MAKALAH LEMBAGA ZAKAT DAN ASPEK HUKUMNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan
ibadah zakat melibatkan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
harta benda sejak pengumpulan, pendistribusian, pengawasan, pengadministrasian,
dan pertanggung jawaban harta zakat.Oleh sebab itu pelaksanaan ibadah zakat
tersebut memerlukan suatu manajemen yang baik sehingga dapat meningkatkan
peranan dan fungsi zakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, pendayagunaan serta pertanggungjawaban harta zakat agar harta
zakat tersebut dapat diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimannnya
dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara' sehingga dapat tercapai
misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam makalah ini
membahas mengenai pengertian dan jenis zakat, tujuan dan hikmah pengelolaan
zakat, manajemen pengelolaan zakat, manajemen pengelolaan hasil pengumpulan
zakat.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian dan jenis zakat?
2. Bagaimana
Dasar Hukum Zakat?
3. Bagaimana
tujuan dan hikmah pengelolaan zakat?
4. Bagaimana
manajemen pengelolaan zakat?
5. Bagaimana
manajemen pengelolaan hasil pengumpulan zakat?
C.
Tujuan Pembahasan
- Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan jenis zakat.
- Untuk mengetahui dan memahami Dasar Hukum Zakat.
- Untuk mengetahui dan memahami tujuan dan hikmah pengelolaan zakat.
- Untuk mengetahui dan memahami manajemen pengelolaan zakat.
- Untuk mengetahui dan memahami manajemen pengelolaan hasilpengumpulan zakat .
D.
Manfaat Penulisan
- Dapat mengetahui dan memahami pengertian dan jenis zakat.
- Dapat mengetahui dan memahami Dasar Hukum Zakat.
- Dapat mengetahui dan memahami tujuan dan hikmah pengelolaan zakat.
- Dapat mengetahui dan memahami manajemen pengelolaan zakat.
- Dapat mengetahui dan memahami manajemen pengelolaan hasilpengumpulan zakat .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Jenis – Jenis Zakat
1. Pengertian
Zakat
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang
disyariatkan Allah kepada umat Islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah
setara dengan shalat, puasa, dan ibadah haji.Akan tetapi,zakat tergolong ibadah
maliah, yaitu ibadah melalui harta kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang
pelaksanaannya dengan fisik. Hal inilah yang membedakan zakat dengan ibadah
ritual lainnya, seperti shalat, puasa, dan haji, yang manfaatnya hanya terkena
kepada individu tersebut, sedangkan manfaat zakat bukan untuk individu
tersebut, melainkan bermanfaat pula bagi orang lain.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai
beberapa arti, yaitu al-barakatu(keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan
perkembangan), ath-thaharatu (kesucian), dan ash-shalatu (keberesan). Makna
keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat, zakat
tersebut akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki dan insya Allah akan
membantu meringankan kita di akhirat kelak. Sebab, salah satu harta yang tidak
akan hilang meskipun sampai di alam barzah adalah amal jariyah, selain doa anak
saleh dan ilmu yang bermanfaat.
Zakat berarti pertumbuhan karena dengan memberikan
hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, terjadilah
suatu sirkulasi uang dalam masyarakatyang mengakibatkan berkembangnya fungsi
uang dalam kehidupan perekonomian pada masyarakat.[1]
- Jenis-jenis Zakat
a. Zakat
fitrah
b. Zakat
perusahaan
c. Zakat
penghasilan
d. Zakat
emas, perak dan uang simpanan
e. Zakat
peternakan
f. Zakat
pertanian dan perkebunan
g. Zakat
kekayaan dagang
h. Zakat
investasi
i.
Zakat hadiah dan barang temuan
B. Dasar
Hukum Zakat
Adapun dasar hukum diwajibkannya zakat, diantaranya
yaitu:
.وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.(QS. al-Baqarah (2): 43).
وَمَا
اُمِيْرُوْآ اِلاَّ لِيَعْبُدُواللَّهَ مُخْلِضِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلوةَ وَيُؤْتُواالزَكَوةَ وَذالِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(QS. al-Bayyinah:
(98): 5).
Dalil dari sunnah antara lain sabda Nabi SAW:
“Islam dibangun di atas lima pilar:
Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, haji, dan puasa Ramadhan”[3]
C. Tujuan
dan Hikmah Pengelolaan Zakat
1. Tujuan
Zakat
a. Tujuan
zakat yang berdampak pada pemberi zakat :
1) Zakat
mensucikan jiwa dari sifat kikir.
Zakat yang dikeluarkan karena ketaatan pada Allah
akan mensucikan jiwa dari segala kotoran dan dosa, dan terutama kotoran dari
sifat kikir.
2) Zakat
mendidik berinfak dan memberi
Berinfak dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat
dipuji dalam Al Qur’an, yang selalu dikaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan.
Orang yang terdidik untuk siap menginfakan harta
sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dalam rangka kemaslahatan umat.
3) Zakat
mengobati hati dari cinta dunia
Tenggelam kepada kecintaan dunia dapat memalingkan
jiwa dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan kepada akhirat.
4) Zakat
mengembangkan kekayaan batin
Pengamalan zakat mendorong manusia untuk
menghilangkan egoisme, dan menghilangkan kelemahan jiwa.
b. Tujuan
zakat yang berdampak bagi si penerima zakat:
1) Zakat
akan membebaskan si penerima dari kebutuhan
Sehingga dapat merasa hidup tentram dan dapat
meningkatkan khusyu ibadah kepada Tuhannya.
2) Zakat
menghilangkan sifat dengki dan benci
Sifat hasad dan dengki akan menghancurkan
keseimbangan pribadi, jasmani dan ruhaniah seseorang.[4]
2. Hikmah
pengelolaan zakat
a. Menolong
orang yang susah dan lemah dalam hal ekonomi, agar ia dapat menunaikan
kewajibannya kepada Allah dan terhadap makhluk-Nya.
b. Membersihkan
diri yang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta
mendidik agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri membayarkan
amanat kepada orang yang berhak menerimanya.
c. Sebagai
ungkapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang telah diberikan oleh
Allah kepada orang yang mengeluarkan zakat.
d. Untuk
mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan yang mungkin timbul akibat kelemahan ekonomi
yang dialami oleh mereka yang menerima zakat.
e. Untuk
mendekatkan hubungan dan menghindari kesenjangan sosial antara yang miskin dan
yang kaya.
D. Manajemen
pengelolaan zakat
Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, pendayagunaan serta pertanggung jawaban harta zakat agar harta
zakat tersebut dapat diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya
dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara’ sehingga dapat tercapai
misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan.
1.
Lembaga pengelolaan zakat
Secara defenitif,
Lembaga pengelola zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang bertugas dalam
pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang dibentuk oleh pemerintah
seperti BAZ, maupun yang dibentuk oleh masyarakat dan dilindungi oleh
pemerintah seperti LAZ. Bahwa ”Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan peng-koordinasian dalam pegumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.” Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia
terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Untuk dapat
mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya untuk kepentingan mustahik, pada
tahun 1999, dibentuk Undang-Undang (UU) tentang Pengelolaan Zakat, yaitu UU No.
38 Tahun 1999. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan
Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar
Keputusan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada
masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir
miskin untuk melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat,
infak dan sedekah (ZIS). Diberlakukannya beragam peraturan tersebut telah
mendorong lahirnya berbagai Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia.
Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu merealisasikan potensi zakat di
Indonesia.[5]
Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) misalnya sebagai salah satu pengelola zakat yang dibentuk
oleh Pemerintah secara perlahan tapi pasti dapat terus meningkatkan pengumpulan
dana zakat yang cukup signifikan. Pada tahun 2007 dana zakat yang terkumpul di
BAZNAS mencapai Rp. 450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp. 920 miliar, dan pada
2009 tumbuh menjadi Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dana zakat yang berhasil
dikumpulkan BAZNAS mencapai Rp. 1,5 triliun. Meskipun angka yang berhasil
dicapai oleh BAZNAS belum sebanding dengan potensi zakat yang ada di
tengah-tengah masyarakat yang diprediksi bisa mencapai Rp. 19 triliun (PIRAC),
atau Rp. 100 triliun (Asian Development Bank), akan tetapi apa yang telah
dicapai oleh BAZNAS sesungguhnya merupakan prestasi yang luar biasa dalam
menghimpun zakat.
Lembaga Amil Zakat
(LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa
masyarakat yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial dan
kemaslahatan umat Islam. Adapun institusi yang mengurusi zakat yang lain adalah
Badan Amil Zakat yaitu organisasi pengelola zakat yang di bentuk oleh
pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan
ketentuan agama.Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat.[6]
2.
Persyaratan lembaga pengelolaan zakat
Yusuf al qardhawi dalam bukunya, fiqh zakat
menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola
zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:
a.
Beragama islam
b.
Mukallaf
c.
Memiliki sifat amanah atau jujur
d.
Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat
yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan
dengan zakat kepada masyarakat.
e.
Memiliki kemampuan untuk melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya.
3. Organisasi
lembaga pengelola zakat
a. Susunan
organisasi badan amil zakat
1) Badan
amil zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, komisi Pengawas dan Badan
Pelaksana.
2) Dewan
Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua,
sekretaris dan anggota.
3) Komisi
pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan
anggota.
4) Badan
pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris,
bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian,dan pendayagunaan.
5) Anggota
pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah.
b. Fungsi
dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat
1) Dewan
pertimbangan
Fungsinya untuk memberikan pertimbangan, fatwa,saran
kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat.
Sedangkan tugas pokoknya yaitu:
a) Memberikan
garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
b) Mengesahkan
rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
c) Mengeluarkan
fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib
diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.
2) Komisi
Pengawas
Fungsinya sebagai pengawas internal lembaga atas
operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Sedangkan tugas
pokoknya yaitu:
a. Mengawasi
pelaksana rencana kerja yang telah disahkan
b. Mengawasi
pelaksana kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangasn.
3) Badan
Pelaksana
Fungsinya sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
Sedangkan tugas pokonya yaitu;
a) Membuat
rencana kerja
b) Melaksanakan
operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
c) Menyusun
laporan kerja.
Salah satu tugas penting dari lembaga pengelolaan
zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus
menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media.[8]
E.
Manajemen Pengelolaan Hasil Pengumpulan
Zakat
Dari hasil pengumpulan zakat kemudian didayagunakan
untuk orang - orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 60, yaitu:
إِنَّمَاالصَّدَقَاتُلِلْفُقَرَاءِوَالْمَسَاآِينِوَالْعَامِلِينَعَلَيْهَاوَالْمُؤَلَّفَةِقُلُوبُهُمْوَفِيالرِّقَابِوَالْغَارِمِينَوَفِي
سَبِيلِاللَّهِوَاِبْنِالسَّبِيلِفَرِيضَةًمِنَاللَّهِوَاللَّهُعَلِيمٌحَكِيمٌ
“sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana.[9]
- Fakir, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan pokoknya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.
- Miskin, yaitu orang yang mempunyai penghasilan tetap tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
- Amil, yaitu orang-orang yang bekerja dalam pengumpulan zakat dan pendistribusiannya. Amil zakat berhak memperoleh bagian sesuai dengan standar yang didasarkan pada kompetensi pekerjaannya. Namun diharapkan bagiannya sama dengan bagian mustahiq yang lainnya. Lebih baik amil zakat adalah pihak yang sudah digaji oleh sumber dana bukan zakat.
- Muallaf, yaitu orang yang belum lama masuk Islam, belum kuat Iman dan Islamnya. Orang ini berhak menerima zakat dengan tujuan agar Iman dan Islamnya menjadi kuat.[10]
- Riqab (budak), yaitu budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan. Oleh karena itu mereka dibantu dengan harta zakat untuk membebaskan mereka dari belenggu perbudakan.
- Gharim, yaitu orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mempunyai bagian lebih dari hutangnya, baik atas hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri maupun untuk kemaslahatan masyarakat.
- Fisabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang dijalan Allah dengan tujuan untuk mendapatkan keridhaan dari Allah baik berupa ilmu maupun amal perbuatan.
- Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanan karena kehabisan biaya.
Adapun pendayagunaan zakat tersebut
harus dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
- Hasil dari pendataan dan penelitian harus sesuai dengan kebenaran jumlah 8 (delapan) golongan mustahiq zakat;
- Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan;
- Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.
Bahwa lembaga yang mengelola zakat seperti badan
amil zakat ataupun lembaga amil zakat bisa berdiri sendiri atau merupakan
bagian dari organisasi sosial keagamaan maupun pemerintah daerah.Jadi dalam hal
ini peran amil zakat yang proaktif sangat penting yaitu mulai dari pendataan,
mendatangi dan menerangkan kepada muzakki tentang pentingnya membayar zakat.
Pengelolaan zakat di zaman modern seperti sekarang
ini sebaiknya ditangani oleh orang-orang yang beriman, berakhlak mulia,
berpengetahuan yang luas dan berketrampilan manajemen yang modern dengan
perencanaan yang matang, yang jelas tujuannya dan jelas juga dengan hasil-hasil
yang ingin dicapainya, agar dapat menciptakan kewibawaan dari para pengurus
zakat dan meningkatkan kepercayaan dari masyarakat. Jadi dengan hadirnya
undang-undang zakat tersebut diharapkan dapat memberikan semangat kepada
pemerintah dalam menangani masalah pengelolaan zakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Zakat berarti pertumbuhan karena dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, terjadilah suatu sirkulasi uang dalam masyarakatyang mengakibatkan berkembangnya fungsi uang dalam kehidupan perekonomian pada masyarakat
- Hikmah pengelolaann zakat, Menolong orang yang susah dan lemah dalam hal ekonomi, agar ia dapat menunaikan kewajibannya kepada Allah dan terhadap makhluk-Nya.
- Dasar hokum zakat terdapat pada ”.(QS. al-Baqarah (2): 43)”.
- Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta pertanggung jawaban harta zakat agar harta zakat tersebut dapat diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara’ sehingga dapat tercapai misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan.
- Dari hasil pengumpulan zakat kemudian didayagunakan untuk orang - orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), yaitu delapan golongan penerima zakat.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami
yakin dalam penulisan makalah ini masih banyak kessalahan-kesalahan. Untuk itu,
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberiakan
manfaat pada kita semua. Amin.
[1] M.
Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2012), hlm. 376.
[2] http://Rumahamal.org/seputar-zakat/seputar-zakat-jenis.htm,
diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 17.51.
[3]
Sina-na.blogspot.com/2014/12/hokum-zakat.html
[4] http://www.oocities.org/infozakat.kzis/tujuan.zakat.htm,
diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 18.07.
[5] A.
Muchaddam Fahham,“Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal
Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No. 19/I/P3DI/Oktober/2011
[6] Keputusan
Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
ZakatBab 1 Pasal 1 ayat 1 dan 2.
[7] Didin
Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, hlm.127.
[8] Didin
Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern,hlm. 130-132.
[9] http://Manajemen%20Pengelolaan%20Zakat%20%20SUDUT%20HUKUM%E2%84%A2.htm,diakses
pada tanggal 14 November 2016, pukul 19:16.
[10] Musthafa
Diibu Bigha, Fiqih Menurut Mazdhab Syafi’i, (Semarang: Penerbit Cahaya Indah),
hlm. 142.
Komentar
Posting Komentar