MAKALAH Perkembangan Moral


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini baik bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalahini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahani materi perkembangan moral pada remaja.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman kami yang sangat kurang. Oleh kerena itu diharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Makassar, September 2018

Penyusun







DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
Mind Mapping.......................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan
1.1.Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian Perkembangan Moral................................................................3
2.2 Teori Para Ahli Tentang Perkembangan Moral..........................................3
2.3 Perubahan Konsep Perkembangan Moral...................................................6
2.4 Konteks Perkembangan Moral....................................................................7
2.5 Perbedaan Perkembangan Moral Laki-laki dan Perempuan.....................10
2.6 Pengaruh Media dan teknologi terhadap pembentukan moral remaja   sebagai generasi Muda.............................................................................12
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan...............................................................................................16
3.2 Saran..........................................................................................................16
Daftar Pustaka......................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Secara Psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan msayrakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada ditingkatan yang sama. Menurut Hull usia remaja berkisar antara 12-25 tahun. Pada masa remaja terjadi banyak perubahan baik secara fisik, psikologis maupun secara sosial.
Menurut teori perkembangan Piaget, usia remaja termasuk ke dalam tahap Oprasianal formal dalam kemampuan kognitif. Dimana pada periode ini anak memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi, ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Salah satu yang menjadi topik perkembangan dalam remaja adalah masalah pembentukan moral remaja yang dianggap sebagai penentu. Moral adalah ajaran tentang baikburuk  suatu  perbuatan  dan  kelakuan, akhlak,  kewajiban,  dan  sebagainya (Purwadarminto:   1950:  957).  Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik  dan  perlu  dilakukan,  serta  sesuatu perbuatan  yang  dinilai  tidak  baik  dan perlu  dihindari.  Moral  berkaitan  dengan kemampuan  seseorang  untuk membedakan  antara  perbuatan  yang benar dan yang  salah. Dengan demikian,moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku.
Remaja harus mempelajari apa yang menjadi harapan kelompok dan kemudian membentuk perilaku tersebut agar sesuai tanpa harus dibimbing,diawasi,didorong dan diancam seperti pada masa anak-anak. Remaja diharapkan mampu mengganti onsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya kedalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Remaja juga harus mampu mengendalikan perilakunya sendiri yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan gurunya sekarang harus menjadi tanggung jawabnya sendiri.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud perkembangan moral dan spiritual?
2.      Bagaimana teori para ahli tentang perkembangan moral?
3.      Bagaiman perubahan konsep moral pada remaja?
4.      Bagaimana konteks perkembangan moral?
5.      Bagaimana perbedaan perkembangan moral pada laki-laki dan perempuan?
6.      Bagaimana pengaruh media dan teknologi terhadap pembentukan moral remaja?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mngetahui pengertia perkembangan moral dan spiritual.
2.      Untuk mengetahui pandangan teori para ahli tentang perkebangan moral
3.      Untuk mengetahui perubahan konsep moral pada remaja
4.      Untuk mengetahui konteks perkebangan moral pada remaja
5.      Untuk mengetahui perbedaan moral pada laki-laki dan perempuan.
6.      Untuk mengetahui pengaruh mediaa dan teknologi terhadap pembentukan moral remaja




BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian perkembangan moral
Menurut Santrock (2007:301) Perkembangan Moral (Moral Development) melibatkan pemikiran,perilaku dan perasaan dalam mempertimbangkan benar dan salah. Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai-nilai dasar dan penghayatan mengenai diri) serta dimensi interpersonal (fokus mengenai hal-hal yang sebaiknya dilakukan ketika berinteraksi dengan orang lain). Dimensi interpersonal meregulasi aktivitas-aktivitas seseoraang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial. Dimensi interpersonal meregulasi interaksi sosial seseorang dan konflik-konflik yang muncul.

2.2  Teori para ahli tentang perkembangan moral
a.       Piaget mengembangngkan teori perkembangan moral remaja dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara ekstensif melalui anak – anak bermain kelereng berusia 4 hingga 12 tahun untuk mempelajari mengenai bagaimana mereka menggunakan dan memikirkan aturan dalam permainan. Ia menyimpulkan bahwa anak – anak berpikir melalui dua cara yang berbeda mengenai moralitas, tergantung pada kematangan perkembangannya yaitu :
1.      Moralitas Heteronom (heteronomous morality) adalah tahap pertama dari perkembangan moral dalam teori piaget yang berlangsung antara usia 4 hingga 7 tahun. Keadilan dan aturan – aturan dipandang sebagai sifat –sifat mengenai dunia yang tidak dapat diubah, dihilangkan dari kontrol manusia. Seorang pemikir heteronom menentukan benar atau tidaknya perilaku dengan mempertimbangkan konsekuensi dari perilaku tersebut, bukan intensi dari aktor. Dalam heteronom juga dipercayai immanent justice, gagasan bahwa apabila sebuah aturan dilanggar, maka hukuman akan segera diterima.
2.      Moralitas Otonom (autonomous morality)adalah tahap kedua dari perkembangan moral dalam teori piaget, yang diperlihatkan oleh anak – anak yang lebih besar (sekitar 10 tahun keatas). Anak menyadari aturan – aturan dan hukum – hukum yang diciptakan oleh orang dan bahwa dalam memutuskan suatu tindakan, seseorang seharusnya mempertimbangkan intensi aktor maupun konsekuensinya. Anak – anak yang berusia 7 hingga 20 tahun yang berada dalam masa transisi diantara dua tahap inimemperlihatkan sejumlah ciri dari kedua tahp ini.
b.      Martin Hoffman (1980) mengembangkan teori disekuilibrium kognitif (cognitive disequilibrium theory), yang menyatakan bahwa remaja merupakan suatu periode penting dalam perkembangan moral , khusunya ketika individu beralih dari lingkungan yang relatif homogen ke lingkungan yang lebih heterogen disekolah menengah atas dan kampus.
c.       Teori Kohlberg salah satu pandangan yang provokatif mengenai perkembangan moral adalah pandangan moral yang diciptakan oleh Lawrence Kohlberg (1958, 1976, 1986), yang berpendapat bahwa perkembangan moral terutama didasarkan pada penalaran moral, yang kemudian berkembang dalam serangkaian tahap – tahap dan tiga tingkatan. konsep penting dalam perkembangan moral menurut kohler ialah interbalisasi (internalization),yaitu perubahan perkembangan dari perilaku yang awalnya dikontrol secara eksternal menjadi perilaku yang dikontrol oleh standar-standar dan prinsip-prinsip sosial.
Berikut adalah 3 tingkatan perkembangan moral menurut Kohlberg :
1)   Tingkat 1, Penalaran prakonvensional (Preconventional reasoning).
Ditingkat ini, individu belum memperlihatkan adanya internalisasi dari nilai-nilai moral-penalaran moral dikontrol oleh hadiah dan hukuman eksternal. Pada tingkat ini terbagi menjadi 2 tahap,yaitu :
a.       Tahap 1, Moralitas Heternom (Heternom morality. Ditahap ini pemikiran moral sering kali dikaitkan dengan hukuman.
b.      Tahap 2, Individualisme, tujuan instrumental,dan pertukaran (individualism,instrumental purpose,and exchange). Ditahap ini individu berusaha memuaskan kepentingannya sendiri namun mereka juga membiarkan orang lain bertindak serupa.
2)   Tingkat 2,penalaran Konvensional (conventional reasoning).
Ditingkat ini internelasisai yang dilakukan bersifat menengah.individu mengikuti sandar-standar tertentu (internal),namun standar-standar itu ditetapkan oleh orang lain(eksternal).
a.       Tahap 3, Ekspektasi interpersonal timbal-balik, relasi dan konformitas interpersonal (Mutual interpersonal expectations, relationships,and interpersonal conformity). Pada tahap, individu menilai kepercayaan,kepeduliaan dan loyalitas terhadap orang lain sebagai dasar dari penilaian moral. Pada tahap ini,anak-anak dan remaja sering kali mengadopsi standar moral dari orang tua,mencari apa yang boleh orang tua akan dianggap sebagai “anak baik”.
b.      Tahap 4, Moralitas sistem sosial (Social System morality). Dalam tahap ini penilaian moral didasarkan pada pemahaman mengenai keteraturan sosial,hukum,keadilan dan tugas.
3)   Tingkat 3, penalaran pascakonvensional (Postconvensional reasoning).pada tingkat moralitas sepenuhnya diinternalisasi da tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Individu mengenali kembali alternatif pelajaran-pelajaran moral, mengeksplorasi pilihan-pilihannya, dan kemudian menentukan aturan-aturan moral personalnya.
a.       Tahap 5, Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individuall (social contract or utility and individual rights). Pada tahap ini, individu bernalar bahwa beebagai nilai,hak dan prinsip perlu melandasi atau melampaui hukum.seseorang mengevaluasi validitas dari hukum yang ada, dan sistem sosial dapat dinilai menurut sejauh mana sistem sosial tersebut menjamin dan melindungi hak-hak dan nilai-nilai individu.
b.      Tahap 6, Prinsip etika Universal (Universal ethical principles). Dalam tahap ini seseorang mengembangkan sebuah standar moral berdasarkan hak-hak universal manusia. Ketika dihadapkan pada sebuah konflik antara hukum dan suara hati, seseorang bernalar bahwa suara hati sebaiknya diikuti,meskipun kepuasannya mungkin memiliki resiko.
2.3  Perubahan konsep moral pada remaja
Ada dua kondisi yang membuat penggantian konsep moral khusus ke dalam konsep yang berlaku umum tentang benar dan salah yang lebih sulit daripada yang seharusnya.
a.    Pertama, kurangnya bimbingan dalam mempelajari bagaimana membuat konsep khusus berlaku umum. Dengan percaya saja bahwa remaja telah mempelajari prinsip pokok tentang benar dan salah, orangtua dan guru jarang menekankan dalam usaha pembinaan remaja untuk melihat hubungan antara prinsip khusus yang dipelajari sebelumnya dengan prinsip umum yang penting untuk mengendalikan perilaku dalam kehidupan orang dewasa . hanya dalam bidang baru perilaku, seperti hubungan denga anggota lawan jenis, orang dewasa merasa perlu memberikan pendidikan moral lebih lanjut.
b.     Kondisi kedua yang membuat sulitnya penggantian konsep moral yang berlaku khusus dengan konsep moral yang berlaku umum berhubungan dengan jenis disiplin yang diterapkan dirumah dan di sekolah. karena orangtua dan guru mengasumsikan bahwa remaja mengetahui apa yang benar, maka penekanan kedisiplinan hanya terletak pada pemberian hukuman pada perilaku salah yang dianggap segaja dilakukan. Penjelasan mengenai alasan salah tidaknya suatu perilaku jarang ditekankan dan bahkan jarang memberi ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar.
Mitchell telah meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja diantaranya :
a.    Pandangan moral indvidu makin lama makin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b.    Keyakinan lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c.    Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ini mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dank ode pribadi dari pada masa kanak – kanak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d.   Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e.    Penialaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
2.4  Konteks perkembangan moral
a.    Pengasuhan
Bagi Piaget dan Kohlberg berpendapat bahwa orangtua tidak menyediakan masukan yang unik atau esensial bagi perkembangan moral anak – anak. Mereka berpendapat bahwa orangtua memiliki kewajiban memberikan kesempatan untukpengambilan-peran dan mengalami konflik kognitif, namun mereka menyediakan peran primer dalam perkembangan moral bagi kawan – kawannya. Secara umum, penalaran moral ditingkat yang lebih tinggi pada remaja,, berkaitan dengan pengasuhan yang suportif dan mendorong remaja untuk mengajukan pertanyaan dan memperluas penalaran moral mereka (Eisenberg & morris, 2004).
1)   Disiplin orangtua menurut teori psikoanalisis dari freud, aspek pengasuhan anak yang dapat mendorong perkembangan moral adalah praktik yang menanamkan rasa takut terhadap hukuman dan kehilangan cinta orang tua. Para ahli perkembangan anak yang mempelajari teknik pengasuhan anak dan perkembangan moral teknik – tekniknya meliputi :
·      Menarik cinta (love withdrawal) berkaitan erat dengan penekanan psikoanalisis terhadap takut akan hukuman dan kehilangan cinta orang tua.ini merupakan suatu teknik dimana orang  tua tidak memberikan atensi atau cintanya kepada remaja ; contohnya orangtua menolak berbicara kepada remaja atau menyatakan bahwa ia menyatakan bahwa ia tidak menyukai anak itu.
·      Memperlihatkan kekuasaan (power assertion) adalah suatu teknik disiplin dimana orangtua berusaha memperoleh control terhadap remaja atau terhadap sumber daya remaja. Contohnya, memukul, mengancam, atau mengentikan hak.
·      Membujuk (induction) adalah suatu teknik disiplin dimana orang tua menggunakan penalaran dan penjelasan mengenai konsekuensi dari tindakan remaja terhadap orang lain. Contoh membujuk adalh, jangan memukulnya. Ia hanya mencoba membantu” dan “mengapa kamu berteriak kepadanya? Ia tidak bermaksud melukai perasaanmu.”
2)              Mengasuh moral anak-anak dan remaja, disiplin orangtua berkonstribusi bagi perkembangan moral anak – anak, namun aspek lain dari pengasuhan juga memainkan peranan yang penting, seperti memberikan peluang untuk meninjau dari perspektif lain dan melakukan modeling terhadap perilaku dan berpikir moral.sebuah penelitian menyimpulkan bahwa, secara umum anak-anak yang bermoral cenderung memiliki orang tua yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Eisenberg & Valient, 2002, h. 134) :
·      Hangat dan suportif disbanding menghukum
·      Menerapkan disiplin melalu cara membujuk
·      Memberikan peluang kepada anak – anak untuk mempelajari perspektif dan perasaan orang lain.
·      Melibatkan anak – anak dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan memberikan peluang bagi anak-anak untk melakukannya juga.
·      Memberikan informasi mengenai perilaku yang diharapkan dan disertai alasan mengapa.
·      Mendorong penghayatan moral yang lebih bersifat internal dibandingkan eksternal.
b.    Sekolah
Sekolah merupakan konteks penting dalam perkembangan moral,moral dapat terbentuk melalui lingkungan sekolah dan pendidikan moral banyak didebat dalam lingkungan pendidikan.
1)      Kurikulum Tersembunyi (hidden curriculum)
John Dewey (1933) mengatakan bahwa meskipun seandainya sekolah tidak memberikan program spesifik dalam pendidikan moral,mereka tetap dapat menerima pendidikan moral melalui kurikulum tersembunyi, yaitu iklim moral yang diciptakan melalui peratran-peraturan sekolah dan kelas, orientasi moral pada guru dan pegawai administrasi sekolah, serta materi pelajaran.melali peraturan administrasi sekolah dapat memasukkan sistem nilai tersebut. Para guru berperan sebagai model dari pelikau yang etis atau tidak etis.
2)      Pendidikan karakter
Sebuah pendekatan langsung dimana siswa diajarkan mengeani literasi moral dasar yang mencegah mereka untuk melakukan perilaku yang tidak bermoral serta melakukan sesuatu yang melukai diri sendiri dan orang lain. Lewrence Walker (2002) menyatakan bahwa pendidikan karakter perlu melibatkan diskusi yang kritis mengenai nilai-nilai dibandingkan hanya sekedar menempelkan sebuah daftar mengenai kebijaksanaan moral didinding kelas. Ia menekankan bahwa anak-anak dan remaja perlu berdiskusi dan berefleksi mengenai bagaimana menerapkan kebijaksanaan ke dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga menenkankan pentingnya menghadapkan anak muda pada teladan moral yang dapat mendorong mereka untuk mencontoh dan membuat anak muda untuk berpartisipasi dalam layanan komunitas.
3)      Penjelasan mengenai nilai
Bermaksud untuk membantu orang untuk memperjelas hal-hal yang penting bagi mereka, apa yang layak untuk dikerjakan, tujjuan hidup seperti apa yang sebaiknya berusaha diraih.
4)      Pendidikan moral kognitif pendidikan (cognitive moral education) adalah sebuah konsep yang didasarkan pada keyakinan bahwa para siswa sewbaiknya belajar menghargai nilai-nilai seperti demokrasi dan keadilan seiring dengan perkembangan penalaran moral mereka.
5)      Service Learning adalah suatu bentuk pendidikan yang bertujuan untuk mendorong tanggung jawab sosial dan memberikan pelayanan kepada komunitas. Tujuan service learning bagi remaja adalah untuk mengurangi kecenderungan untuk terpusat pada diri sendiri dan menumbuhkan motivasi yang lebih kuat untuk menolong orang lain. Dalam service learning remaja terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti tutoring, menolong orang lanjut usia, bekerja dirumah sakit, membantu dipusat penitipan anak atau sebagai tenaga kebersihan ditaman bermain.
2.5  Perbedaan Antara Perkembangan Moral Laki-laki dan Perempuan
Pendidikan  moral  bukanlah  perkara sepele  atau  main-main.  Telah  terjadi  diskusi panjang  tentang  bagaimana  pendidikan  moral dilakukan  sehingga  nilai-nilai  dapat  terinternalisasi  dengan  baik  dan  muncul  perilaku moral  yang  sesuai  dengan  nilai-nilai  tersebut. Banyak  teori  bermunculan  tentang  perkembangan  moral  dan  pendidikan  moral.  Dari mulai Jean piaget, Lawrence kolhberg, Marvin W. Ber-kowitz, Thomas Lichona, Elliot Turiel, Larry P. Nucci,  Jonathan Haidt, sampai Darcia Narvaez telah banyak melahirkan teori tentang perkembangan moral dan pendidikan moral. Teori Perkembangan Moral Jean  Piaget  bisa  dibilang  sebagai  orang yang  pertama  kali  meneliti  perkembangan moral (Lapsley, 2006).  Piaget meneliti  moral judgmentpadaanak,  dan  menulis  buku berjudul  “The  Moral  Judgment  of  The Child“  pada  tahun  1932.  Penelitian  Piaget kemudian  dikembangkan  oleh  Lawrence Kohlberg pada tahun 1970-an. Teori Kohlberg mengenai  Moral  Reasoning  atau  Cognitive Model  of  Moral  Development  mendapatkan banyak  perhatian  dan  memberikan  pengaruh pada  penelitian-penelitian  mengenai  perkembangan moral. Namun  demikian,  teori  Kohlberg  tidak lepas  dari  kritik.  Carol  Gilligan,  seorang feminis  misalnya,  menyampaikan  kritik  pada artikelnya yang cukup berpengaruh di Harvard Educational Review pada tahun 1997 dan buku best-sellernya  In a Different Voice  pada tahun 1982. Gilligan mengklaim bahwa moralitas perempuan  secara  kualitatif  berbeda  dibanding moralitas laki-laki. Menurutnya,  prinsip  moral reasoning  perempuan  adalah  ethic  of  care, sedangkan  laki-laki adalah  ethic  of  justice (Walker,  2006).  Gilligan  mengkritik  bahwa Kohlberg  hanya  membatasi  diri  pada  pada prinsip keadilan (ethic of justice), dan bersifat diskriminatif  karena  tidak  mempertimbangkan perbedaan gender.Menurut Gilligan, perempuan cenderung mendasarkan perilakunya pada kepedulian yang berupa kemampuan mendengarkan kisah-kisah orang lain dan diri sendiri. Paham etika ini menekankan pentingnya hubungan antar sesama manusia. Pendekatan ini menolak pendekatan absolut, objektif dan imparsial (tidak memihak) yang diciptakan oleh kaum laki-laki dan  mengharapkan tercipta suatu keselarasan antara kepentingan sendiri dengan kepentingan pihak lain, disamping mengembangkan hubungan yang didasarkan pada peduli kasih bersama.Teori etika  yang dicetuskan Carol Giligan berlandaskan  kepedulian (care) sehingga etika ini disebut sebagai ethics of care. Teori etika ini menggunakan sifat keibuan (maternal) yang dimiliki oleh perempuan. Etika ini lebih mendasari teorinya pada unsur kepedulian yang berdasarkan emosi ketimbang unsur rasionalitas. Gilligan dalam konsep etika kepedulian menyatakan bahwa moralitas itu tidak mutlak. Kedua, hakikat manusia dalam konsep etika kepedulian Carol Gilligan adalah person yang unik dalam relasi personal yang nyata dengan tetap menjaga keharmonisan jiwa-badan diri dan “yang lain”. Etika Kepedulian merupakan bentuk moralitas khas perempuan dalam berrelasi sehingga nampak sebagai pribadi yang unik bagi perempuan dan laki-laki, namun tetap dipahami sebagai Homo Equalis yang mempunyai hubungan fungsional komplementer.
Kritik lain disampaikan oleh Eliot Turiel dengan social cognitive domain theory. Dalam beberapa  hal,  antara  Kohlberg  (structuraldevelopment  theory)  dan  Turiel  (socialcognitive  domain  perspectives)  sebenarnya memiliki beberapa kesamaan. Keduannya menyampaikan bahwa perkembangan moral akan lebih baik dipahami dengan menganalisa moral judgment. Emosi dianggap terpisah dan tidak memotivasi  kekuatan  moral  judgment,dangkan perilaku dianggap hasil dari moral judgment.
2.6 Pengaruh  media dan teknologi terhadap pembentukan moral remaja sebagai generasi muda
Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Sehingga Adanya teknologi yang berupa internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat dan kebanyakan sudah menjadi sebagai gaya hidup seseorang. (Wawan wardiana, 2002)
Selain itu, pengaruh media massa amat besar ke atas generasi muda, khususnya golongan pelajar dan remaja. Media massa mempunyai peranan untuk menyampaikan informasi dari masyarakat yang berada dibelahan dunia yang satu kemasyarakat dari belahan dunia yang lain, selain peranan ini media massa juga mempunyai peranan untuk melakukan tugas pengawasan dalam arti mengawasi kegiatan yang ada dimasyarakat supaya sesuai dengan standar yang berlaku dimasyarakat, selain fungsinya untuk mendidik dan menghibur (Marcelino Sumolang, 2013).
Di tengah arus globalisasi, lingkungan pendidikan remaja,kini tidak lagi monoton dan terbatas di dalam lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan. Anak bisa jadi berada di dalam lingkungan sekolah, namun kini dia punya akses untuk berhubungan, melihat langsung dan bisa jadi terlibat dalam kehidupan lain di dunia lain dengan media teknologi dan informasi.
Moralitas merupakan bentuk kesepakatan masyarakat mengenai apa yang layak dan apa yang tidak layak dilakukan, mempunyai sistem hukum sendiri. Hampir semua lapisan masyarakat mempunyai suatu tatanan masing-masing, bahkan komunitas terkecil masyarakat kadang mempunyai moral/etika tersendiri dengan sistemnya sendiri. (Sofa Muthohar, 2013)
Kemajuan teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar kepada umat manusia dengan segala peradaban dan budayanya. Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai dan moral yang ada dimasyarakat. Hal ini kemudian mengakibatkan pergeseran batas kesopanan dan moralitas, dari dulu yang tidak pantas menjadi biasa-biasa, dari dulu yang sangat tidak mungkin dibayangkan menjadi kenyataan dan lain-lain.
Teknologi dan media memiliki pengaruh besar tehadap pembentukan dan perkembangan moral remaja antara lain dalam bidang budaya dan sosial, perubahan pola hidup dan lain-lain. Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai priode badai dan tekanan (strum and drang atau storm and stress), suatu masa yang ditandai dengan ketegangan emosi yang tinggi secara internal sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar yang secara eksternal karena adanya tekanan sosial dalam menghadapi kondisi lingkungan yang baru akibat dari kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi keadaan lingkugan (Nurihsan dan Agustin, 2013). Oleh karena itu, pengaruh media dan teknologi sering dikaitkan dengan aktifitas-aktifitas negatif sehingga memiliki dampak negatif pula. Berikut merupakan dampak negative teknoloogi dilihat dari aspek sosial budaya (Muhamad Ngafifi, 2014):
1.      Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai ke-inginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani.
2.      Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi- tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan kekuatan sentripetal yang berperan pen-ting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti per- kelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Peran keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan moral remaja yang sedang berada dalam priode badai dan tekanan. Hal ini juga dapat menekan serta mengatasi pengaruh negatif dari kemajuan tehnologi pada remaja. Adapun peran keluarga sebagai berikut:
1.      Sebagai agen sosialisasi yang pertama dan yang utama, keluarga seharusnya dapat menanamkan nilai dan norma yang positif kepada anak dengan membekali dan meletakkan pondasi keimanan yang kokoh kepada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak menjadi angkuh dan me- lupakan Tuhan dalam aktifitas kehi- dupan modern yang serba canggih.
2.      Keluarga harus selektif dalam menen- tukan skala prioritas kebutuhan teknologi bagi keluarga. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengurangi cara hidup ma- nusia modern yang cenderung konsumtif terhadap produk teknologi. Selain itu, penentuan skala prioritas diperlukan agar teknologi yang dipergunakan benar-benar memberikan manfaat yang besar bagi keluarga. Misalnya, jika suatu keluarga sudah memiliki sebuah televisi mereka tidak perlu membeli televisi untuk setiap anggota keluarga yang diletakkan di kamar masing-masing, karena hal itu akan mengakibatkan pemborosan dan merupakan pola hidup yang tidak efektif dan efisien.
3.      Orang tua harus update terhadap perkem- bangan teknologi sehingga mereka tidak gaptek. Setidaknya orang tua modern saat ini harus memiliki kemampuan dalam penggunaan smartphone, internet basic (email, browsing, blogging, and cathing), dan jika memungkinkan penggunaan so- sial media online seperti: yahoo messe- nger, facebook, twitter, skype, dan inter- net relay chatting.
4.      Perlunya bimbingan dan pengawasan dari orang tua kepada anak-anaknya dalam pemanfaatan teknologi, khususnya tekno- logi informasi dan komunikasi seperti televisi, handphone, komputer dan inter- net.
5.      Orang tua meluangkan waktu untuk berkumpul, bermain, dan bercengkrama
dengan anggota keluarga. Dengan demikian akan terjalin interaksi yang baik sehingga harmonisasi hubungan dalam keluarga dapat terjaga.
6.      Menumbuhkan kesadaran kepada anak tentang dampak negatif dari teknlogi bagi kehidupan mereka di masa depan. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada anak dalam memanfaatkan teknologi namun harus bisa dipertanggungjawabkan.
Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu aspek yang turut mempengaruhi setiap aktivitas, tindakan, serta perilaku manusia. Upaya-upaya yang dapat kita lakukan sebagai solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari kemajuan teknologi teradap pembentukan moral remaja adalah dengan menanamkan kesadaran pada tiap individu tentang pentingnya memahami dampak negative dari kemajuan teknologi. Untuk itulah dibutuhkan peran akif dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan Negara dalam mencegah, mengurangi, dan menaggulangi dampak negative dari kemajuan teknologi (Muhamad Ngafifi, 2014).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya memperoleh  pengertian saja tetapi juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya. Teori perkembangan moral dikaji oleh 3 tokoh yaitu piaget, Hoffman dan Kohlberg. Piaget memaparkan 2 teori yaitu heteronom dan otonom. Hoffman mengembangkan teori piaget dan diberi nama teori . sedangkan Kohlber memiliki 3 tinhkatan dan 6 tahap dalam memahami perubahan moral yaitu tingkat penalaran Prakonvensioanl,Konvensioanl dan pasca konvensional.
Konterks terbentuinya moral dapat terjadi karena faktor pengasuhan dan sekolah. Moral pada laki-laki dan perempuan berbeda. Prinsip  moral reasoning  perempuan  adalah  ethic  of  care, sedangkan  laki-laki adalah  ethic  of  justice
3.2 Saran
Dalam masa perkembangan anak, sebaiknya orang tua melakukan tugasnya dan fungsinya sebaik mungkin untuk mendidik dan mengarahkan anak agar tumbuh nilai-nilai moral yang menjadi panduan anak dalam melangkah dan menentukan sikap dalam masyarakat umum.







DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
Dariyo,Agoes.2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.
Hurlock,Elizabeth B.2003.Psikologi Perkembangan Edisi kelima.jakarta:Erlangga
Santrock,John W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta :Erlangga.
Referensi Jurnal :
Marcelino Sumolong “Peranan Internet Terhadap Genersi Muda di Desa Tounelet Kecamatan Longowan Barat,” Journal Volume II. No. 4. Tahun 2013.
Muhamad Ngafif. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya,” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014.
Rahman,Agus Abdul. 2010. Teori Perkembangan Moral dan Model Pendidikan Moral.Bandung: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol.III, No.1 : 37-44.
Sofa Muthohar. “Antisipasi Degradasi Moral di Era Globalisasi,” Jurnal Pendidikan Islam Vol. 7, Nomor 2, Oktober 2013.


Referensi Internet :
(PDF) Sukiniarti FKIP UT. “Membangun Karakter  Peserta Didik Melalui Pendidikan Moral” http://repository.ut.ac.id/2532/1/fkip201020.pdf  (Diakses 11 September 2018).
 (PDF) Wawan Wardiani. “Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia”http://eprints.rclis.org/6534/1/WAWAN_PERKEMBANGAN_TI.pdf (Diakses 11 September 2018).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA