MAKALAH PERKEMBANGAN REMAJA OLEH KELOMPOK 4


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang dimulai dengan perubahan biologis pada masa pubertas dan diakhiri dengan masuknya seseorang ke dalam tahap kedewasaan.Masa remaja juga merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, masa ini juga masa yang paling berat, dimana ada krisis identitas seperti yang dikemukakan oleh tokoh Erik Erikson (identitas vs kekacauan identitas).Dalam kehidupan kita sehari-hari tak jarang kita menemukan berbagai kasus tentang remaja, yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, seperti faktor internal (diri, self) dan faktor ekternal (lingkungan keluarga, sosial). Oleh karena itu disini saya akan mengankat pembahasan tentang perkembangan psikososial pada masa remaja. 
Masa remaja adalah masa datangnya pubertas 11-14 tahun sampai usia sekitar 18 tahun yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Masa perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil di tuntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya (Monks, 2003).
Berbicara mengenai perkembangan psikososial pada masa remaja, tentunya yang perlu dipahami adalah bagaimana mengetahui, memahami, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata tentang proses perkembangan remaja dalam lingkup psikososial dan bagaimana pola pengasuhan yang baik untuk anak. Pada studi ini tak hanya membahas bagaimana kepribadian terbentuk karena faktor internal, tetapi juga karena faktor eksternal yakni salah satunya lingkungan. Karena  dalam lingkungan sangat sulit  dilepaskan dari interaksi sosial. Sehingga, mau tidak mau kita harus berinteraksi, entah itu bersama satu orang, dua orang, atau lebih.Dalam hal ini untuk bisa menyelaminya lebih dalam dan tentunya tidak lepas dari psikologi rentang perkembangan manusia.Untuk itu dalam makalah ini kita membahas perkembangan psikososial pada masa remaja.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja gaya pengasuhan orang tua pada remaja?
2.      Bagaimana pembentukan identitas diri pada remaja?
3.      Bagaimana teori psikososial pada perkembangan remaja?
4.      Bagaimana perkembangan remaja dengan teman sebaya?
5.      Bagaimana perbedaan gender dalam perkembangan remaja?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui gaya pengasuhan orang tua pada remaja.
2.      Untuk mengetahui pembentukan identitas diri pada remaja.
3.      Untuk mengetahui teori psikososial pada perkembangan remaja.
4.      Untuk mengetahui perkembangan remaja dengan teman sebaya.
5.      Untuk mengetahui perbedaan gender dalam perkembangan remaja.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Orang Tua dan Gaya Pengasuhan Remaja
            Hubungan dengan orangtua selama masa remaja pada tingkat konflik dan keterbukaan komunikasi didasarkan pada besarnya kedekatan emosi selama perkembangan masa anak dan hubungan masa remaja dengan orang tua, pada giliranya membentuk tahap-tahap kualitas sebuah hubungan dengan pasangannya di masa dewasa (Overbeek, Stattin, Vermulst, Ha, & Engels, 2007).
            Kebanyakan remaja melaporkan memiliki hubungan yang baik dengan orangtua mereka (Gutman & Ecclees, 2007).Tetap saja, masa remaja membawa tantangan istimewa.Hanya saat remaja merasakan tekanan antara ketergantungan pada orang tua mereka dan kebutuhan untuk melepaskan diri, orang tua menginginkan anak-anak mereka menjadi mandiri, tetapi sulit untuk melepaskannya.Orang tua harus berjalan pada garis lurus antara memberikan anak-anaknya cukup kemandirian dan melindungi mereka dari ketidakmatangan penyimpangan dalam penalaran. Tekanan dapat mengarahkan keluarga pada konflik, dan gaya pengasuhan dapat mempengaruhi bentuk dan hasilnya. Pengawasan efektif tergantung pada seberapa besar remaja membiarkan orang tua mereka mengetahui aktifitas sehari-hari dan keterbukaan seperti itu tergantung pada atmosfer yang dibangun oleh orang tua.Begitu juga dengan anak yang lebih muda, hubungan remaja dengan orang tua tergantung pada situasi kehidupan orang tua seperti pekerjaan mereka, status pernikahan, serta status sosial ekonominya.
            Ada bermacam cara untuk menggolongkan tingkah laku orangtua terhadap remaja. Salah satu pendekatan yang sering dipilih, berakar dari kinerja oleh seorang ahli psikologi Diana Baumrind menggambarkan adanya 2 macam tingkah laku orang tua terhadap remaja yaitu : “parental responsiveness”dan “parental demandingness”. Parental responsiveness menunjukkan pada sejauh mana orang tua menanggapi kebutuhan-kebutuhan remaja dalam suatu sikap menerima dan mendukung, sedangkan parental demandingness  menunjukkan pada sejauh mana orang tua menaruh harapan dan tuntutan perilaku bertanggung jawab dan matang pada remaja. Baumrind menempatkan kedua macam itu dalam parental behavioral. Macam-macam gaya pengasuhan orang tua yakni:
1.      Gaya pengasuhan Authoritative
     Konsep Baumrind yang pertama adalah authoritativeyaitu orang tua memiliki responsifitas yang tinggi dan menaruh harapan serta tuntutan yang tinggi juga. Orang tua ini berusaha untuk menunjukkan atau mengatur aktivitas remaja melalui penggunaan cara yang berpusat pada isu rasional. Melalui penjelasan kepada remaja dan mempertimbangkan dengan mereka, orang tua berusaha untuk merangsang tingkah laku yang diinginkan para remaja.
     Orang tua authoritativeberusaha untuk mengontrol remaja, oleh karena itu, orang tua macam ini memberi dorongan lisan (verbal) saling memberi dan menerima, karena orang tua disini mengizinkan remaja duduk bersama-sama dengan dirinya untuk mempertimbangkan apa yang tersirat dibalik kebijakan mereka. Orang tua menggunakan kontrol terhadapremaja, tetapi tidak membebani remaja dengan restriksi atau kekangan, walaupun pemeliharaan tersebut merupakan hak-hak orang tua dan orang dewasa, namun orang tua authoritative, berusaha mengkombinasikan kekuasaan atau kewenangan, untuk membesarkan remajadengan aturan-aturan yang dilihat sebagai hak-hak dan tugas-tugas atau kewajiban orang tua dan remaja yang saling melengkapi.
     Gaya pengasuhan authoritativemenggambarkan orang tua yang mempunyai harapan yang tinggi, memberi penjelesan terhadap peraturan, dan menciptakan lingkungan yang hangat dan melindungi remaja.Orang tuaauthoritativeadalah memberi dukungan, membuat standar yang wajar, nilai kontrol diri, dan memberikan kepada remaja mengenai peraturan yang mereka buat.Mereka percaya bahwa orang tua dan remaja sama-sama punya hak tetapi pennettuan akhir dalam pengambilan keputusan ada pada orang tua.
     Orang tua authoritativetinggi dalam responsivenessdan demandingness.Orang tuaauthoritativehangat, akarab dan disiplin.Mereka mengenakan seperangkatstandar untuk mengatur tingkah laku remaja tetapi membangun harapan-harapan yang disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan remaja.Orang tua authoritativemenanamkan kebiasaan rasional, berorientasi pada masalah, dan sering kali menyenangkandalam perbincangan dan penjelasan diseputar persoalan disiplin dengan remaja.
2.      Gaya Pengasuhan Authoritarian
     Gaya pengasuhan orang tua kedua diberi nama authoritarianyaitu responsifitas orang tua rendah dan terlalu tinggi tuntutan terhadap anak. Orang tua berusaha untuk menentukan, mengontrol, dan menilai tingkah laku dan sikap remaja sesuai dengan yang telah di tentukan, terutama berdasarkan standar absolute yang mengenai perilaku.Orang tua menekan nilai kepatuhan yang tinggi terhadap kekuasaan atau wewenangnya. Ayah dan ibu menyetujui tindakan menghukum, memaksa dengan kuat untuk mengekang kehendak diri bilamana perilaku dan keyakinan remaja bertentangan dengan apa yang dipandang benar menurut pemikiran orang tua.
     Orang tua percaya pada kepatuhan, kekuasaan atau kewenangan yang dikombinasikan dengan suatu orientasi kepatuhan terhadap kerja, pemeliharaan terhadap perintah, dan sturktur social tradisional.Orang tua authoritariantidak memberi dorongan dengan lisan (verbal) tentang “memberi dan menerima”. Malahan ia yakin atau percaya bahwa seorang remaja akan menerima dengan baik perkataan atau perintah orang tua mengenai tingkah laku mana yang dipandang baik oleh orang tua. Orang tua authoritarianmencoba untuk mengontrol remaja dengan peraturan.Mereka menggunakan ganjaran dan hukuman untuk membuat perintah dan tidak menjelaskannya.Orang tua authoritarianmenuntut dan kurang memberi otomasi, serta gagal memberikan kehangatan kepada remaja mereka.Orang tua authoritariancenderung lebih suka menghukum, tidak boleh tawar-menawar (absolut), dan bertindak disiplin seperti pemimpin yang kuat.
     Perkataan meberi dan menerima tidaklah lazim atau umum di dalam rumah tangga authoritarian adalah bahwa remaja menerima tanpa beleh bertanya mengenai aturan dan standar yang dibuat atau ditetapkan oleh orang tua.Mereka cenderung tidak mendorong tingkah lakuindependentmalahan menempatkan pentingnya perilaku atau hubungan baik atas tindakan yang membatasi kemandirian remaja.Orang tua authoritarianbersikap kaku, keras, cepat marah, otoritasnya tinggi, kasar dan tidak mau mendengarkan kebutuhan remaja.
3.      Gaya Pengasuh Indulgent
     Gaya pengasuhanorang tua ketiga yang dikenal dengan Baumrind diberi
nama dengan orang tua indulgent. Orang tua yang memiliki responsifitas yangtinggi sedangkan tuntutan serta harapan ke anak rendah. Orang tua indulgentmencoba untuk menunjukan reaksi terhadap perilaku remaja, hasrat atau keinginan, impuls-impuls, dengan carayang tidak menghukum, menerima, lunak, pasif dalam hal berdisiplin dan cara yang serba membolehkan.
     Orang tuatidak indulgentdiperkenalkan atau menawarkan dirinya sendiri kepada remaja sebagai “agen” yang aktif dengan rasa tanggung jawab terhadap pembentukan atau modifikasi tingkah laku remaja saat ini atau dimasa yang akan datang. Lebih dari pada itu, orang tua menampilkan dirinya sebagai sumber penghidupan bagi remaja (resource)bagi remaja, dam menuruti keinginan atau kehendak remaja.Orang tua kebanyakan memperbolehkan atau membiarkan remajanya untuk menentukan mematuhi tingkah lakunya sendiri.Seperti orang tuaindulgentmenghindar untuk mengotrol standar eksternal (social).Jadi dengan alasan tersebut orang tua tidak menggunakan kekuasaan atau wewenang dengan tegas, dalam usahanya untuk membesarkanremaja.
     Gaya pengasuhan orang tua indulgentmenggambarkan orang tua yang memberi kebebasan sangat luas pada remaja dan membiarkan remaja untuk melakukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Orang tua indulgent menggunakan sedikit bahan tanpa mengontrol terhadap remaja dan lemahnya cara mendisiplinkan remaja. Alasan orang tua indulgentmemilih gaya pengasuhan orang tua karena mereka percaya bahwa remaja harus mempunyai kebebasan yang luas dan bukan di control oleh orang dewasa.
     Orang tua indulgentberperilaku menerima, lunak dan pasif dalam disiplin. Mereka secara relative kurang menempatkan tuntutan pada tingkah laku remaja, memberi tingkat kebebasan lebih tinggi pada remaja untuk bertindak sesuai dengan apa yang di kehendakinya. Orang tua indulgentmeyakini bahwa control atau pengendalian mengganggu perkembangan kesehatan.
     Orang tua indulgent longgar secara berlebihan dan disiplin yang tidak konsisten. Orang tua yang menganut gaya pengasuhan indulgentsering menimbulkan kecewa dan tidak nyaman bagi anak dan remaja. Akibatya anak merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya, dan anak/remaja bebas untuk dapat berbuat semuanya. Perilaku remaja yang terbentuk dengan gaya pengasuhan seperti tidak patuh, dan menentangperaturan yang diterapkan.
4.      Gaya Pengasuhan Indiferrent
     Yang dimaksud dengan orang tua indifferentyaitu memiliki responsifitas
dan tuntutan yang rendah. Orang tua berusaha untuk melakukan apapun dan meminimalkan waktu dan energi dalam berinteraksi dengan anak.Orang tua indifferentadalah orang tua yang gagal.Mereka tidak mau tahu tentang aktifitas anak-anaknya, tidak senangmenayakan pengalaman disekolah dengan temannyadan selalu mempertimbangkan segala keputusan yang diambil oleh anak.
     Orang tua indifferentadalah “parent-centered”yaitu orang tua yang hanya
mengurusi hidupnya sendiri baik itu kebutuhan, keinginan, maupun hobi.Orang tua seperti ini cenderung menolak kehadiran anaknya (neglectful). Akibatnya apabila terjadi sejak lahir maka perilaku penelantaran ini akan menganggu seluruh macam perkembangan anak. Para orang tua yang tertekan dan terpisah secara emosional dengan anak akan membuat anakanaknya menajdi minimalis dalam berbagai macam termasuk kelekatan/kedekatan, kognisi, bermain, kemampuan emosional dan sosial. Minimnya kehangatan dan pengawasan dari orang tua secara berkelanjutan akan menimbulkan perilaku agresif dan pengucilan diri pada remaja, bahkan pengabaian pengasuhan pengasuhan tidak diekspresiakan secara terbuka, perkembangan akan terganggu.
B.     Identitas Diri  (Marcia)
            Menurut penelitian Psikolog James E. Marcia (1966,1980), membagi 4 perbedaan status identitas atau perkembangan kondisi ego (diri). Marcia membedakan empat jenis status identitas :pencapaian identitas, pengambil alihan, penundaan dan penyebaran identitas. Empat kategori berbeda tersebut berdasarkan kehadiran atau ketiadaan krisis dan komitmen dua elemen yang Erikson lihat sebagai pembentuk identitas.Marcia mendefenisikan krisis sebagai periode membuat keputusan sadar dan komitmen sebagai investasi pribadi dalaam suatu pekerjaan atau sistem keyakinan (ideologi).Marcia menemukan hubungan antara status identitas dan karakteristiknya seperti kecemasan, harga diri, penalaran moral dan pola-pola perilaku.
            Status identitas adalah suatu kemampuan remaja untuk memiliki perasaan diri yang kuat dalam menentukan arah tujuan hidup. Marcia ( dalam Santrock 2003:193) mendefenisikan empat bentuk-bentuk status identitas, yaitu :
a.       Status identitas Achievement (pencapaian identitas)
                        Identity Achievement (krisis yang mengarah pada komitmen) merupakan status bentuk identitas yang membentuk pada individu yang berhasil menggali sejumlah informasi penting bagi dirinya, mampu membandingkan dengan sikap positif dari berbagai segi negatifnya.Dengan demikian yang bersangkutan mampu menentukan pilihan informasi mana yang diambil sebagai komponen pembentuk identitas dirinya. Disisi lain, ketika menentukan pilihan atas alternative maka yang bersangkutan menunjukkan kesetiaan yang kuat terhadap pilihannya itu, karena remaja tau bahwa pilihannya itu memang tepat bagi dirinya.
Contoh :
Seorang remaja bernama Olivia yang mengatasi krisis identitasnya selama periode krisis, dia mengabdikan banyak pikiran dan pergulatan emosi mengenai isu utama kehidupannya.Dia telah menentukan pilihan dan mengekspresikan komitmen kuat terhadap pilihan tersebut.Orangtuanya mendorong dia untuk membuat pilihannya sendiri, mereka mendengarkan pendapatnya dan memberikan sudut pandang mereka tanpa menekan Olivia agar mengikuti pendapat mereka.
b.      Identitas Moratorium ( Penundaan )
            Identitas moratorium (krisis dengan komitmen yang belum terbentuk) merupakan status identitas yang terbangun dari hasil eksplorasi yang cukup baik akan tetapi tidak didukung dengan tingkat komitmen yang seimbang. Dari segi komitmen identitas ini kurang menunjukkan keteguhan untuk mempertahankan alternative yang telah menjadi pilihannya, mungkin karena yang bersangkutan kurang menguasai informasi tentang alternative yang menjadi pilihannya. Sehingga tidak tahu tentang apa, bagaimana, kelebihan dari pilihannya itu, sehingga cenderung mudah terombang-ambing oleh kemunculan alternative baru yang berhasil di eksplorasi.
Contoh :
Seorang remaja bernama Josh sedang dalam masa krisis, bergumul dengan keputusannya.Dia riang, suka mengobrol, percaya diri, dan teliti, tapi juga cemas dan takut.Dia dekat dengan ibunya, tetapi menolak otoritasnya.Dia ingin punya pacar, tetapi belum mengembangkan hubungan dekatnya.Dia pada akhirnya mungkin bisa keluar dari krisinya dengan kemampuannya untuk membuat komitmen dan mencapai identitas.
c.       Identitas Foreclosure ( pengambilalihan )
Identitas Foreclosure (komitmen tanpa krisis) terbentuk dari hasil eksplorasi yang tidak maksimal.Pengetahuan tentang berbagai alternative tidak dikuasai dengan baik bahkan individu dengan status identitas ini cenderung kurang senang mencari informasi.Pilihan-pilihan dibuat tanpa didukung dengan pemahaman yang lengkap tentang kelebihan dan kelemahan secara objektif dan proporsional.Akan tetapi individu ini adalah menentukan pilihan, remaja menunjukkan tingkat kesetian yang kuat, tidak mudah tergoyangkan oleh kemunculan alternative baru.Hal ini sangat mungkin karena yang bersangkutan tidak begitu suka untuk mencari pengetahuan tentang alternative baru itu.
Contoh:
Seorang remaja yang bernama Isabella telah membuat komitmen,bukan sebagai hasil eksplorasi kemungkinan pilihan tetapi dengan menerima rencana orang lain bagi kehidupannya. Dia bahagia dan yakin akan dirinya sendiri, tetapi menjadi begitu dokmatis ketika opininya ditanyakan. Dia memiliki ikatan keluarga yang dekat, patuh, dan cenderung mengikuti pemimpin yang kuat seperti ibunya yang tidak menerima ketidaksepakatan.Isabella tahu persis apa yang akan dilakukannya dengan hidupnya. Ibunya pemimpin persatuan pabrik plastik, telah mengatur Isabella untuk mengikuti program magang disana.  Isabella tidak pernah mempertimbangkan untuk melakukan hal lain.
d.      Identitas diffusion ( penyebaran identitas )
Identitas diffusion ( tanpa komitmen, tanpa krisis ) merupakan idemtitas yang terbentuk pada individu baik eksplorasi maupun komitmen dengan tingkat yang sama-sama rendah. Individu dengan identitas ini tidak memiliki semangat untuk menggali informasi yang diperlukan untuk membentuk identitas dirinya, sehingga tidak mampu membandingkan antara alternative pilihan satu dengan yang lain; akhirnya remaja juga akan mengalami kesulitan ketika harus membuat keputusan dengan cepat. Pada bagian lain individu dengan identitas ini tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan apa yang menjadi pilihannya, karena tidak tahu mengapa dan bagaimana remaja memilih alternative tersebut. Dengan demikian, individu ini menjadi sangat mudah berubah haluan, mengganti pilihan jika ada pengaruh yang datang padanya, terlebih jika pengaruh itu datang dari orang tua atau tokoh lain yang dihormatinya dan berperan banyak dalam hidupnya.
Contoh:
Seorang remaja bernama Jayden tidak begitu serius dalam mempertimbangkan pilihannya dan menghindari komitmen.Dia belum yakin tentang dirinya sendiri dan cenderung tidak kooperatif.Dia yakin akan mendapatkan pekerjaan dan akan membentuk pikirannya tentang masa depan ketika dia siap. Orang tuanya tidak membahas masa depannya, mereka mengatakan bahwa hal itu terserah padanya.Individu dalam kategori ini cenderung tidak bahagia dan sering kali merasa sendiri.

Adapun Faktor-faktor keluarga dan kepribadian yang berasosiasi dengan masa remaja dalam empat status identitas
Factor
Pencapaian identitas
Pengambilalihan
Penundaan
Penyebaran Identitas
Keluarga
Orang tua mendorong otonomi dan hubungan dengan guru; perbedaan dieksplorasi dalam konteks manfaat.
Orang tua terlibat berlebihan dengan anak-anak mereka, keluarga menghindari pengekspresian perbedaan.
Remaja seringkali terlibat dalam ambivalensi otoritas orang tua.
Orang tua yang membebaskan dalaam sikap pengasuhan anak; penolakan atau ketidaktersediaan untuk anak
Kepribadian
Perkembangan ego tingkat tinggi, penalaran moral, kepastian diri, harga diri, performa dibawah stress, dan informasi
Tingkat tertinggi otoriterisme dan stereotip berpikir, kepatuhan akan otoritas, hubungan yang tergantung, kecemasan tingkat rendah
Banyak kecemasan dan ketakutan akan keberhasilan; tingkat tinggi perkembangan ego, penalaran moral dan harga diri
Hasil campuran, dengan tingkat perkembangan ego yang rendah, penalaran moral, kompleksitas kognitif, dan ketidakpastian diri, kemampuan kerja sama yang rendah








C.    Teori Psikososial
            Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai “Ilmu pengetahuan yang mepelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsangan-rangsangan sosial” (Social Psychology is the scientific study of individual behavior as a function of social stimuli; Shaw & Costanzo, 1970, hlm. 3).
            Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Menurut Erik Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain. Didalam teori Erikson, terdapat 8 (delapan) tingkatan perkembangan manusia, setiap tingkatan terdiri dari sebuah tugas perkembangan yang unik yang menghadapkan individu pada sebuah krisis yang harus diselesaikan.Semakin individu berhasil menyelesaikan krisis yang dihadapinya, semakin sehat perkembangan individu tersebut (Hopkins, 2000).

1.      Trust vs. Mistrust (kepercayaan vs. ketidakpercayaan) – 1 tahun pertama.
Perasaan percaya menuntut adanya perasaan nyaman secara fisik dan setidaknya perasaan takut dan ragu-ragu terhadap masa depan.
2.      Autonomy vs. Shame and doubt (otonomi vs. rasa malu dan keragu-raguan) – 1- 3 tahun.
Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri.Mereka mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya.Jika bayi terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
3.      Initiative vs. Guilt (Prakarsa vs. rasa bersalah) – 3-5 tahun.
Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan yang lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi.Perilaku yang aktif dan bertujuan dibutuhkan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.Dalam tahap ini anak-anak diharapkan mampu bertanggung jawab, namun perasaan bersalah dapat muncul apabila anak dianggap tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa sangat cemas.
4.      Industry vs. inferiority (tekun vs. rasa rendah diri) – 6 tahun-pubertas.
Prakarsa anak-anak membawa mereka terlibat dalam kontak dengan pengalaman yang baru.Ketika mereka beralih ke masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, mereka mengarahkan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual.Bahaya yang dihadapi dimasa sekolah dasar anak dapat mengembangkan rasa rendah diri seperti merasa tidak kompeten dan tidak produktif.
5.      Identity vs. identity confution (identitas vs. kebingungan identitas) – 10-20 tahun.
Di masa ini individu dihadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakah mereka itu, dan bagaiamana mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya.Remaja dihadapkan pada peran baru dan status orang dewasa seperti pekerjaan.Orangtua sebaiknya mengizinkan mereka untuk menjajaki peran yang berbeda. Jika suatu identitas terlalu dipaksakan bagi orang tua dan jika remaja tidak cukup berhasil dalam menjajaki berbagai peran dan mendefinisikan masa depannya secara positif, maka mereka akan mengalami kebingungan indentitas.
6.      Intimacy vs. isolation (keintiman vs. keterkucilan) – 20-30an tahun.
Di masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi dengan orang lain. Erikson mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri sendiri disatu sisi, namun kehilangan diri sendiri disisi lainnya. Jika seorang dewasa mudah membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai dan jika tidak, ia akan mereka terkucilkan.
7.      Generativity vs. Stagnation (bangkit vs. stagnasi) – 40-50an tahun.
Persoalan utama yang dihadapi individu dimasa ini adalah membantu generasi yang dimaksud dengan generativity oleh Erikson.Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong generasi berikutnya disebut stagnation.
8.      Integrity vs. Despair (Integritas vs. kekecewaan) – 60 tahun keatas.
Selama berada ditahap ini, seseorang berusah merefleksikan kehidupannya dimasa lalu. Melalui banyak rute, manusia lanjut usia dapat mengembangkan yang positif mengenai sebagian besar atau semua tahap perkembangan sebelumnya. Jika manusia lanjut usia telah menyelesaikan banyak tahap sebelumnya secara negative, pandangan retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemuraman yang disebut sebagai despair (putus asa).
           
            Menurut Erikson, tidak semua solusi untuk sebuah krisis harus selalu positif. Kadangkala berhadapan dengan  sisi negative tidak dapat dihindarkan. Meskipun demikian, resolusi postif terhadap krisis di sebuah tahap seharusnya dapat lebih mendukung perkembangan yang optimal, dibandingkan dengan resolusi negative (Hopkins, 2000).
           
D.    Remaja dan Teman Sebaya
            Sebagai sumber penting dari dukungan emosi selama masa peralihan remaja yang kompleks, begitu juga sumber tekanan bagi perilaku yang orang tua mugkin sesali, adalah kelompok sebaya.Kelompok sebaya adalah sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan penuntun moral; tempat bagi sebuah eksperimen; dan pengaturan untuk mencapai otonomi serta kemandirian dari orang tua.
            Dimasa anak kebanyakan interaksi sebaya adalah dyadic, atau satu per satu, meskipun kelompok yang lebih besar mulai terbentuk dipertengahan masa anak. Saat anak mulai memasuki masa remaja, sistem sosial sebaya menjadi lebih terelaborasi dan beragam.Walaupun remaja berlanjut ke geng – struktur kelompok dari pertemanan yang melakukan hal-hal bersama-sama menjadi lebih penting.Tipe terbesar dari kelompok, adalah kerumunan, tempat keberadaanya tidak akan eksis sebelum masa remaja, yang tidak didasarkan pada interaksi personal, tetapi pada reputasi, citra atau identitas.
            Pengaruh sebaya awalnya memuncak diusia 12 hingga 13 tahun dan menurun selama pertengahan dan akhir masa remaja.Diusia 13 tahun atau 14 tahun, remaja yang popular mungkin terlibat dalam perilaku antisosial, seperti mencoba obat-obatan, atau mengendap-endap mentonton bioskop tanpa membayar, menunjukkan pada sebayanya akan kemandirian mereka dari aturan-aturan orang tua.
a)      Persahabatan
     Intensitas dan pentingnya persahabatan serta jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman-temannya mungkin lebih besar dimasa remaja dibandingkan waktu lain direntan kehidupan. Persahabatan menjadi lebih dua arah, lebih setara, dan lebih stabil. Hal yang kurang memuaskan akan menjadi kurang penting atau ditinggalkan.
     Masa remaja mulai bertumpu lebih pada teman-temannya dibandingkan pada orang tuanya untuk intimasi dan dukungan, dan mereka berbagi rahasia dibandingkan yang dilakukan teman-teman yang lebih muda.Persahabatan remaja putri cenderung lebih intim dibandingkan remaja putra, dengan lebih berbagi rahasia. Intimasi dengan teman sama jenis kelaminnya meningkat selama masa awal hingga pertengahan remaja, setelah hal ini secara umum menurunkan pertumbuhan intimasi dengan jenis kelamin lain.
     Peningkatan intimasi dalam persahabatan dimasa remaja mencerminkan perkembangan emosi dan kognitif. Masa remaja yang saat ini jauh lebih baik untuk bisa mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Mereka dapat lebih siap mempertimbangkan sudut pandang orang lain, dan lebih muda bagi mereka untuk memahami pikiran dan perasaan teman-temannya. Peningkatan intimasi mencerminkan awal masa remaja yang perhatian untuk lebih mengetahui diri mereka sendiri.Percaya kan bantuan teman membantu orang mudah mengeksplorasi perasaan mereka sendiri, menetapkan identitas mereka dan menunjukkan nilai diri mereka.
     Remaja yang memiliki persahabatan yang dekat, stabil, dan mendukung, umumnya memiliki opini yang tinggi akan diri mereka sendiri, melakukan yang baik disekolah, lebih mudah bersosialisasi, dan cenderung tidak menjadi bermusuhan, cemas, dan depresi. Mereka juga cenderung memiliki keterikatan yang kuat dengan orang tua.Proses dua arah tampaknya bekerja; hubungan yang baik memelihara penyesuaian diri yang pada gilirannya memelihara persahabatan yang baik.
     Komunikasi online  memiliki efek positif dan negative pada hubungan sosial dimasa remaja. Sebagai sebuah kelompok, remaja adalah pengguna utama dari teknologi interaksi sosial.Mereka menghabiskan lebih banyak waktu online dibandingkan orang dewasa dan lebih banyak menghabiskan waktu mereka menggunakan internet untuk berkomunikasi.Penelitian awal menyatakan bahwa komunikasi online akan mengurangi hubungan sosial dimasa remaja dengan teman-temannya dan anggota keluarga. Studi tentang dampak internet tahun 1999 dan awal 2000-an menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu diinternet kurang menghabiskan waktu dengan teman, memiliki sedikit teman, dan menunjukkan penurunan hubungan sosial serta kesejahteraan.
     Kemampuan berkomunikasi online untuk meningkatkan keterbukaan diri secara online telah diindentifikasi sebagai alasan utama untuk memperbaiki hubungan sosial dan kesejahteraan.Individu seringkali menjadi intim secara luar biasa dilingkungan online dengan mengurangi petunjuk kontekstual pendengaran dan penglihatan.Karena masa remaja terkait dengan keterbukaan diri dengan kualitas persahabatan, tingkat tinggi daari keterbukaan diri dilingkungan online dapat juga dihubungkan dengan kualitas dan pembentukan persahabatan, yang pada gilirannya memperbaiki hubungan sosial dan kesejahteraan.
b)      Hubungan Romantis
     Hubungan romantis merupakan bagian pusat dihampir semua dunia sosial dimasa remaja.Dengan terjadinya pubertas, kebanyakan remaja putra dan putri heteroseksual mulai berpikir tentang dan berinteraksi dengan anggota dari jenis kelamin yang berbeda.Umumnya, mereka berpindah dari kelompok campuran atau kelompok kencan kehubungan romantic satu persatu, tidak seperti persahabatan dengan jenis kelamin berlawanan.Hubungan romantic digambaarkan dengan melibatkan gairah dan perasaan untuk berkomitmen.
     Hubungan romantis cenderung menjadi lebih intens dan lebih intim selama masa remaja.Remaja awal berpikir terutama tentang bagaimana hubungan romantic berdampak pada status mereka dalam kelompok sebaya.Dipertengahan masa remaja, sebagian besar remaja memiliki setidaknya satu pasangan special selama beberapa bulan hingga beberapa tahun dan dampak pemilihan pasangan pada status sebaya cenderung menjadi kurang penting.Diusia 16 tahun, remaja berinteraksi dan berpikir tentang pasangan romantic lebih daripada orang tua mereka, teman, ataupun saudara sendiri.
     Hubungan dengan orang tua dan sebaya berdampak pada kualitas hubungan romantic.Pernikahan orang tua atau yang memiliki hubungan romantis dapat menjadi model bagi anak-anak mereka dimasa remaja.Kelompok sebaya membentuk konteks bagi sebagian besar hubungan romantis dan mungkin berdampak bagi remaja untuk memilih pasangannya dan bagaimana mereka mengembangkan hubungan.
     Kekerasan dalam pacaran merupakan masalah signifikan di Amerika Serikat. Tiga bentuk umum dari kekerasan dalam pacaran adalah :
       Fisik, ketika pasangan memukul, mendorong, atau menendang
       Emosional, ketika pasangan mengancam atau menyampaikan kata-kata yang kejam
       Seksual, ketika pasangan dipaksa untuk melalukan seks tanpa persetujuan
     Statistik mengindikasikan bahwa sekita 10% siswa adalah korban kekerasan pacaran secara fisik tetapi angkanya lebih tinggi oleh karena ketakutan siswa jika jadi perbincangan teman dan keluarga.Angka perlakuan kejam secara emosi bahkan lebih tinggi; sebanyak tiga dari sepuluh remaja melaporkan mengalami perlakuan kejam secara verbal dan psikologis.Keseluruhannya, satu daari empat remaja melaporkan mengalami perlakuan kejam secara verbal, fisik, emosi, atau seksual dari pasanganya setiap tahun.
     Faktor- faktor risiko yang dapat memprediksikan kekerasan meliputi penyalahgunaan obat-obatan, konflik dan/atau perlakuan kejam dirumah, sebaya, antisosial, dan tinggal dilingkungan sekitar dengan tingkat kriminalitas yang tinggi serta angka penggunaan narkoba. Hubungan yang tidak sehat dapat berlangsung seumur hidup bagi korban yang membawa pola-pola kekerasan kedalam hubungan dimasa depan.
E.     Perbedaan Gender
            Alice Eagely (2000,2001) mengajukan teori peran sosial (sosial role theory) yang menyatakan bahwa perbedaan gender terutama diakibatkan oleh perbedaan yang ekstreem antara perempuan dan laki-laki. Menurut pandangan Eagely, ketika perempuan beradaptasi dengan peran-peran yang memiliki kekuasaan dan status yang lebih rendah dimasyarakat mereka memperlihatkan profil yang lebih kooperatif dan kurang dominan dibandingkan laki-laki.
a.       Pengaruh Orang Tua
Orang tua melalui tindakannya dapat mempengaruhi perkembangan gender anak-anak dan remaja. Selama masa transisi daari masa kanak-kanak hingga masa remaja, orang tua membiarkan laki-laki untuk bersikap lebih mandiri dibandingkan perempuan.Kekhawatiran orang tua terhadap kerentanan anak perempuannya dalam hal seksualitas dapat mengakibatkan orang tua lebih banyak memonitor perilaku mereka dan memastikan bahwa mereka dikawal.
Teori kognisi sosial secara khusus penting untuk memahami pengaruh sosial terhadap gender. Teori kognisi sosial mengenai gender (social cognitive theory of gender) menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja dipengaruhi oleh pengamatan dan imitasi mereka terhadap perilaku gender orang lain, maupun hadiah atau hukuman yang dialami apabila mereka menampilkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gendernya.
b.      Saudara Kandung
Saudara kandung juga memainkan peranan dalam sosialisasi gender.Sebuah studi mengungkapkan bahwa dalam jangka dua tahun dimasa remaja awal, saudara kandunng menjadi lebih menyerupai saudara kandung yang lebih tua dalam hal peran-gender dan aktivitas waktu luang.
c.       Kawan Sebaya
Kawan sebaya juga berespons dan memberikan model perilaku maskulin dan feminim. Dimasa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak memperlihatkan preferensi yang jelas terhadap kawan-kawan yang berjenis kelamin sama. Remaja meluangkan sejumlah waktunya bersama kawan-kawan sebaya.Dimasa remaja, persetujuan atau penolakan dari kawan-kawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap sikap dan perilaku gender. Kawan-kawan sebaya mensosialisasikan perilaku gender antara lain dengan cara menerima atau menolak yang lain berdasarkan sifat-sifat gendernya.
d.      Pengaruh Media Massa
Sebagaimana yang telah dideskripsikan remaja menghadapi peran gender dalam interaksi sehari-hari dengan oranng tua, kawan-kawan, dan guru. Pesan mengenai peran gender yang disampaikan melalui media massa juga berpengaruh penting terhadap perkembangan remaja. Tayangan televisi mengenai remaja sangat diwarnai oleh sterotik mengenai jenis kelamin, khususnya pada remaja perempuan.Sebuah studi menemukan bahwa remaja perempuan digambarkan sebagai sosok yang sangat mementingkan pacaran, belanja, dan penampilan.Mereka jarang diperlihatkan sebagai sosok yang tertarik dalam kegiatan sekolah atau perencanaan karir.
Adapun perbedaan Gender pada Fisik, Kognitif, dan Sosio-emosional menurut Santrock yaitu :
1.      Perbedaan Gender Pada Fisik
Deskripsi mengenai perbedaan fisik yang terdapat diantara sebagian besar laki-laki dan perempuan.Sebagai contoh dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki lemak tubuh 2x kali lebih banyak dimana sebagian besar terkosentrasi dipayudara dan pangkal paha.Pada laki-laki lemak lebih banyak terkosentrasi didaerah perut.Banyak perbedaan fisik diantara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kesehatan.Sejak dari masa konsepsi, perempuan memilik harapan hidup yang lebih lama dibandingkan laki-laki.Dibandingkan laki-laki, perempuan memiliki kecenderungan lebih kecil untuk mengembangkan gangguan fisik atau mental.
2.      Perbedaan Gender Pada Kognitif
Eleanor maccoby dan Carol Jacklin (1974) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki keterampilan matematika dan visuospasial yang lebih baik dibandingkan perempuan, sementara perempuan memilik kemampuan verbal yang lebih baik dibandingkan laki-laki.Ketika peneliti mengkaji bagaimana anak-anak menampilkan performanya disekolah atau di tes-tes yang telah distandarisasi, sejumlah perbedaan diantara laki-laki dan perempuan AS tetap ada.Dalam sebuah studi nasional yang dilakukan oleh U.S Department of Education (2000), laki-laki memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan.Meskipun demikian, secara keseluruhan, pada umumnya perempuan termasuk siswa yang superior, memperoleh rangking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki.
3.      Perbedaan Gender Pada Sosio-emosional
Ada 3 (tiga) perbedaan sosio-emosional yaitu agresi, komunikasi dalam relasi, serta regulasi-diri dari emosi dan perilaku.
       Agresi
Salah satu perbedaan gender yang konsisten adalah laki-laki secara fisik lebih agresif dibandingkan perempuan. Perbedaan ini dijumpai diseluruh budaya dan telah muncul diusia yang paling awal dalam perkembangan anak-anak. Perbedaan dalam agresi fisik secara khusus akan tampak apabila anak-anak diprovokasi. Laki-laki secara fisik lebih agresif dibandingkan perempuan, karena perempuan secara verbal lebih agresif, seperti berteriak dibandingkan dengan laki-laki. Disamping itu, perempuan memiliki kecenderungan lebih besar untuk terlibat dalam agresi relasional (Relational Aggretion), yang melibatkan perilaku seperti mencoba membuat orang lain tidak menyukai seorang anak tertentu dengan menyebarkan isu-isu jahat mengenai anak tersebut atau mengabaikan anak tersebut ketika sedang marah kepadanya.
       Komunikasi dalam relasi
Ahli Sosiolinguistik Deborah Tannen (1990) membedakan antara rapport talk(percakapan untuk membina relasi) dan report talk (percakapan untuk memberikan laporan) sebagai berikut :
Ø  Rapport Talk adalah bahasa percakapan dan merupakan cara menjalin relasi dan bernegosiasi. Perempuan menikmati Raport Talk dan percakapan yang lebih berorientasi pada relasi dibandingkan laki-laki.
Ø  Report Talk adalah percakapan yang disusun untuk memberikan informasi. Public speakingtermasuk diantaranya. Laki-laki berusaha mempertahankan perhatian yang diberikan kepadanya melalui Report Talk seperti menyampaikan cerita, lelucon, dan mengajar.
Tannen menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia percakapan yang berbeda. Permainan laki-laki juga berbeda dari permainan perempuan. Laki-laki cenderung bermain dalam kelompok besar yang memiliki struktur hierarkis, dan kelompok mereka biasanya memiliki seorang pemimpin yang akan mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya. Permainan laki-laki memiliki pemenang dan orang yang kalah seringkali menjadi subjek argumentasi. Laki-laki seringkali meningkatkan keterampilan mereka dan berpendapat mengenai siapa yang terbaik dan dalam hal apa. Sebaliknya, perempuan cenderung lebih banyak bermain di dalam kelompok atau di dalam pasangan-pasangan kecil dan yang sering kali berada di pusat dunia perempuan adalah kawan terbaik.Bergiliran lebih merupakan karakteristik dari permainan perempuan dibandingkan permainan laki-laki. Disamping itu, seringkali perempuan cukup duduk dan bercakap-cakap satu sama lain membahas mengenai hal yang disukai oleh oranglain dibandingkan memperebutkan status secara terang-terangan.
       Perilaku Prososial
Perempuan memandangdirinya sebagai sosok yang lebih prososial dan memiliki empati, serta lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial dibandingkan laki-laki (Eisenberg, Fabes, & Spinrad, 2006; Eisenberg & Morris, 2004). Sebagai contoh, sebuah tinjauan penelitian menemukan  bahwa dimasa kanak-kanak dan masa remaja, perempuan lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial (Eisenberg & Fabes, 1998). Perilaku gender terbesar terjadi untuk perilaku baik-hati dan kepedulian, sementara perbedaan gender terkecil terjadi untuk perilaku berbagi.
       Emosi dan Regulasinya
Di awal masa sekolah dasar, laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk menyembunyikan emosi-emosi negatifnya seperti kesedihan, sedangkan perempuan memiliki kecenderungan lebih kecil untuk mengekspresikan emosi-emosi seperti kekecewaan yang mungkin melukai perasaan orang lain (Eisenberg, Martin &Fabes, 1996).Di awal masa remaja, perempuan menyatakan bahwa mereka mengalami lebih banyak kesedihan, malu, dan bersalah, dan melaporkan emosi-emosi secara intens, sementara laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk menyangkal bahwa mereka pernah mengalami emosi ini (Ruble, Martin, & Berenbaum, 2006).Laki-laki biasanya memperlihatkan regulasi diri yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (Eisenberg, Spinard, & Smith, 2004).





BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antara manusia berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Perhatian remaja mulai tertuju pada pergaulan di masyarakat dan mereka membutuhkan pemahaman tentang norma kehidupan yang kompleks. Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kehidupan kelompok terutam kelompok sebaya. Perkembangan remaja dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu gaya pengasuhan, identitas diri, perbedaan gender, hubungan remaja dan teman sebaya.
B.     Saran
Masa remaja merupakan masa dimana individu mencari identitas atau jati dirinya, dalam fase ini remaja mengalami kesulitan dalam menjalani perkembangan sosialnya. Agar remaja tidak terjerumus kedalam lingkungan sosial yang menyimpang , oleh sebab itu peran orang tua menjadi sangat penting dalam membantu remaja mengatasi hambatan-hambatannya dalam kehidupan sosialnya.
















REFERENSI

Miftahul Jannah. 2015. “pola pengasuhan orang tua dan moral remaja     dalam islam”. Vol.1 No.1, Hlm 64-68
Papalia, Diana E. dan Ruth Duskin Feldman. 2014. Menyelami       perkembangan manusia edisi 12 buku 2. Jakarta: Salemba        Humanika
Permadi. 2014. “prosedur pembentukan identitas dari remaja”. Vol. 1       No. 1, Hlm 49-50
Santrock, John W. 2007. Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2014. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta:        PT. Raja Grafindo Persada
Siti Mahmudah. _ . “perbedaan status identitas ditinjau dari persepsi         terhadap pola asuh otoriter di panti asuhan x” . hlm 169-170

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA