakalan
Psikopatik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan
tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum
kriminal yang paling berbahaya. Tingkah-laku dan relasi sosialnya selalu
a-sosial, elektrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial
serta inteligensi sosial. Mereka sangat egoistik, fanatik, dan selalu menantang
apa dan siapa pun juga. Sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas
terhadap siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakitkan
hati orang lain; perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang
lain tanpa motif apapun juga. Karena itu remaja delinkuen yang psikopatik ini
digolongkan kedalam bentuk penjahat paling berbahaya.
4.
Kenakalan Defek
Moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap,
salah, cedera, cacat, kurang. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya,
namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang
defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki.
C.
Teori Mengenai
Sebab Terjadinya Juvenile Delinquency
Kejahatan remaja yang merupakan gejalah penyimpangan
dan patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam satu kelas
defektif secara sosial dan mempunyai sebab-musabab yang majemuk; jadi sifatnya
multi-kasual. Para sarjana menggolongkankannya menurut beberapa teori, sebagai
berikut :
1.
Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak
da remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah
seseorang, juga dapat cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini
berlangsung :
a.
Melalui gen atau
plasma pembawa sifat dalam keturunan atau melalui kombinasi gen; dapat juga
disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bias memunculkan
penyimpangan tingkah-laku, dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial.
b.
Melalui
pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga
membuahkan tingkah laku delinkuen.
c.
Melalui
pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan
tingkah-laku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cact jasmaniah bawaan
brachydactylisme (bejari-jari pendek) dan diabetes insipidius (sejenis penyakut
gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat criminal.
2.
Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah-laku
delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain
faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah,
fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi
yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.
Kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak
beruntung, jelas membuahkan masalah psikologis personal dan adjustment
(penyesuaian diri) yang terganggu pada diri anak-anak; sehingga mereka mencari
kompensasi diluar lingkungan keluarga guna memecahkan kesulitan batinnya dalam
bentuk perilaku delinkuen. Ringkasnya, delinkuensi atau kejahatan anak-anak
merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak remaja itu sendiri.
3.
Teori Sosiogenis
Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah-laku
delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau
sosial-psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial
yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh
internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu
sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan
peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah
kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian diri atau konsep dirinya.
4.
Teori Subkultur
Delikuensi
Tiga teori terdahulu (biologis, psikogenis, dan sosiogenis)
sangat populer sampai tahun-tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat
perhatian pada aktivitas-aktivitas gang yang terorganisir dengan
subkultur-subkulturnya. Adapun sebabnya ialah :
a.
Bertambahnya
dengan cepat jumlah kejahatan, dan meningkatnya kualitas kekerasan serta
kekejaman yang di lakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki subkultur
delikuen.
b.
Meningkatnya
jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara
universal, terutama terdapat di negara-negara industry yang sudah maju,
disebabkan oleh meluasnya kejahatan anak-anak remaja.
Subkultural delinkuen gang
remaja itu mengaitkan sistem nilai, kepercayaan/ keyakinan, ambisi-ambisi
tertentu (misalnya ambisi materiil, hidup bersantai, pola kriminal, relasi
heteroseksual bebas, dan lain-lain) yang memotivasi timbulnya kelompok-kelompok
remaja yang berandalan dan krimina. Sedang perangsangnya bias berupa; hadiah
mendapatkan status sosial “tehormat” ditengah kelompoknya, prestise sosial,
relasi sosial yang intim, dan hadiah-hadiah materiil lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perilaku Menyimpang Pada Remaja
Menurut Kartono
perilaku menyimpang remaja dapat juga disebut dengan kenakalan remaja (juvenile
delinquency). Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma,
aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau
transisi masa anak-anak dan dewasa.
Juvenile berasal
dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik
pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Deliquent
berasal dari kata latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang
kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, criminal, pelanggaran
aturan, pembuat rebut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi,
durjana, dursila, dan lain-lain. Jadi, kenakalan remaja (juvenile delinquency)
juga berarti perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak
muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remajayang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang mnyimpang.
kenakalan remaja
(juvenile delinquency) merujuk pada berbagai perilaku, mulai dari perilaku yang
tidak dapat diterima secara sosial (seperti berbuat onar disekolah), status
pelanggaran (melarikan diri dari rumah), hingga tindakan criminal (seperti
pencurian). Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan
kedalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah
sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dan berbagai aturan-aturan
sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku menyimpang dapat di
definisikan sebagai suatu perilaku yang diekpresikan oleh seorang atau lebih
dari anggota masyarakat, baik disadari ataupun tidak disadari, tidak
menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku atau yang telah diterima oleh
sebagian masyarakat.
B.
Bentuk- Bentuk
Perilaku Menyimpang Pada Remaja
1.
Game online
Game online pertama kali muncul kebanyakan adalah
game-game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk kepentingan
militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan, game-game ini kemudian
menginspirasi game-game yang lain muncul dan berkembang. Selain sebagai sarana
hiburan game online berfungsi sebagai sarana sosialisasi. Game online
mengajarkan sesuatu yang baru karena adanya frekuensi bermain yang sering.
Dengan sering melihat dan bermain game online, maka seseorang akan meniru
adegan di dalam game online tersebut. Penggunaan sarana hiburan antara lain
game online secara berlebihan tentu membawa dampak yang negatif. Bagi remaja
hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku remaja yang mengarah pada
penyimpangan sosial yang berdampak negatif.
Beberapa
sebab yang membuat anak-anak kecanduan game online, salah satunya adalah
tantangan. Dalam setiap game ada tantangan, yang membuat pemainnya terus merasa
tertantang, sehingga pada akhirnya, anak yang kecanduan game online akan merasa
ketergantungan terus menerus dan tidak bisa lepas dari game, apabila anak-anak
ini tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, ia akan jadi lupa diri dan jadi lupa
belajar, bahkan saat belajar pun kemungkinan ia malah mengingat-ingat permainan
game online tersebut.
2.
Narkoba
dan Miras
Permasalahan
Narkoba di Indonesia masih merupakan sesuatu yang bersifat urgen dan kompleks.
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini menjadi marak. Terbukti
dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan,
seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin
beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya. Dampak dari
penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan
penyalahgunanya saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan
strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Sampai saat ini tingkat
peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah
perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.
Penyimpangan
sosial yang dilakukan oleh para remaja atau individu terhadap penyalahgunaan
narkoba akan mengakibatkan masalah sosial, kejadian tersebut terjadi karena
adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar
kelompok.
Penyalahgunaan
narkoba dikalangan remaja merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku menyimpang.
Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi
norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan
terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation),
sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan
devian (deviant).
a.
Faktor-Faktor
Penyebab Remaja Melakukan Penyalahgunaan Narkoba
1)
Faktor
Kepribadian
Rasa ingin tahu
adalah kebutuhan setiap individu yang berasal dari kepribadian seseorang,
terutama bagi generasi muda dimana salah satu sifatnya adalah ingin mencoba
hal-hal yang baru. Demikian juga dengan faktor penyebab penyalahgunaan narkoba
sebagian besar diawali dengan rasa ingin tahu terhadap narkoba yang oleh mereka
dianggap sebagai sesuatu yang baru dan kemudian mencobanya, akibat ingin tahu
itulah akhirnya menjadi pemakai tetap yang kemudian pemakai yang tergantung.
2)
Faktor
Keluarga
Banyak pengguna narkoba yang berasal
dari keluarga yang tidak harmonis. Keluarga seharusnya menjadi wadah untuk
menikmati kebahagiaan dan curahan kasih sayang, wahana silih asih, silih asah, dan
silih asuh. Namun pada kenyataannya, keluarga sering sekali justru menjadi
pemicu sang anak menjadi pemakai, hal tersebut disebabkan karena keluarga
tersebut kacau balau. Hubungan antara anggota keluarga dingin, bahkan tegang
atau bermusuhan.
3)
Faktor
Ekonomi
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba ini yang dilakukan oleh
remaja, hal ini disebabkan gaya hidup serta karena tuntutan hidup yang semakin
sulit. Sebagian masyarakat pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk hidup
yang layak dan berkecukupan padahal kesejahteraan yang dimiliki cenderung
dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Salah satu
contohnya adalah kasus HK, dimana HK tidak lagi sebagai pengkonsumsi saja
tetapi juga sebagai pengedar, keinginan yang sangat kuat untuk mengkonsumsi
narkoba yang dikarenakan sudah mengalami ketergantungan membuat seseorang mudah
terpedaya melakukan hal-hal yang negatif.
4)
Faktor
Pergaulan
Salah satu
bentuk faktor pergaulan yang menyebabkan terjadinya narkoba adalah karena
pergaulan yang dilakukan oleh seseorang dengan teman-temannya yang selalu
memberikan kesempatan pada mereka untuk mengenal narkoba ini sehingga motif
coba-coba sampai pada taraf ketagihan membuat mereka senanatiasa untuk menyalahgunakan
narkoba. Perasaan setia kawan sangat
kuat dimiliki oleh remaja. Jika tidak me
ndapatkan
penyaluran yang positif, sifat positif tersebut dapat berbahaya dan menjadi
negatif. Bila temannya memakai narkoba, maka individu tersebut ikut juga memakai.
Bila temannya dimarahi orang tuanya atau dimusuhi masyarakat, maka pemakai
membela dan ikut bersimpatik.
5)
Faktor
Sosial / Masyarakat
Lingkungan
masyarakat yang terkontrol dan memiliki organisasi yang baik akan mencegah
terjadinya penyalahgunaan narkoba, dan sebaliknya jika lingkungan sosial /
masyarakat yang kurang baik dan kurangnya kepedulian dari masyarakat
dilingkungan sekitar membuat remaja makin bebas melakukan hal-hal yang negatif
seperti penyalahgunaan narkoba. Kepedulian masyarakat terhadap kondisi
lingkungan sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di
kalangan remaja.
Adapun
Miras, Penyalahgunaan minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup
berkembang di dunia remaja dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari
tahun ke tahun, yang akibatnya dirasakan dalam bentuk kenakalan-kenakalan,
perkelahian, munculnya geng-geng remaja, perbuatan asusila, dan maraknya
premanisme
pada
kalangan remaja. Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari
masa anak–anak ke masa dewasa, pada masa remaja terjadi kematangan secara
kognitif yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan
sosial yang semakin luas yang memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.
Minuman keras ialah segala jenis minuman yang memabukkan, sehingga dengan
meminumnya menjadi hilang kesadarannya, yang termasuk minuman keras seperti
arak (khamar) minuman yang banyak mengandung alcohol, seperti wine, whisky
brandy, sampagne, malaga dan lainlain. Minuman beralkohol adalah minuman yang
mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan
penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi
ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia
tertentu.
Penyalagunaan
alcohol pada remaja berkaitan dengan relasi mereka terhadap orang tua dan
kawan-kawan sebaya. Remaja yang menjadi pemabuk berat sering kali kurang
perhatian dari orang tua, memiliki kelekatan yang tidak aman dengan orang tua,
memiliki orang tua yang kurang mampu mengelola kehidupan keluarganya dengan
baik (kurang pengawasan, kurang memiliki ekspektasi yang ditetapkan dengan
jelas, kurang memberikan penghargaan terhadap perilaku positif), dan orang tua
yang menghukum anaknya ketika mereka menyalahgunakan alcohol. Peran kelompok
kawan sebaya sangat penting dalam penyalagunaan alcohol pada remaja.
Kawan-kawan sebaya menggunakan dan menyalahgunakan alcohol, yang disertai
dengan desakan-desakan terus-menerus untuk mencontohnya, dapat menjadi predictor
yang kuat bagi remaja untuk menyalahgunakan alcohol.
3.
Sex
Bebas dan Aborsi
Masalah
seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena
kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Meskipun demikian
masalah seksual seakan-akan tidak pernah habis dan tuntas dibahas orang dari
masa ke masa.
Masalah Seks pada remaja sering kali mencemaskan para
orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Ada
begitu banyak kasus yang disebabkan oleh masalah seks.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang semakin
cepat, kini siapapun termasuk para remaja tersebut bisa dengan mudah memperoleh
tontonan seksual yang selama ini dilarang atau ditabukan untuk dibahas secara
transparan, dan yang tadinya hanya dijelaskan dari mulut ke mulut secara
bisik-bisik.
Apabila
50 tahun yang lalu seks hanya berlangsung pada pasangan yang menikah, kini seks
orang-orang dewasa berlangsung secara terbuka diantara orang-orang yang
bercerai, dengan partner di luar pernikahan, dan sebagainya. Sekarang ini,
insiden kehamilan juga terjadi di antara para remaja belasan tahun merupakan
perluasan dari kecenderungan umum yang mengarah pada sikap permisif terhadap
kehidupan seksual yang berlangsung di budaya orang dewasa.
Faktor-faktor negatif seperti merebaknya informasi bertema
pornografi di media masa, kurangnya penanaman moral agama dan adanya pengaruh
pergaulan bebas, masuknya film dan VCD biru dari luar negeri ataupun dalam
negeri yang bisa dengan mudah diperoleh di mana-mana. Bagi remaja yang selama
ini terkungkung pengetahuannya, dan yang pada umumnya belum pernah mengetahui
masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya, ini adalah saat yang tepat
untuk memuaskan rasa ingin tahu remaja tersebut dan beberapa penyebab remaja
melakukan hubungan seks (Pangkahila, 2000 dalam Cynthia, 2007 hal.76).
Pada sisi lain, para remaja tidak menerima pendidikan seks yang
benar dan bertanggung jawab. Bahkan informasi ilmiah tentang sekspun
seolah-olah tertutup untuk remaja dengan berbagai alasan yang tidak benar. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila pornografi diterima begitu saja oleh remaja
sebagai pengganti informasi ilmiah yang sulit untuk diperoleh, sehingga salah
satu akibatnya adalah makin banyaknya kasus-kasus hubungan seks bebas di
masyarakat.
Adapun
yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesame jenis.
Bentuk – bentuk tingkah laku ini bias bermacam – macam, mulai dari perasaan
tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya bias berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Seks bebas (free sex) sendiri merupakan
perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebebasan tersebut
menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem
regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam
masyarakat (Kartono 1992). Banyaknya remaja yang melakukan seks bebas terlihat
dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari khususnya di kota-kota besar. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono bersama GRK dan
Radio Prambors pada tahun 1981, bahwa 7.1% pelajar SMP,11.3% pelajar SMA dan
23.6% mahasiswa di Jakarta pernah melakukan intercourse dengan pacarnya
(Cynthia, 2007, 76).
Aspek-
aspek perilaku seks bebas menurut sarwono & samsidar (2004) ini yaitu dalm
tahapan-tahapan mulai dari rasa tertarik, berjalan berduaan, bergandengan
tangan, berpelukan, saling meraba bagian tubuh, berciuman, bercumbu atau
bermesraan dan bersenggama (berhubungan badan).
Adapun
menurut purnawan (2004) aspek perilaku seks bebas secara rinci dapat berupa:
a.
Berfantasi seksual
Merupakan
perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan
untuk menimbulkan perasaan erotisme. Fantasi seksual ini biasanya didapatkan
individu dari media atau objek yang dapat meningkatkan dorongan seksual.
b.
Pegangan tangan
Aktivitas
ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya
muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
c.
Cium Kering
Berupa
sentuhan pipi dengan bibir atau pipi dengan bibir.
d.
Cium basah
Berupa
sentuhan bibir ke bibir, sampai dengan leher.
e.
Meraba
Merupakan
kegiatan menyentuh bagian-bagian sensitive rangsang seksual, seperti leher,
dada (breast), paha, alat kelamin dan
lain-lain.
f.
Berpelukan
Aktivitas
ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual
(terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitive).
g.
Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki)
Adalah
perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
h.
Oral Sex
Merupakan
aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan
jenis.
i.
Petting
Merupakan
seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
j.
Intercourse
(senggama)
Merupakan
aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin wanita.
Di Amerika, menempatkan seksualitas remaja ke dalam konteks yang lebih
luas dari seksualitas di budaya amerika merupakan hal yang penting (Crockett,
Raffaelli, & Moilanen, 2003: Wiseman, Sunday, &Becker, 2005).
Banyak orang Amerika memiliki sikap yang ambivalen terhadap seks. Para
pemasang iklan menggunakan seks untuk menjual berbagai hal, mulai dari mobil
hingga deterjen. Seks secara eksplisit ditayangkan di berbagai film,
pertunjukan TV, video, lirik dari music popular, MTV, dan Internet
website(Collins, 2005; Comstock & Scharrer, 2006; Pettit, 2003; Robbert,
Henriksen, & Foehr, 2004; Ward, 2003; Ward, Hansbrough, & Walker ,
2005). Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini dan melibatkan 1.762 remaja
berusia antara 12 hingga 17 tahun, menemukan bahwa mereka yang menonton
pertunjukan TV yang secara ekspelisit mengandung adegan-adegan seksual,
cenderung melakukan hubungan seksual dalam waktu 12 bulan, dibandingkan
rekan-rekannya yang kurang banyak menonton pertunjukan serupa (Collins dkk,
2004).
Akibat dari perilaku seks bebas ini tidak jarang dampaknya bisa cukup
serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis –
gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya (aborsi) (Simkins, 1984).
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal
dengan istilah “abortus” yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel
telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Wikipedia,
2009,Agustinus, 2012). Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Hawari (2006),
bahwa aborsi merupakan pengguguran kandungan atau terminasi (penghentian)
kehamilan yang disengaja (abortus provocatus), yaitu, kahamilan yang
diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi keguguran.
Dalam sebuah majalah Gatra dinyatakan bahwa tingkat aborsi di Indonesia
tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai dua juta kasus dari jumlah kasus di
negara - negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Data Organisasi
Kesehatan dunia (World Health Organization-WHO) mengenai kasus aborsi tersebut
terungkap pada Talk Show ‘Virginitas dan Fenomena Aborsi’ yang digelar di
Makassar, Sabtu 25 Maret 2006 (Sarwono, 2015).
Menurut Herianto (2011), kasus
aborsi ilegal masih banyak dilakukan di negara ini, berdasarkan data yang
dikumpulkan oleh litbang Kompas, selama tahun 2011 terdapat 5 tenaga kesehatan
yang terdiri dari dokter dan bidan yang ditangkap karena melaksanakan praktek
aborsi ilegal.
Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21),
warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas
setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas
setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas.Peristiwa nahas ini
bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya
dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya,
janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil
hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso (Wasono, 2008).
Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun,
atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan (Prawirohardjo, 2006). Angka kejadian aborsi ilegal selama tahun
2011 mencapai 2,1 juta kasus (Herianto, 2012). Sedangkan menurut Dinas
Kesehatan Jawa Timur angka kejadia aborsi ilegal di Propinsi Jawa Timur (2011),
pada tahun 2011 yang terungkap adalah 36
ribu kasus. Sedangkan data aborsi di Kota Kediri pada tahun 2011 diperkirakan
mencapai 767 kasus.
Jumlah kasus pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia setiap tahunnya
mencapai 2,3 juta, dan 30 persen di antaranya dilakukan oleh
remaja."Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan
kecenderungan meningkat berkisar 150.000 hingga 200.000 kasus setiap
tahunnya," Kata Luh Putu Ikha Widani dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali di Denpasar Senin.Ia mengatakan, servei yang
pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan KTD mencapai
37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5
persen adalah pelajar.
Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2002 menyebutkan bahwa
70% remaja mendapat pengetahuan tentang aborsi dari teman dan media massa,
sedangkan 30% lainnya mendis-kusikan masalah aborsi dengan orang tua atau
pihak-pihak yang tidak berkompetensi (http//: www.bkkbn.go.id).
Penelitian Safitri (2012) terhadap 237 responden usia 18 sampai 22 tahun
di Palembang menunjukkan 67% remaja tidak memiliki pengalaman tentang aborsi,
78% dari remaja yang tidak mengetahui tentang aborsi tersebut memilih akan
melakukan aborsi jika terjadi kehamilan remaja.
Para remaja perempuan yang hamil dapat berasal dari berbagai kelompok
etnik dan tempat yang berbeda-beda, namun lingkungan kehidupan mereka
menimbulkan tekanan yang sama. Bagi sebagian besar orang dewasa, mereka
merupakan representasi dari struktur sosial Amerika yang rusak. Lebih dari
200.000 perempuan di Amerika Serikat memiliki anak sebelum mencapai usia
delapan belas tahun. Terdapat begitu banyakm perempuan yang hamil di awal atau
pertengahan usia remajanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ibu di Los
Angeles yang berusia 17 tahun dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 1
tahun, “Kami adalah anak-anak yang memiliki anak-anak.”
Saat ini di Amerika Serikat berlangsung debat yang seru mengenai aborsi
dan agaknya perdebatan ini masih akan berlangsung terus hingga masa yang akan
datang (Maradiegue (2003) dalam santrock 2007). Pengalaman para remaja AS yang
ingin melakukan aborsi bervariasi antar Negara bagian dan daerah. Di tahun
2003, 32 negara bagian membatasi akses remaja melakuakn aborsi. Para remaja
urban di New York dan California, tempat yang tidak mensyaratkan perizinan dari
orang tua dan bantuan publik maupun privat dapat diperoleh, memiliki akses yang
lebih besar untuk memperoleh layanan aborsi, dibandingkan rekan-rekannya yang
tinggal di neegara-negara bagian seperti Dakota Utara dan Mississippi, yang
menuntut perizinan dari kedua orang tua, atau yang hidup di daerah perkampungan
dimana tidak tersedia bantuan.
Di beberapa negara, khususnya Skandinavia, aborsi lebih mudah dilakukan,
dibandingkan di Amerika Serikat yang menggagap aborsi dan perilaku seksual
sebagai hal yang lebih tercela. Di banyak negara berkembang, seperti Nigeria,
aborsi jeuh lebih tidak aman dibandingkan di Amerika Serikat (Murphy, 2003).
Di Amerika Serikat, 19 persen aborsi dilakukan oleh remaja perempuan
berusia 15 sampai 19 tahun, sementara kurang dari 1 persen dilakukan oleh
remaja perempuan yang berusia kurang dari 15 tahun (Alan Guttmacher Institute,
2003b). Dibandingkan para perempuan yang lebih tua, para remaja perempuan
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan aborsi setelah mengalami
kehamilan setelah 15 minggu, dimana risiko medis yang disebabkan oleh aborsi
menjadi lebih tinggi (Alan Guttmacher Institute, 2003c).
Dalam pengalaman klinis Sarwono (2015), kasus bunuh diri (atau lebih
tepatnya percobaan bunuh diri) karena kehamilan yang tidak disengaja sangat
sedikit. Ynag lebih sering adalah kasus – kasus aborsi. Biasanya mereka dating
dengan kebimbangan yang sangat besar antara mau melakukan pengguguran kandungan
atau tidak melakukannnya. Risiko medis pengguguran kandungan pada wanita remaja
cukup tinggi, di samping perbuatan ini dinilai sebagai dosa. Akan tetapi,
membiarkan anak lahir tanpa persiapan yang matang, tanpa upacara perkawinan
yang resmi juga merupakan aib bagi seluruh keluarga. Ditambah lagi pendidikan
wanita remaja itu pasti akan terganggu.
Sebagian dari wanita remaja yang hamil tanpa rencana akhirnya memang
melakukan aborsi (banyak diantaranya yang tidak berkonsultasi dengan ahli). Di
antara mereka yang selamat menjalani aborsi ini banyak yang terlibat kembali
dalam dilemma atau konflik batin. Mereka inilah yang datang berkonsultasi
sebgai kasus – kasus pascaaborsi. Keluhan mereka kurang lebih sama dengan gadis
– gadis yang sudah kehilangan status kegadisannya, yaitu depresi, takut bergaul
serius dengan pria, takut ketahuan rahasianya padahal di dalam hatinya mereka
sangat mendambakan perkawinan.
Aborsi dapat membawa dampak negatif yang cukup signifikan baik secara
fisik dan psikologis. Terdapat dua macam resiko kesehatan wanita yang melakukan
aborsi yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik yaitu sebagaimana
oleh Edmundson (2009) yang meyatakan bahwa aborsi memiliki dampak yang
potensial yaitu memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun
keselamatan seorang wanita. Ada beberapa resiko yang akan dihadapi oleh seorang
wanita, antara lain kematian mendadak karena pendarahan yang hebat, kematian
karena pembiusan yang gagal, infeksi serius disekitar kandungan, rahim yang
sobek (uterine peoration), kerusakan leher rahim (cervical
lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, kanker
payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim (cervical cancer),
kanker hati, kelainan placenta, kemandulan, infeksi panggul, infeksi rongga dan
infeksi pada lapisan Rahim (endometris). Selain dampak fisik, wanita yang
melakukan aborsi juga akan mengalami resiko berupa gejala psikologis yang
dikenal sebagai “Post-Abotion Syndrome” (PAS) yang dikarakteristikkan dengan
perasaan bersalah yang mendalam dan dalam jangka waktu yang lama, depresi, dan
mengakibatkan ketidakberfungsian secara sosial dan seksual (Coleman, Rue &
Spenser, 2007. Edmundson, S. 2009 dalam Sodik, MA. 2014. 2-3).
Kurangnya pengetahuan tentang resiko hubungan seks pra nikah serta
permasalahan yang dihadapi setelah pelaksanaan aborsi mendorong remaja tetap
melaksanakan hubungan seksual pra nikah dan cenderung untuk melaksanakan aborsi
saat mengalami permasalahan kehamilan di luar lembaga pernikahan (Azhari,
2007).
Menurut Azwar (2005) bahwa faktor pendidikan juga ikut memengaruhi
pembentukan sikap seseorang. Mereka yang berpendidikan tinggi seperti mahasiswa
memiliki wawasan pengetahuan yang komprehensif, besar kemungkinan akan dapat
menilai aborsi dari sudut pandang yang lebih luas, mereka yang berpandangan positif
akan menilai aborsi sebagai pilihan perempuan, mereka dapat lebih bertoleransi
dengan keputusan perempuan untuk melakukan aborsi bahkan ada yang akan
mendukung atau mensupport teman yang aborsi (Fitri, Zakiyatul. 2009 dalam
Sodik, MA. 2014. 2-3).
4.
Tawuran
Anak
– anak remaja yang ikut- ikutan mengambil bagian dalam aksi – aksi perkelahian
beramai – ramai antargang dan antarsekolah, yang acapkali secara tidak sadar
melakukan tindak criminal dan antisosial itu umumnya adalah anak-anak normal
yang berasal dari keluarga baik-baik. Hanya oleh satu bentuk pengabaian psikis tertentu mereka
kemudian melakukan mekanisme
kompensatoris guna menuntut perhatian lebih terhadap egonya yang merasa
tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang
tua sendiri aupun dari masyarakat luas. Bisa juga perilaku mereka itu didorong
oleh kompensasi-pembalasan terhadap
perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian ditebus dengan bentuk
tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan pengakuan lebih terhadap
Aku-nya. Jadi dalam hal ini adalah Geltungsrieb,
atau dorongan untuk mendapatkan pengakuan lebih yang sangat kuat, guna meminta
perhatian yang lebih banyak dari dunia luar.
Tingkah
laku delinkuen itu pada umumnya merupakan kegagalan
system control diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan-dorongan
instinktif. Impuls-impuls kuat, dorongan primitive dan sentiment-sentimen hebat
itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan, dan agresi keras,
yang dianggap mengandung nilai-nilai
oleh anak- anak remaja tadi. Karena itu mereka merasa perlu memamerkan energy
dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau perkelahian massal.
Oleh
perasaan senasib-sepenanggungan, anak-anak remaja yang meras tidak mendapatkan
kasih-sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan kemudian merasa tersisih
dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa berarti di tengah gangnya. Di
dalam gangnya itu anak mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh
dari keluarga (orang tua dan saudara-saudaranya) maupun dari masyarakat di
sekitarnya. Di tengah keluarga sendiri mereka merasa tidak dihargai, tidak
menemukan kasih saying dan posisi social yang mantap, serta tidak menemukan
ideal dan tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi bersama. Hubungan
dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri sangat longgar, sehingga mereka
merasa tidak betah tinggal di rumah. Lagi pula di mata mereka masyarakat besar
ini tampak tidak bersahabat, bahkan cenderung menekan dan selalu
“melarang-menghukum” mereka saja.
Dengan
begitu anak-anak remaja yang merasa kesepian, marah, bingung serta sengsara
batinnya itu – sebab merasa selalu dihambat dan dihalang- halangi keinginannya
untuk memainkan peranan social tertentu --- secara spontan diantara mereka
asing untuk tarik-menarik dan saling membutuhkan. Anak-anak muda yang merasa
senasi sepenanggungan karena “ditolak” oleh masyarakat iyu secara otomatis lalu
menggerombol, mencari dukungan moril guna memainkan peranan social yang berart,
dan melakukan perbuatan spektakuler bersama-sama. Kerena itulah maka gerombolan
anak muda ini sengan berkelahi, atau melakukan “perang” antarkelompok supaya
lebih nampak, dan untuk menonjolkan egonya.
Dengan
semakin meningkatnya kegiatan bersama dalam bentuk keberandalan dan kejahatan
itu mereka lalu menentukan pdang perburuan atau teritorium operasionalnya
sendiri, menggunakan tat-kerja yang lebih “sistematis” dan biasanya
dimanifestasikan keluar dalam bentuk perkelahian kelompok, pengeroyokan,
tantangan yang provokatif, perang batu, dan perkelahian antarsekolah. Aksi
demikian ini khusunya bertujuan untuk mendapatkan prestige individual dan
menjunjung tinggi nama kelompok (dengan salih menjunjung tinggi nama sekolah).
Perkelahian
kelompok tersebut jelas akan memperkuat kesadaran-kekamian, yaitu kesadaran
menjadi anggota dari satu ingroup atau satu rumpun “keluarga baru” dan
memperteguh esprit de corps (semangat kelompok).
Pengakuan
menjadi satu “onderdil” yang tidak terpisahkan dari suatu kelompok yang “bekend” itu menjadi dukungan moril bagi
setiap anak remaja: bahkan secara praktis merupakan persyaratan hidup baginya.
Dan keinginan untuk menjadi pribadi berarti (punya posisi, peranan dan arti
yang jelas) merupakan dorongan yang dpt merangsang gairah hidup. Oleh karena
itu apabila anak-anak remaja itu bisa memainkan peranan yang berarti atau
penting dalam aki perkelahian massal, maka pengalaman tersebut memberikn
semangat hidup tersendiri. Khususnya mereka merasa bangga sekali akan peranan
besar: lebih-leboh lagi jika gerakan mereka itu ditonton oleh orang banyak.
Selanjutnya,
kegemaran perkelahian massal antarsekolah dan antarkelompok remaja itu
mencerminkan dua peristiwa penting, yaitu:
--- merupakan
pencerminan secara mini dar perilaku masyarakat orang dewasa pada saat
sekarang:
--- disamping
mencerminkan peningkatan ambisi dan pelampiasan reaksi-frustasi negative, sebab
mereka merasa marah, tertekan dan dihalang-halangi “untuk menjadi” oleh
masyarakat luar.
5.
Geng
Motor
Geng
motor diartikulasikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa
anggota, memiliki program dan kepengurusan yang terorganisir serta memiliki
konotasi yang negatif dalam perilakunya seperti berkelahi, merampas bahkan
membunuh. Fenomena geng motor muncul dari metamorfosa dan dinamika sosial
akibat moderenisasi yang tidak terbendung secara baik, muncul dari
kegelisahan-kegelisahan akibat kurangnya kasih sayang dan perhatian keluarga.
Sehingga keberadaan anggota di dalam
geng (kelompok tertentu) merasa terlindungi, mendapat perhatian dari
rekan-rekannya.
Geng
motor yang akhir-akhir ini cukup banyak mewarnai berita dimedia masa baik
elektronik maupun media cetak, sangat menarik sekali bagi penulis untuk
menguraikanya dalam sebuah penelitian yang barangkali menjadi masukan yang
berharga dalam rangka memberikan
kotribusinya terhadap strategi prepentif dalam mengatasi prilaku geng
motor yang menyimpang. Geng motor sebagai perilaku menyimpang dapat
didefinisikan sebagai suatu perilaku yang diekspresikan oleh seorang atau beberapa
orang anggota geng motor yang secara disadari atau tidak disadari, tidak
menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian
besar anggota masyarakat. Dengan kata lain, semua bentuk perilaku yang tidak
sesuai dengan norma dinamakan perilaku menyimpang. Dan dalam hal ini muncul
geng motor sebagai fenomena sosial yang secara subtantif sebenarnya tidak semua
geng motor memilki prilaku yang menyimpang banyak diantara geng motor yang
justri memilki program program sosial kemasyarakatan dan program peningkatan
kualitas anggota melalui pelatihan otomotif dan kegiatan yang bermanfaat lainya
namun bisanya geng motor yang berbuat demikian seperti halnya diatas dinamakan
club motor.
Tindakan
brutal geng motor dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi
mereka terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, adapun beberapa
faktor internal diantaranya adalah sikap mental yang tidak Sehat dari anggota
geng motor, ketidakharmonisan dalam keluarga, pelampiasan rasa kecewa, dorongan
kebutuhan ekonomi, proses belajar yang menyimpang, kurangnya perhatian dan
kasih sayang serta rendahnya tingkat pendidikan diantara mereka sedangkan
faktor eksternal yaitu perlunya aparat penegak hukum untuk senantiasa melakukan
tindakan prefentif dalam menangani perkara geng motor dan partisifasi masarakat
dilingkunganya agar sigap melakukan tindakan prefentif juga. Saran
6.
Balapan
Liar
Balapan
liar yang dilakukan oleh remaja cukup meresahkan masyarakat karena mereka
rata-ratanya menggunakan kenal pot yang bising, sehingga mengganggu masyarakat
sekitar yang ada didaerah tersebut. Yang
mempengaruhi remaja ikut balapan liar karena menurut remaja sendiri
mereka tidak seru kalau membawa motor hanya perlahan-lahan, ditambah lagi
teman-teman yang selalu mengejek apabila remaja tidak ikut balapan liar.
Sebenarnya ada keinginan remaja untuk berhenti, tapi teman-teman selalu
mengejek dan seakan mereka tak ingin lagi bergaul dengan remaja lainnya apabila
remaja sudah berhenti dari hal-hal tersebut. Mungkin orang tua remaja tahu
dengan pergaulan remaja, tapi mereka sudah tidak memperdulikan remaja lagi.
Reaksi orang tua kalau seandainya mereka tahu, mungkin mereka hanya diam,
memang mereka selalu mengingatkan namun tidak mungkin mereka melihat bagaimana
pergaulan remaja sehari-hari, mereka hanya sibuk dengan urusan masing-masing,
jujur remaja juga merasa stres, karena mereka seakan-akan sudah tidak
memperhatikan dan peduli dengan remaja tersebut.
C.
Penyebab
Perilaku Menyimpang Pada Remaja
Adapun faktor-
faktor yang memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja yaitu :
1.
Kelalaian
orang tua dalam mendidik (memberikan ajaran dan bimbingan tentang nilai-nilai
agama).
2.
Perselisihan
atau konflik orang tua (antara anggota keluarga).
3.
Perceraian
orang tua.
4.
Sikap
perlakuan orang tua yang buruk terhadap anaknya.
5.
Penjualan
alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol.
6.
Hidup
menganggur.
7.
Kurang
dapat memanfaatkan waktu luang.
8.
Pergaulan
negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang memerhatikan
nilai-nilai moral).
9.
Beredarnya
film-film atau bacaan-bacaan porno.
10.
Kehidupan
moralitas masyarakat yang bobrok.
11.
Diperjualbelikannya
minuman keras/obat-obatan terlarang secara bebas.
12.
Kehidupan
ekonomi keluarga yang morat-marit(miskin/fakir).
Cukup
banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Adapun faktor-faktor
yang melatar belakanngi terjadinya kenakalan remaja yang dikelompokkan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini :
1.
Faktor Internal
a.
Krisis
identitas
Perubahan
biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya.
Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja
gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.
Kontrol
diri yang lemah
Remaja yang
tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan
yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi
mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak
bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
2.
Faktor Eksternal
a.
Kurangnya
perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih saying
Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan
anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada
perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat
sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Keadaan
lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti
keluarga yang broken-home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh
kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi
keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan
delinkuensi remaja.
Dr. Kartini
Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan
remaja antara lain:
1)
Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang
dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan
ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri
2)
Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja
yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur
dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya
3)
Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan
mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan
dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik.
Sebagai
akibat ketiga bentuk pengabaian diatas, anak menjadi bingung, risau, sedih,
malu, sering diliputi perasaan dendam benci sehingga anak menjadi kacau dan
liar. Dikemudian hari mereka mencari kompensasi bagi kerisauan batin sendiri di
luar lingkungan keluarga, yaitu menjadi anggota dari suatugang criminal; lalu
melakukan banyak perbuatan brandalan dan kriminal.
Maka
dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu
dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk
kepribadian serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang
dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.
Minimnya pemahaman tentang keagamaan
Dalam
kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor
terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan
yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap
tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
Pembinaan
moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak
kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti
mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas
ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada
permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat
yang dipandang baik.
Maka
pembinaan moral harus dimulai dari orang tua melalui teladan yang baik berupa
hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam
rumah tangga remaja akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu
pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk
menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari
depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan
berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri.
Pemahaman
tentang agama sebaiknya dilakukan semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua
dengan cara memberikan pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar
nantinya setelah mereka remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin
mereka lakukan sesuatu di setiap harinya.
Kondisi
masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan ilmu pengetahuan
mengakibatkan kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang teguh oleh
orang-orang dahulu menjadi tertinggal di belakang. Dalam masyarakat yang telah
terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah terjadi.
Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan – perbuatan orang dewasa yang
tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga
berdampak timbulnya kenakalan remaja.
c.
Pengaruh dari lingkungan sekitar
Pengaruh
budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhinya
untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Lingkungan adalah
faktor yang paling mempengaruhi perilaku dan watak remaja. Jika dia hidup dan
berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti itu adanya.
Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik
pula.
Di
dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu
ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat atau pergaulan dengan
teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagaimana diketahui
bahwa para remaja umumnya sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa
melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggalan zaman jika tidak
mengikutinya.
d.
Tempat pendidikan
Tempat
pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga
pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada
di sekolah dan jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah
melihat di media adanya kekerasan antar pelajar yang terjadi di sekolahnya
sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan
dan dekadensi moral yang terjadi di negeri ini.
D.
Dampak Yang Di
Timbulkan Dari Perilaku Menyimpang pada Remaja
1.
Bagi diri
remaja itu sendiri
Akibat
dari kenakalan yang dilakukan oleh remaja akan berdampak bagi dirinya sendiri
dan sangat merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat
memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja.
Dampak bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena gaya hidup
yang tidak teratur. Sedangkan dampak bagi mental yaitu kenakalan remaja
tersebut akan mengantarnya kepada mental-mental yang lembek, berfikir tidak
stabil dan kepribadiannya akan terus menyimpang dari segi moral yang pada
akhirnya akan menyalahi aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus
berlangsung selama remaja tersebut tidak memiliki orang yang membimbing dan
mengarahkan.
2.
Bagi
keluarga
Anak
merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga
apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Apabila remaja selaku anak dalam
keluarga berkelakuan menyimpang dari ajaran agama, akan berakibat terjadi
ketidakharmonisan di dalam kekuarga dan putusnya komunikasi antara orang tua
dan anak. Tentunya hal ini sangat tidak baik karena dapat mengakibatkan remaja
sering keluar malam dan jarang pulang serta menghabiskan waktunya bersama
teman-temannya untuk bersenang-senang dengan jalan minum-minuman keras atau
mengkonsumsi narkoba. Pada akhirnya keluarga akan merasa malu dan kecewa atas
apa yang telah dilakukan oleh remaja. Padahal kesemuanya itu dilakukan remaja
hanya untuk melampiaskan rasa kekecewaannya terhadap apa yang terjadi dalam
keluarganya.
3.
Bagi lingkungan masyarakat
Apabila
remaja berbuat kesalahan dalam kehidupan masyarakat, dampaknya akan buruk bagi
dirinya dan keluarga. Masyarakat akan menganggap bahwa remaja itu adalah tipe
orang yang sering membuat keonaran, mabuk-mabukan ataupun mengganggu
ketentraman masyarakat. Mereka dianggap anggota masyarakat yang memiliki moral
rusak, dan pandangan masyarakat tentang sikap remaja tersebut akan jelek. Untuk
merubah semuanya menjadi normal kembali membutuhkan waktu yang lama dan hati
yang penuh keikhlasan.
E.
Cara Mengatasi
Perilaku Menyimpang pada Remaja
Dari berbagai
faktor dan permasalahan yang terjadi di kalangan remaja masa kini. Kenakalan
remaja dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat
umum maupun bagi diri remaja itu sendiri. Tindakan penanggulangan kenakalan
remaja dapat dibagi dalam:
1.
Tindakan
Preventif
Usaha
pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan melalui cara
berikut:
a.
Meningkatkan kesejahteraan keluarga.
b.
Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum,
kampung-kampung miskin.
c.
Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif
untuk memperbaiki tingkah-laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka.
d.
Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi
remaja.
e.
Membentuk badan kesejahteraan anak-anak.
f.
Mengadakan panti asuhan.
g.
Mengadakan lembaga formatif untuk memberikan
latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila
kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan.
h.
Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap
kegiatan anak delinkuen, desertai program yang korektif.
i.
Mengadakan pengadilan anak.
j.
Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran
dan kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja.
k.
Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin).
l.
Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan
remaja.
m.
Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan
kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinkuen dengan
masyarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita
mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri para remaja.
n.
Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan
kreativitas para remaja delinkuen dan nondelinkuen. Misalnya berupa latihan
vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk
bertransmigrasi, dan lain-lain.
Sebagaimana disebut di atas,
bahwa keluarga juga mempunyai andil dalam membentuk pribadi seorang remaja.
Jadi untuk memulai perbaikan, maka harus mulai dari diri sendiri dan keluarga.
Mulailah perbaikan dari sikap yang paling sederhana, seperti selalu berkata
jujur meski dalam gurauan, membaca doa setiap melakukan hal-hal kecil,
memberikan bimbingan agama yang baik kepada anak dan masih banyak hal lagi yang
bisa dilakukan oleh keluarga. Memang tidak mudah melakukan dan membentuk
keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa dilakukan dengan pembinaan yang
perlahan dan sabar.
2.
Tindakan
Represif
Usaha
menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan
mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi
tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku
tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena itu,
tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung bagi
yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai
contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam
keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua
terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata
tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus
dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
Di
lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman
terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga berhak
bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran
dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing
bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan
pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam
bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan
orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau
pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau
seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata tertib sekolah.
3.
Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan
ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap
perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan
lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering ditangani
oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Tindakan
kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain sebagai berikut:
a.
Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya
kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis dan
kultural.
b.
Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan
orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi
perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.
c.
Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang
lebih baik, atau ketengah lingkungan sosial yang baik.
d.
Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup
teratur, tertib dan disiplin.
e.
Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan,
umtuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan
disiplin tinggi.
f.
Menggiatkan organisasi pemuda dengan
program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen
itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah masyarakat.
g.
Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan
program kegiatan pembangunan.
h.
Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan
dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya. Memberikan
pengibatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan
kejiwaa.
Solusi
internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan remaja antara lain:
a.
Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya
kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus
bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui
masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
b.
Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman
sebaya untuk melakukan point pertama.
c.
Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai
kegiatan positif, seperti berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan
penyaluran hobi.
d.
Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang
baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja
harus bergaul.
e.
Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah
terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai
dengan harapan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
kenakalan
remaja (juvenile delinquency) juga berarti perilaku jahat (dursila), atau
kejahatan/ kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remajayang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang mnyimpang.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa krisis
identitas dan kontrol diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal berupa
kurangnya perhatian dari orang tua; minimnya pemahaman tentang keagamaan;
pengaruh dari lingkungan sekitar dan pengaruh budaya barat serta pergaulan
dengan teman sebaya; dan tempat pendidikan.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja akan berdampak
kepada diri remaja itu sendiri, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Solusi
dalam menanggulangi kenakalan remaja dapat dibagi ke dalam tindakan preventif,
tindakan represif, dan tindakan kuratif dan rehabilitasi.
B. Saran
Perilaku
menyimpang di kalangan remaja tidak ada habis-habisnya untuk di bahas tetapi
setidaknya untuk meminimalisir terjadinya perilaku menyimpang tersebut ada
beberapa hal yang perlu di perhatikan oleh para remaja dan orangtua yaitu:
Bagi Remaja: 1.Remaja
hendaknya menghindari teman-teman yang sering atau suka melakukan perilaku
menyimpang, karena perilaku menyimpang hanya akan membuat diri sendiri semakin
mendapat berbagai masalah dan hanya akan merusak masa depan. Dan cobalah untuk
mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan-kegiatan positive seperti pergi
ke tempat beribadah,dll.
Bagi
Orangtua:Orang tua hendaknya harus mengetahui keberfungsiannya dengan
memberikan perhatian, kasih sayang dan rasa aman bagi anak-anak remaja, karena
dimasa-masa remaja anak-anak masih sangat membutuhkan dorongan dan kasih sayang
dari orangtua. Dan orangtua harus terbuka kepada anak, agar anak-anak juga
terbuka kepada orangtua, sehingga apa yang mereka alami dalam pergaulan mereka
sehari-hari, mereka tidak segan-segan untuk menceritakannya kepada orangtua,
sehingga orangtua mudah untuk mengontrol dan memberikan arahan kepada anak-anak
remaja mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini ,(2013). Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja.Depok : PT Raja
Grafindo
Santrock, John W. (2007). Remaja. Ed. 11 Jilid 2, Jakarta : Erlangga
Santrock,
J.W. (2007). Remaja. Ed. 11 jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta :
Kencana Prenada Media
Group
Cynthia, T.
(2007). Konformitas kelompok pada
perilaku seks bebas pada remaja. Jurnal psikologi, 1(1), 76-77.
Hurlock,
E.B. (1980). Psikologi perkembangan:
Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Ed. Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Mertia,
E.N. dkk. (2011). Hubungan antara
pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang tua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Jurnal
Wacana Psikologi, 3(6), 114-115.
Sarwono,
S.W. (2015). Psikologi remaja. Ed.
Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sodik, M.A.
(2014) Sikap pencegahan aborsi ditinjau
dari pengetahuan tentang bahaya dan resiko kesehatan.Strada jurnal ilmiah
kesehatan, 2(1), 1-3.
Sumara, Dadan ,dkk.
(2017). Kenakalan Remaja Dan
Penanganannya. Jurnal
Penelitian
&PPM.4(4), 129-389
Mantiri, Vive Vike.
(2014). Perilaku Menyimpang Di Kalangan
Remaja Di
Kelurahan Pondang, Kecamatan
Amurang Timur kabupaten Minahasa
Selatan.
Journal.3(1)
Rahmat, Diding. (2013).
Problematika Geng Motor di Kabupaten Kuningan dalam
Prespektif Sosiologi Hukum. Jurnal Unifikasi. 1(1), 2354-5976
Ulfa, Mimi. (2017).
Pengaruh Kecanduan game Online Terhadap Perilaku remaja Di
Mabes
Game Center Jalan HR. Subrantas
Kecamatan Tampan Pekanbaru.
Jom.
Fsisip. 4 (1), 1-13
Komentar
Posting Komentar