MAKALAH LEMBAGA ASURANSI SYARIAH DAN ASPEK HUKUMNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program
asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Indonesia merupakan Negara,
dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian,
perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembang kurang lebih
3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah. Seiring dengan
perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan
lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga menawarkan program
asuransi syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apa Asuransi
Syariah itu ?
2. Bagaimana
Mekanisme perusahaan Asuransi Syariah ?
3. Bagaimana
kondisi pasar asuransi syariah yang semakin kompetitif ?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
definisi asuransi syariah.
2. Mengetahui
tentang Mekanisme perusahaan asuransi syariah.
3. Memahami
kondisi pasar asuransi syariah yang semakin kompetitif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asuransi
Menurut Dr. H.
Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang Menurut Islam, menyebut bahawa
asuransi berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris insurance atau assurance
yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD)
dijelaskan bahwa asuransi adalah :
“Suatu
perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang dihaerapkan, yang
mungkin akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Menurut pasal 1
undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak
ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Didalam al-Qur’an
dan al-Hadis tidak ada satupun ketentuan ketentuan yang mengatur secara
eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam islam
termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal atau
haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh melalui
ijtihad.
Ada beberapa
macam pendapat para ulama tentang asuransi diantaranya:
Bahwa asuransi
termasuk segala macam bentuk dan cara operasinya hukunya haram. Pandangan ini
didukung oleh beberapa ulama antara lain, Yusuf al_Qardhawi, Sayid sabiq,
Abdullah al-Qalqili dan Muhammad Bakhit al-Muth’i
a) Asuransi
mengandung unsur perjudian yang dilarang didalam Islam.
b) Asurnasi
mengandung unsur ketidakpastian.
c) Asuransi
mengandung unsur “ Riba” yang dilarang dalam Islam.
d) Asuransi
mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.
e) Asuransi
termasuk jual beli atau tukar – menukar mata uang yang tidak secara tunai (
Akad Sharf).
f) Asuransi obyek
bisnisnya digantungkan pada hidup dan matinya seseorang, yang berarti
mendahului tak takdir Tuhan.
Bahwa asuransi
hukumnya halal atau diperbolehkan dalam islam. Pandangan ini didukung oleh
beberapa ulama antara lain, Abdul Wahab Khallaf, Muh. Yusuf Musa, Abdurrahman
Isa, Mustafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Nejatullah Siddiqi.
a) Tidak ada
ketetapan nas, al – Qur’an maupun al – Hadis yang melarang asuransi.
b) Terdapat
kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua belah pihak baik penanggung
maupun tertanggung.
c) Kemaslahatan
dari usaha asuransi lebih besar daripada mudharatnya.
d) Asuransi
termasuk akad mudharatnya roboh atas dasar profit and loss sharing.
e) Asuransi
termasuk kategori koparasi (Syirkah Ta’awuniyah) yang diperbolehkan dalam
islam.
Bahwa asuransi
yang diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat komersial dilarang dalam
islam. Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain, Muhammad Abu
Zahro dengan alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan karena
jenis asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
Sedangkan asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan karena
mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
Bahwa hukum
asuransi termasuk subhat, karena tidak ada dalil syar’I yang secara jelas
mengharamkan atau yang menghalalkan asuransi oleh karena itu kita harus
berhati-hati didalam berhubungan dengan asuransi.[1]
B. Dasar Hukum Islam
terkait Asuransi Syariah
a) Surat Yusuf
:43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi
menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
b) Surat
Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara
kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta
itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang
lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
c) Al Hasyr:18
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan)
dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang
engkau kerjakan”. [2]
C. Jenis-Jenis
Asuransi
Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga
kategori, yaitu:
a) Asuransi
Kerugian, Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan),
kepentingan keungan (pecuniary), tanggung jawab hokum (liability), dan asuransi
diri (kecelakaan atau kesehatan)
b) Asuransi Jiwa,
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko
kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari
tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak
pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak
mustahil terjadi).
c) Asuransi
Sosial, Asuransi Sosial adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan
pemerintah berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah
menyediakan jaminan dasar bagi masyarakat dan tidak bertujuan untuk mendapat
keuntungan komersial.
Konsep asuransi
syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul resiko di antara
sesame peserta. Sehingga, antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung
atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling
menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru
atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko. Asuransi
syariah dalam pengertian ini sesuai dengan Al-Quran surah al-Ma’idah:2
“Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
Asuransi
syariah yang berdasarkan konsep tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ,
menjadikan semua peserta dalam suatu keluarga besar untuk saling melindungi dan
menanggung resiko keuangan yang terjadi diantara mereka. Konsep takaful yang
merupakan dasar dari asuransi syariah, ditegakkan diatas tiga prinsip dasar,
yaitu (1) saling bertanggung jawab, (2) saling bekerja sama dan saling
membantu, (3) saling melindungi.
E. Mekanisme Kerja
Asuransi Syari’ah
Di dalam
operasional asuransi syari’ah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung
jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri. Perusahaan
asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut.
Adapun proses
yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan:
a. Underwriting
Underwriting
adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan
dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Underwriting asuransi
syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proposional dan adil
diantara para peserta yang secara relatif homogen.
Dalam melakukan
proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar bagi
perusahaan asuransi untuk menerima dan menolak suatu penutupan resiko. Pertama,
kemungkinan menderita kerugian, kondisi ini diramalkan berdasarkan apa yang
terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu ketidakpastian akan
kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, hukum bilangan dimana makin banyak
obyek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah
baik bagi perusahaan karena penyebaran risiko akan lebih luas dan kemungkinan
menderita kerugian dapat secara sistematis diramalkan.
Pada asuransi
syariah underwriting berperan:
a) Mempertimbangkan
risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriting
dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan,
moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin.
b) Memutuskan
meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut.
c) Menentukan
syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar
premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan,
lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta.
d) Mengenakan
biaya upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta.
e) Mengamankan
profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi.
f) Menjaga
kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
g) Menghindari
anti seleksi.
h) Underwriting
juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam ketentuan tarif,
penyebaran resiko dan volume, dan hasil survei.[4]
Beberapa hal
yang patut menjadi perhatian para underwriter pada asuransi umum, sebelum
mengambil keputusan untuk mengaksep atau tidak suatu prospek adalah sebagai
berikut:
a) Kompetisi,
Disisni dituntut kematangan seorang underwriter. Underwriter yang baik adalah
yang adil.
b) Penyebaran
resiko dan volume.
c) Survei, Survei akan
memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail kemungkinan mengenai resiko
kondisi fisik dan juga kesempatan mengamankan informasi mengenai keadaan moral
pemohon. Laporan survei meliputi sejumlah ciri-ciri berikut:
i. Deskripsi utuh
terhadap resiko.
iii. Pengukuran
kemungkinan kerugian maksimal.
Calon peserta
harus mengisi formulir permohonan secara lengkap yang intinya antara lain
sebagai berikut:
a) Uraian bisnis
secara rinci.
b) Perubahan
bisnis yang dilakukan belakangan ini dan kemungkinan pengembangannya selama
masa keikutsertaannya asuransi syariah.
b. Polis
Polis asuransi
adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan
perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta
mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada dalam polis
adalah:
a) Deklarasi,
memuat data yang berkaitan dengan peserta seperti nama, alamat, jenis dan
lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan
besarnya premi serta informasi lain yang diperlukan.
b) Perjanjian
asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya
mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi kerusakan.
c) Pernyataan
polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi, permintaan
pembatalan polis, prosedur pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi.
d) Pengecualian,
memuat penyebutan dengan jelas musibah apa saja yang tidak ditutup atau diluar
penutupan asuransi.
e) Kondisi
pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan.
f) Polis
ditandatangani oleh perusahaan asuransi.
Dalam asuransi
Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi,
maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis asuransi
tersebut. Sebagai ilustrasi:
a) Polis dengan
akad Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada akad Mudhorobah peserta
asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi. Sedangkan
Mudhorobah musyarakah perusahaan asuransi sebagai Mudhorib menyertkan modal
atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam kontrak tercantum
persetujuan kontribusi yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator
berhak mengelola dan mengivestasikan dana asuransi untuk kepentingan perusahaan
sesuai dengan prinsip Mudhorobah. Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan
tabarru’ dan digunakan untuk membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam
bentuk hibah.
b) Wakalah bil
ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan kontribusi
yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah,
persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan cadangan sesuai
pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya wakalah bil ujrah.
c. Premi
(Kontribusi)
Premi asuransi
bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan peserta
asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu
kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa
yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna untuk menambah
investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari peserta
paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang
dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.
Premi dalam
asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
1) Premi tabungan,
yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola
oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan
kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil
investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan
berhenti sebagai peserta.
2) Premi tabarru’,
yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan digunakan untuk
tolong menolong dan menaggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada
ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir.
3) Premi biaya
adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang
digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana
asuransi.
Penetapan
besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan pada
mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi menurut aturan
pemerintah harus memenuhi unsur berikut:
Penetapan tarif
premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi dana
klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:
1) Penetapan tarif
premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:
a. Premi murni
dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang bersangkutan
sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.
b. Biaya
perolehan, termasuk komisi agen.
c. Biaya
administrasi dan biaya umum lainnya.
2) Tarif premi
harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi dan tidak
ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu berlebihan
sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.
d. Pengeolaan dana
asuransi (Premi)
Pengelolaan
dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah
musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudhorobah, keuntungan perusahaan
asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem
bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal
dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal.
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara peserta dan
perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
Pada akad
mudharobah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang
menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana para peserta.
Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan berhak
mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa kepada
perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan administrasi,
pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pemasaran, dan investasi.[7]
Dalam
mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan
dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu
sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum. Pembagian ini
sangat penting dilakukan mengingat mekanisme kerja dari kedua syariah itu
memiliki sedikit perbedaan, yakni dalam pengelolaan premi yang disetor kepada
perusahaan asuransi syariah. Perbedaan itu muncul disebabkan sesuatu yang
diasuransikannya berbeda; kalau asuransi umum (kerugian) yang diasuransikan itu
harta atau hak milik peserta asuransi, sedangkan diasuransi keluarga (jiwa) yang
diasuransikan adalah diri peserta asuransi itu sendiri.
Selain kedua
topik diatas, dalam bagian ini akan dibahas pula tentang pembayaran klaim oleh
perusahaan asuransi kepada peserta asuransi yang tertimpa musibah atau bencana.
1. Mekanisme kerja
asuransi keluarga
Mekanisme
asuransi keluarga ini diawali oleh terjadinya akad atau transaksi antara
perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai
dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh peserta asuransi. Untuk satu
produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada saat akad berlangsung peserta
asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, seperti
Asuransi Berjangka (10, 15, atau 20 tahun), Asuransi dana Investasi, Asuransi
Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Diri. Setelah akad berlangsung, maka dalam
asuransi keluarga diatur menurut sebagai berikut:
a) Peserta
asuransi syariah bebas memilih salah satu jenis syariah keluarga yang ada
dengan ketentuan umur peserta antara 18 sampai dengan 50 tahun dengan masa
pembayaran klaim berakhir sebelum mencapai umur 60 tahun.
b) Perusahaan
asuransi syariah dan peserta asuransi syariah mengadakan perjanjian mudhorobah
(bagi hasil), yang sekaligus dinyatakan pula hak dan kewajiban diantara kedua
belah pihak.
c) Setiap peserta
asuransi syariah menyerahkan premi asuransi yang dapat dilakukan secara
bulanan, kuartalan, setengah tahunan, atau tahunan. Premi yang diserahkan
dengan kemampuan peserta, tetapi tidak boleh kurang dari jumlah minimal yang
ditetapkan perusahaan asuransi sebagai berikut:
a. Setiap premi
yang dibayarkan peserta dibagi kedalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan
rekening derma atau tabarru’. Presentase kedua rekening itu ditentukan sesuai
kelompok umur peserta dan jangka waktu pertanggung.
b. Uang angsuran
(premi) oleh perusahaan asuransi akan akan disatukan ke dalam “Kumpulan Dana
Peserta”, yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek
yang dibenarkan syariah.
c. Keuntungan yang
diperoleh dari investasi itu akan dibagi dengan peserta sesuai dengan
perjanjian mudhorobah yang telah disepakati sebelumnya.
d. Keuntungan
bagian peserta akan dikreditkan ke dalam rekening peserta dan rekening derma
atau tabarru’ secara proposional.
F. Pasar Asuransi
Syariah Yang Semakin Kompetitif
Industri
asuransi syariah di Indonesia terus berkembang. Ini ditandai dengan makin
banyaknya perusahaan asuransi syariah yang bermunculan.Asuransi jenis ini kini
menjadi alternatif lain bagi masyarakat yang menginginkan perlindungan atas
diri dan keluarganya. Prinsip syariah yang dikembangkannya menjadi kelebihan
tersendiri dibandingkan asuransi konvensional.
Melihat pasar
yang masih besar tersebut, perusahaan asuransi asing pun mulai mengincar market
di dalam negeri. Ini akan membuat industri asuransi makin kompetitif. Pakar
asuransi syariah yang juga ketua umum Insurance Islamic Society (IIS), Muhammad
Syakir Sula, mengatakan setidaknya akan ada tiga asuransi asing yang membuka
unit syariah pada 2009, yaitu Manulife, Sequislife, dan Sunlife. Agar asuransi
syariah lokal dapat bersaing dengan asuransi syariah asing tersebut, kata
Syakir, mereka harus mengembangkan produk-produk inovatif dari tahun ketahun.
''Selain itu, asuransi syariah lokal juga harus lebih taat masuk ke pasar,
melakukan inovasi produk, sumber daya manusia (SDM)-nya diperbaiki dan modalnya
dikembangkan,''. Harus diakui, ketika asuransi asing membuka unit syariah,
pertumbuhannya jauh lebih baik dari asuransi lokal. Penyebabnya, perusahaan asuransi
asing benar-benar serius dalam mempersiapkan unit syariahnya. Untuk itu,
asuransi lokal harus lebih serius dan optimal dalam mempersiapkan diri saat
akan membuka unit syariah, baik dalam sosialisasi, SDM, dan modal. Meski
demikian, ia meyakini saat ini adalah era kebangkitan asuransi syariah lokal.
Pasalnya, asuransi lokal secara finansial tidak terlalu terkena dampak krisis
dan memiliki potensi kuat untuk bertahan kecuali asuransi syariah yang
menyimpan dananya di pasar modal. ''Sedangkan perusahaan asuransi luar negeri
bisa saja terkena dampak, karena sumber mereka adalah dari negara-negara yang
terkena krisis seperti Eropa, Amerika, atau Jepang. Sedangkan asuransi syariah
lokal hanya terkena riak-riak gelombang krisis ekonomi”.
.Direktur Utama
PT Asuransi Syariah Mubarakah, Salim Al Bakry, menyambut baik adanya unit
asuransi syariah asing. ''Kami senang saja karena masyarakat akan semakin
teredukasi tentang asuransi syariah, dan niat mereka juga baik untuk mengembang
kan asuransi syariah, tak hanya sekedar alasan bisnis,'' kata Salim.Direktur
Syariah, PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Kiswati Soeryoko, mengakui potensi
pasar asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar. Karena itulah Allianz,
raksasa asuransi asal Jerman pun tertarik masuk ke bisnis asuransi syariah di
Indonesia. ''Selain potensi pasar yang sangat prospektif, Allianz juga
berkomitmen menjadi penyedia layanan asuransi yang lengkap, sesuai dengan moto
Allianz 'Solusi Asuransi dari A - Z bagi masyarakat Indonesia'. Apapun yang
dibutuhkan berkaitan dengan proteksi, maka Allianz adalah pilihan utamanya,''
tutur Kiswati Soeryoko kepada Republika beberapa waktu lalu. Salim
mengemukakan, pasar asuransi di Indonesia masih cukup luas. Pemegang polis
asuransi Indonesia termasuk terendah di Asia Tenggara yaitu kurang dari 10
persen. Untuk itu perlu adanya kerja sama edukasi dari pelaku perusahaan dan
akademisi tentang betapa pentingnya asuransi. Hadirnya berbagai asuransi
syariah asing, akan memacu Mubarakah untuk makin memperbaiki diri. ''Kehadiran
asuransi lokal akan dapat memberi efek ganda karena dana akan tetap di
Indonesia. Selain itu, juga bisa membangun sektor riil dan membuka lapangan
pekerjaan,'' kata Salim.
Mubarakah pun
memiliki sejumlah strategi demi mencapai target premi Rp 1,5 triliun. Di
antaranya adalah perluasan jaringan distribusi, jaringan kantor cabang dan
pengembangan produk. 'Selain itu kami juga akan meningkatkan pelayanan asuransi
untuk merebut pasar. Pengembangan SDM adalah hal penting yang harus
diperhatikan oleh industri syariah Indonesia untuk bisa bersaing dengan pemain
asing adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini menjadi
sesuatu yang kata kunci guna mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi di tahun
ini. Terkait dengan hal itu, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) akan
meningkatkan pengembangan sumber daya manusia (SDM) nya. Ketua AASI, M Shaifie
Zein, mengungkapkan, SDM merupakan kunci penting di industri syariah. Karena
itu kemampuan teknis mereka harus ditingkatkan karena akan banyak pesaing
global yang masuk. ''Asuransi asing tersebut memiliki permodalan, jaringan dan
portofolio yang cukup besar. Hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka.
Untuk itu SDM asuransi syariah kita harus ditingkatkan,'' katanya baru-baru
ini. Syakir Sula menambahkan, untuk meningkatkan kualitas SDM asuransi syariah,
maka diperlukan sertifikasi hingga tingkat agen. Pasalnya, menjual produk
asuransi syariah tak sama dengan asuransi konvensional.[8]
G. Penyebab
Perkembangan Asuransi Syariah Belum Sempurna
Salah satu
penyebab mengapa pertumbuhan Asuransi Syariah dinilai kurang maksimal oleh
sebagian pihak adalah, belum adanya pemisahan unit usaha syariah (Spin Off)
dari induk semangnya.
Pemisahan unit
usaha syariah (spin off) di perusahaan asuransi dirasa akan menjadi faktor kuat
yang dapat menstimulus pertumbuhan industri asuransi syariah. Tidak hanya itu,
pemisahan unit usaha syariah nantinya harus dimasukkan dalam undang-undang
perasuransian.
Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia (AASI) memberikan tanggapan tentang pemisahan unit
usaha syariah di perusahaan asuransi sebagai bentuk keharusan karena akan
mendorong industri Asuransi Syariah semakin kompetitif. ketika sudah menjadi
badan usaha sendiri, kinerja perusahaan asuransi syariah akan lebih terdorong
agar sepadan dengan perusahaan lain. “Dengan begitu, semestinya (industri
asuransi syariah) akan lebih besar”.
Kendala jika
aturan yang mewajibkan pemisahan unit usaha syariah adalah perlunya waktu dalam
mempertimbangkan modal dan sumber daya manusia (SDM). Kalau mau di pisah,
perusahaan harus melihat dulu apakah modal sudah mencukupi atau perlu ada
penambahan. Perlu diketahui, sedikitnya modal tambahan yang perlukan perusahaan
asuransi untuk spin off unit syariah sebesar Rp 50 miliar.
Lantaran perlu
tambahan modal tak sedikit dalam spin off unit syariah, sehingga spin off
dinilai masih tergantung kebijakan perusahaan induk. Karena itu, peraturan yang
mengatur pemisahan unit usaha syariah perlu menekankan komitmen perusahaan
induk terlebih dahulu. Karena terkadang perusahaan induk memilih fokus
memperbesar bisnis dulu daripada penambahan modal.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Proses yang
dilalui mekanisme kerja asuransi syariah, yaitu Pertama, underwriting adalah
proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan dengan
besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Kedua, polis asuransi adalah
surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan
asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta mengenai adanya
perjanjian asuransi. Ketiga, Premi asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat
untuk menentukan besar tabungan peserta asuransi, mendapatkan santunan
kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya
klaim, menambahkan investasi pada masa yang akan datang. Keempat, Pengelolaan
dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah
musyarakah, atau wakalah bil ujrah.
Ø Dalam
mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan
dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu
sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum.
Ø Perbedaan
antara asuransi syariah keluarga dan asuransi syariah umum terletak dalam
pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’. Dalam asuransi syariah
keluarga, peserta selain mendapatkan tabungan dan porsi bagi hasil, ia juga
mendapatkan bagian dari tabungan tabarru’, yakni tabungan yang berasal dari
peserta yang secara ikhlas diinfakan untuk membantu peserta lain yang tertimpa
musibah. Sedangkan dalam asuransi syariah umum, peserta hanya mendapatkan
pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan peserta dan porsi bagi hasil, dan
tidak mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabaru.
Ø Kondisi Pasar
Asuransi Syariah dewasa ini sangatlah empetitif, apalagi hadirnya beberapa
Asuransi Syariah asing menadi aroma panas tersendiri dalam pasar asuransi,
karena itu Asuransi dalam negeri harus meningkatkan SDM agar dapat bersaing.
Ø Salah satu
penyebab mengapa pertumbuhan Asuransi Syariah dinilai kurang maksimal oleh
sebagian pihak adalah, belum adanya pemisahan unit usaha syariah (Spin Off)
dari induk semangnya.
DAFTAR PUSTAKA
SULA, Muhammad Syakir,2004,Asuransi Syariah (Life And
General) : Konsep Dan Sistem Operasional,Jakarta,Gema Insani Press
Ismanto, Kuat, 2009,Asuransi Syariah (Tinjauan Asas-Asas
Hukum Islam),Yogyakarta,Pustaka Pelajar
Ali, Hasan. 2004. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam.
Jakarta: Kencana.
Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Iqbal, Muhaimin. 2006. Asuransi Syariah Umum.
Jakarta: Gema Insani.
Janwari, Yadi. 2005. Asuransi Syariah. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Soemitro, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta: Kencana.
http://mujahid-ekonomisyariah.blogspot.co.id/2009/04/pasar-asuransi-syariah-makin-kompetitif.html
http://zonaekis.com/spin-off-bikin-asuransi-syariah-kompetitif/
http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/2012/05/mekanisme-kerja-asuransi-syariah.html
http://asuransisyariah.net/
Google.com

[2] Ismanto, Kuat,
2009,Asuransi Syariah (Tinjauan asas-asas hukum Islam),Yogyakarta,Pustaka
Pelajar
[3] SULA, Muhammad
Syakir,2004,Asuransi syariah (life and general) : konsep dan sistem
operasional,Jakarta,Gema Insani Press
[5] Ir. Muhammad
Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Asuransi Syariah. (Jakarta: Gema Insani), 2004
Hal:257-258
[8] http://mujahid-ekonomisyariah.blogspot.co.id/2009/04/pasar-asuransi-syariah-makin-kompetitif.html
Na Neuturi
Lutfi's Blog
Jumat, 18 September 2015
MAKALAH ASPEK HUKUM DAN KELEMBAGAAN ASURANSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tata pergaulan
masyarakat khusunya masyarakat modern seperti sekarang ini, membutuhkan suatu
institusi atau lembaga yang bersedia mengambil alih resiko-resiko kelompok.
Suatu lembaga atau institusi pada hakikiatnya berada dan ada ditengah-tengah
masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam masyarakat
masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud tujuan dari setiap
lembaga yang bersangkutan. Lembaga merupakan salah satu organ masyarakat,
oleh karena itu setiap lembaga tidak mungkin berdiri sendiri, dan sebagai organ
masyarakat, maka lembaga itu ada dan berada di masyarakat. Lembaga yang
merupakan organ masyarakat, keberadaannya haruslah dalam suatu kegiatan yang
memberikan pengabdian kepada masyarakat, maka ia dapat tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat pula.
Pada
hakikiatnya suatu lembaga selalu melakukan tindakan bukan untuk kepentingan
sendiri, tetapi untuk memenuhi tugas-tugas social tertentu, yaitu untuk
memuaskan kebutuhan khusus dari masyarakat, kelompok orang atau perorangan.
Perusahaan
merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang keberadaannya
mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya ekonomi. Dalam masyarakat modern
seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan yang sangat
luas jangkauanya yang menyangkut kepentingan-kepentingan sosial maupun
kepentingan ekonomi. Asuransi yang merupakan suatu lembaga ini ia juga dapat
menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan
individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu proteksi atau
perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok
maupun perorangan. Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga
asuransi ini diperlukan pengaturan yang berkaitan tentang lembaga asuransi,
pengawasan tentang lembaga asuransi, kegiatan-kegiatan usaha yang ada pada
asuransi, dan pengizinan asuransi. Maka di dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang masalah yang berkaitan dengan aspek hukum dan kelembagaan
asuransi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana aspek
hukum dalam asuransi?
2. Bagaimana
kelembagaan asuransi di Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui
aspek hukum dalam asuransi.
2. Mengetahui
kelembagaan asuransi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASPEK HUKUM
DALAM ASURANSI
1. Pengaturan
Asuransi
a. KUHPerdata
b. KUHD
(Ps. 246 s/d 308)
c. UU
Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
d. Keppres
RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
e. Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
f. KMK RI
No. 1250/KMK.013/1988ttg Usaha Asuransi
Jiwa.
2. Pengertian Asuransi
a. Pasal
246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
b. Pasal 1
UU No. 2 Th 1992:Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan
nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.[1]
3. Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHD
a. Adanya
kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
b. Adanya
peristiwa tak tentu
c. Adanya
kerugian
B. POKOK-POKOK
KELEMBAGAAN ASURANSI
1. Perizinan
Lembaga Asuransi
Setiap pihak
yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri
keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial
(pasal 9 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 1992). Khusus bagi Badan Usaha
Milik Negara yang menyelenggarakan program asuransi sosial, fungsi dan tugasnya
sebagai penyelenggaraan program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu program asuransi sosial yang telah
diputusakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu bagi BUMN yang
dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari menteri keuangan.[2]
Untuk
mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 undang- undang
nomor 2 tahun 1992 harus dipenuhi persyaratan mengenai yang terdapat pada ayat
2 yaitu:
a. Anggaran
dasar
b. Susunan
organisasi
c. Permodalan
d. Kepemilikan
e. Keahlian
dibidang peransuransian
f. Kelayakan
rencana kerja
Keahlian
dibidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara lain
keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilaian kerugian
asuransi, dan sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang
dijalankan.
Dalam hal ini
terdapat kepemilikan hak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi
persyarat dalam ayat 2 serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan
kepengurusan pihak asing pasal 9 ayat 3 undang-undang nomor 2 tahun 1992.[4]
Dalam
pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula
pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini
diharapkan perasuransian Nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
a. Pemberian
persetujuan prinsip.
b. Pemberian
izin usaha.
Akan tetapi,
persetujuan prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuari tidak diperlukan. Persetujuan
prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 tahun. Apabila dalam jangka waktu tiga
bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian
bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian
dapat dicabut.[5]
2. Fungsi dan
Tujuan Asuransi
a. Fungsi
1) Pengalihan Resiko; Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan
kemungkinan resiko/kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original
Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung
(a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian
(uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu
peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti
(certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan
syarat pembayaran premi.
2) Penghimpun Dana; Sebagai penghimpun dana dari masyarakat
(pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah,
dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya berasuransi yang dibayar
oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana
tersebut berkembang, yang kelak akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang
mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
3) Premi Seimbang; Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable
premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung
berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai
Pertanggungan.
b. Tujuan
1) Memberikan
jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2) Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu
dan biaya.
3) Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4) Dasar
bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5) Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan
dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
3. Prinsip Dasar
Asuransi
Dalam dunia asuransi
ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Insurable
interest, adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu
hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui
secara hukum. Jadi, Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang
diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi
musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.
b. Utmost
Good Faith, adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan
secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan
diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus dengan
jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat dan
kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang
jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
c. Proximate
Cause, adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan
rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu
yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen. Jadi
apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka
pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian
peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau
kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab
kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events"
yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
d. Indemnity, adalah
suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam
upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal
278).
e. Subrogation, adalah
pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang
berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya
kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung
dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
pada tertanggung".
f. Contribution, adalah
hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung,
tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan
indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa
perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan
maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.[6]
4. Kegiatan Usaha
Lembaga Asuransi
Jenis bidang
usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, dibagi atas:
a. Usaha
Asuransi
Yang mana
kegiatan usaha asuransi ini baik asuransi jiwa, kerugian dan reasuransi,[7]adalah dalam setiap pemasaran program asuransi
harus diungkapkan informasi yang relevan, tidak ada yang bertentangan dengan
persyaratan dicantumkan dalam polis. Pemasaran program asuransi adalah setiap
kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dilakukan untuk menarik calon
bertanggung, termasuk kegiatan promosi, iklan, brosur, dan propektus. Pasal 18
peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992 menentukan bahwa perusahaan asuransi
harus lebih dahulu melaporkan kepada menteri keuangan setiap program asuransi
baru yang dipasarkan. Perusahaan asuransi dilarang memasarkan program asuransi
baru yang tidak memenuhi ketentuan pasal 19 dan pasal 20 – 23 peraturan
pemerintah nomor 73 tahun 1992.
Sedangkan
kegiatan asuransi social hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN terhadap
perusahaan yang menyelenggarakan program yang berlaku ketentuan mengenai
pembinaan dan pengawasan dalam undang-undang pasal 14 Nomor 2 tahun 1992.
Perusahaan yang menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa
atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya.[8]
b. Usaha
penunjang usaha asuransi, terdiri dari:
1) Usaha
pialang asuransi yang mana kegiatanya memberikan jasa perantara dalam penutupan
kontrak asuransi dan penanggulangan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Usaha
penilaian kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada
objek asuransi yang dipertanggungkan.
3) Usaha
konsultan aktuari yang memberikan jasa segala jenis perhitungan matematis yang
berkenaan dengan asuransi.
4) Usaha
agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk
dan atas nama penanggung.
5. Pembinaan dan
Pengawasan Lembaga Asuransi
Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Selanjutnya, dalam pasal 11 dinyatakan pula bahwa pembinaan dan pengawasan
perusahaan perasuransian tersebut meliputi:
a. Kesehatan
keuangan, bagi perusahaan asuransi jiwa, kerugian, dan reasuransi, meliputi:
Batas Tingkat Solvabilitas; Retensi Sendiri; Reasuransi; Investasi;
Cadangan teknis; Lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
b. Penyelenggaraan
usaha, yang meliputi syarat-syarat polis asuransi; tingkat premi; penyelesaian
klaim; persyaratan keahlian di bidang perasuransian; Hal-hal lain yang
berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
Pembinaan dan
pengawasan seperti tersebut di atas termasuk jenis pengawasan
"aktif". Sedangkan pengawasan "pasif" dapat dilakukan
melalui kewajiban-kewajiban perusahaan asuransi, yang terdiri dari:
a. setiap
perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca perhitungan
laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada menteri
b. setiap
perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan operasional kepada
menteri
c. setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi perusahaan dalam surat kabar harian
di Indonesia yang memiliki peredaran luas
d. khusus untuk asuransi jiwa, perusahaan asuransi wajib
menyampaikan laporan investasi kepada menteri.
Dalam Keputusan
Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian,
diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi
adalah Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan
tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi.
Terdapat lembaga syariah yang melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan
asuransi syariah di Indonesia, yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah
Nasional, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional.
6. Polis dan Premi
Asuransi
Dalam hukum asuransi, dikenal kata polis dan
premi.
a. Polis
Asuransi
Suatu
perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya
kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan
“polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan
bukti tertulis.[9]
b. Premi
Asuransi
Premi dalam
asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana hasil dari
kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti kerugian
yang diderita tertanggung.
Premi biasanya
ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan, dimana dalam
presentase menggambarkan penilaian penanggung terhadap resiko yang
ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini
dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan,
1. Pengertian
otentik tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana tercantum
dalam UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Setiap pihak
yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri
keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi
sosial.
3. Dalam dunia
asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu: Insurable
interest, Utmost Good Faith, Proximate Cause, Indemnity,Subrogation,
dan Contribution.
4. Jenis bidang
usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, dibagi atas usaha asuransi dan usaha penunjang usaha
asuransi.
5. Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
6. Dalam hukum
asuransi, dikenal kata polis dan premi.
B. SARAN
Dalam makalah
ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini penulis juga minta maaf kepada
pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini atau ada
persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat dimaklumi.
Selain itu kami
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami
sebagai penulis bisa memperbaikinya untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
K.
Lubis, Suhrawardi. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad, S.H.,
Prof. Abdulkadir. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Undang-undang
No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha
perasuransian Pasal 9 dan Pasal 10.
Darmawi, Drs.
Herman. 2001.Manajemen Asuransi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purba, R adiks.
1995. Memahami Asuransi di Indonesia. Jakarta : Lembaga
Pendidikan dan Pembinaan Manajemen.
Simanjuntak,
Emmy Pangaribuan. 1990.Hukum Pertanggungan. Yogyakarta: Seksi Hukum
Dagang Fakultas Hukum UGM.

[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum
Asuransi Indonesia,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 26.
[3] Ibid, hlm. 26.
[4] Undang-undang No 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian.
[5] Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
tentang penyelenggaraan usaha perasuransian Pasal 9 dan Pasal 10.
[7] Drs. Herman Darmawi, Manajemen
Asuransi,( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), hlm. 27.
[8] Abdulkadir Muhammad, Op
cit, hlm 36-38.
[9] R adiks Purba, Memahami Asuransi
di Indonesia, (Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen,
1995),hlm. 59.
[10] Emmy Pangaribuan Simanjuntak,Hukum
Pertanggungan, (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990),
hlm. 41.
Komentar
Posting Komentar