TUGAS KEMUHAMMADIYAAN III (Dakwah Islam Di Nusantara dan Asal Usul Muhammadiyah))


TUGAS
KEMUHAMMADIYAAN III
 (Dakwah Islam Di Nusantara dan Asal Usul Muhammadiyaj)
Dosen Pengampu : Drs. Zainuddin Fatbang
                               

Disusun Oleh : Kelompok 2
   NO   
NAMA
NIM
1
WAHDANIA
170303004
2
LENI MARLINA
170303006
3
SRI ETFINA
170303007


FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
T.A 2018/2019




Teori Masuknya Islam ke Nusantara
 Kepastian kapan dan dari mana Islam masuk di Nusantara memang tidak ada kejelasan.
Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang itu. Yaitu: Teori Gujarat, Teori
Makkah, dan Teori Persia. Munculnya tiga teori yang berbeda ini, disinyalir oleh Ahmad Mansur Suryanegara, akibat dari kurangnya informasi yang bersumber dari  fakta peninggalan agama Islam di Nusantara. Inskripsi tertua tentang Islam tidak menjelaskan tentang kapan masuknya Islam di Nusantara. Pada Inskripsi tertua itu hanya membicarakan tentang adanya kekuasaan politik Islam, Samudera Pasai pada abad ke-13 Masehi. Selain  itu  karena sulitnya memastikan kapan masuknya Islam di Nusantara dihadapkan pada luasnya wilayah kepulauan Nusantara (Suryanegara, 1995:73).   
 Ketiga teori tersebut berbeda pendapat mengenai: Pertama, waktu masuknya Islam. Kedua, asal negara yang menjadi perantara atau sumber tempat pengambilan ajaran agama Islam. Dan ketiga, pelaku penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
A. Teori Gujarat
 Teori ini merupakan teori tertua yang menjelaskan tentang masuknya Islam di Nusantara. Dinamakan Teori Gujarat, karena bertolak dari pandangannya yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat, pada abad ke-13 M, dan pelakunya adalah pedagang India Muslim. Ada dugaan  bahwa peletak dasar teori ini adalah Snouck Hurgronje, dalam bukunya L' Arabie et les Indes Neerlandaises atau Revue de l'Histoire des Religious. Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan pada: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Nusantara. Kedua, adanya kenyataan hubungan dagang India-Indonesia yang telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan antara Sumatera dan Gujarat.
b. Teori Makkah
            Teori ini dicetuskan oleh Hamka dalam pidatonya pada Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta (1958), sebagai antitesis -untuk tidak mengatakan sebagai koreksi- teori sebelumnya, yakni teori Gujarat. Di sini Hamka menolak pandangan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan berasal dari Gujarat. Selanjutnya Hamka dalam Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia (1963) lebih menguatkan teorinya dengan mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia, kemudian diikuti oleh orang Persia dan Gujarat. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.
Hamka menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam baru masuk pada abad 13, karena kenyataanya di Nusantara pada abad itu telah berdiri suatu kekuatan politik Islam, maka sudah tentu Islam masuk jauh sebelumnya yakni abad ke-7 Masehi  atau pada abad pertama Hijriyah.     
            Guna dapat mengikuti lebih lanjut mengenai pendapat tentang masuknya Islam ke Nusantara abad ke-7, perlu kiranya kita mengetahui terlebih dahulu tentang peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia yang dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak pernah dibicarakan oleh penganut teori Gujarat. Tinjauan teori Gujarat menghapuskan peranan bangsa arab dalam perdagangan dan kekuasaannya di lautan, yang telah lama mengenal samudera Indonesia dari pada bangsa-bangsa lainnya.  
c. Teori Persia
 Pencetus teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini berpendapat bahwa agama Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari Persia, singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya  sekitar abad ke-13. Nampaknya fokus Pandangan teori ini berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Madzhab Syafi'i-nya. Teori yang terakhir ini lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan memiliki persamaan dengan Persia (Morgan, 1963:139-140). Di antaranya adalah:
 Pertama, Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringayan Syi'ah atas syahidnya Husein. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan Hasan-Husein. Di Sumatera Tengah sebelah barat disebut bulan Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa arab.
 Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran alHallaj, sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310H / 922M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syeikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke16 dapat mempelajarinya.
 Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tandatanda bunyi harakat dalam pengajian al-Qur`an tingkat awal:
Bahasa Iran                                                    Bahasa Arab
 jabar - zabar                                                    fathah
 jer - ze-er                                                        kasrah
p'es - py'es                                                       dhammah
          
Huruf Sin yang tidak bergigi berasal dari Persia, sedangkan Sin bergigi berasal dari Arab.
 Keempat, nisan pada makam Malik Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai kesamaan muthlak dengan teori Gujarat.
 Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzhab Syafi'i sebagai madzhab utama di daerah Malabar. Di sini ada sedikit kesamaan dengan teori Makkah, cuman yang membedakannya adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat di satu pihak melihat salah satu budaya Islam Indonesia kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzhab Syafi'i terhenti ke Malabar, tidak berlanjut sampai ke pusat madzhab itu, yakni di Makkah.
Walaupun dari analisa perbandingan di atas ketiga teori tersebut lebih menampakkan tajamnya perbedaan dari pada persamaan, namun ada titik temu yang bisa disimpulkan yakni, bahwa pertama, Islam masuk dan berkembang di Nusantara melalui jalan damai (infiltrasi kultural), dan kedua, Islam tidak mengenal adanya missi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen dan Katolik.


A. Proses Awal Penyebaran Islam di Kepulauan Indonesia
Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara secara damai. Ada beberapa sumber sejarah mengenai masuknya Islam ke Nusantara.
Abad ke-7 yang diberitakan dinasti Tang bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim yang mengadakan hubungan dagang dengan Cina.
Abad ke-11 adanya makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1028 di Leran, Gresik, Jawa Timur.
Abad ke-13 tepatnya tahun 1292 Marcopolo mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai.

Berdasarkan berita dari Marcopolo pada tahun 1292 dan cerita dari Ibnu Batutah yang mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-14, maka diperkirakan agama Islam sudah masuk di Indonesia sejak abad ke-13. Di samping itu, batu nisan kubur Malik al Saleh yang meninggal tahun 1297 juga memperkuat bukti-bukti bahwa pada saat itu telah terdapat kerajaan Islam di Indonesia.

Ada beberapa pendapat mengenai asal mula Islam masuk ke Nusantara.
Islam berasal dari Arab. Hal ini sesuai berita dari dinasti Tang, pedagang Arab yang singgah di Sriwijaya untuk mengisi bahan bakar kemudian ke Cina.
Islam berasal dari Persia. Hal ini karena di Indonesia ada aliran tasawuf seperti di Persia (Iran).
Islam berasal dari India (Gujarat) dengan alasan unsur Islam di Indonesia menunjukkan kesamaan yang ada di India dan bentuk nisan Malik al Saleh menyerupai bentuk batu nisan di India. Selain itu, ada tokoh yang beralasan dari Gujarat. Kelompok ini dipelopori oleh Snouck Hurgronje dan diikuti oleh J.P. Moquute, R.A. Kern. Pendapat ini didasarkan pada:
a. akibat kemunduran dinasti Abbasiah Bagdad oleh Hulagu pada tahun 1258,
b. berita Marcopolo tahun 1292,
c. berita Ibnu Batutah pada abad ke-14,
d. nisan kubur Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun awal Majapahit 1297,
e. kedatangan Islam hingga terbentuknya masyarakat muslim di Indonesia sejak abad ke-13 berdasarkan pada ajaran tasawuf yang berasal dari Persia.

Islam menyebar di Indonesia melalui cara-cara berikut:
1. Melalui perdagangan
Pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil bagian dalam jalan lalu lintas perdagangan yang menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, pada abad ke-7 sampai abad ke-16. Para pedagang muslim yang akhirnya juga singgah di Indonesia ini, ternyata tidak hanya semata-mata melakukan kegiatan dagang.

Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad kesembilan, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang. Pada akhir abad ke-12, kekuasaan politik dan ekonomi Kerajaan Sriwijaya mulai merosot karena didesak oleh kekuasaan Kertanegara dari Singasari. Seiring dengan kemunduran Sriwijaya, para pedagang Islam beserta para mubalignya semakin giat melakukan peran politik dalam mendukung daerah pantai yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Menjelang berakhirnya kerajaan Hindu-Buddha abad ke-13 berdiri kerajaan kecil yang bercorak Islam, yaitu Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut wilayah Aceh. Kemudian pada awal abad ke-15 telah berdiri Kerajaan Malaka. Sejak saat itu, Aceh dan Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai dan banyak dikunjungi oleh para pedagang Islam dan penduduk dari berbagai daerah terjadi interaksi yang akhirnya banyak yang masuk Islam. Setelah pulang ke daerah asal, mereka menyebarkan agama Islam ke daerahnya. Agama dan kebudayaan Islam dari Malaka menyebar ke wilayah Sumatra Selatan, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Contohnya, Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).



2. Melalui perkawinan
Para pedagang muslim yang datang di Indonesia, ada sebagian di antara mereka yang kemudian menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan yang disebut Pekojan. Perkawinan antara putri bangsawan dan pedagang muslim akhirnya berlangsung. Perkawinan ini dilakukan secara Islam, yaitu dengan mengucapkan (menirukan) dua kalimat syahadat. Upacara perkawinan berjalan dengan mudah karena tanpa pentasbihan atau upacara-upacara yang panjang, lebar, dan mendalam.

Dalam Babad Tanah Jawi, misalnya, diceritakan perkawinan antara Maulana Iskhak dan putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri, sedangkan dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati.

3. Melalui tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal yang bersifat magis. Ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan alam pikiran seperti pada mistik Indonesia–Hindu, antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar Raniri, dan Syeikh Siti Jenar.

4. Melalui pendidikan
Pendidikan dalam Islam dilakukan dalam pondok-pondok pesantren yang dise- lenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Pesantren ini merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Setelah menamatkan pelajarannya di pesantren, murid-murid (para santri) akan kembali ke kampung halamannya.

5. Melalui seni budaya
Dalam menyebarkan agama Islam, sebagian wali menggunakan media seni budaya yang sudah ada dan disenangi masyarakat. Pada perayaan hari keagamaan seperti Maulid Nabi, misalnya, seni tari dan peralatan musik tradisional (gamelan) dipakai untuk meramaikan suasana. Sunan Kalijaga yang sangat mahir memainkan wayang memanfaatkan kesenian ini sebagai sarana untuk menyampaikan agama Islam kepada masyarakat, yaitu memasukkan unsur-unsur Islam dalam cerita dan pertunjukannya. Senjata Puntadewa yang bernama Jimat Kalimasada, misalnya, dihubungkan dengan dua kalimat syahadat yang berisi pengakuan terhadap Allah dan Nabi Muhammad. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan Sunan Kalijaga akhirnya mengenal agama Islam dan tertarik ingin menjadikan Islam sebagai agamanya.

6. Melalui dakwah
Penyebaran Islam di Nusantara, terutama di Jawa, sangat berkaitan dengan pengaruh para wali yang kita kenal dengan sebutan wali sanga. Mereka inilah yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Islam melalui metode dakwah.

A.     Corak Islam Di Nusantara
1.      Masa Kesulthanan
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di  berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong  tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina. Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini  seperti  ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
2.       Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
a.       Bidang agama murni atau ibadah
b.      Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c.       Politik.

Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
3.      Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari  “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi. Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan  (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional. Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
a.       Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
b.      Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
c.       Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin






BANGSA PORTUGIS








Portugis adalah bangsa Barat yang pertama datang mencari rempah-rempah di Nusantara. Pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan Bartholomeus Diaz mengadakan perjalanan ke dunia Timur untuk mencari pusat rempah-rempah. Namun, pelayaran tersebut hanya sampai di ujung Afrika Selatan (tahun 1496) dikarenakan besarnya gelombang Samudra Hindia (Samudra Indonesia), sehingga kapal-kapal yang dibawa oleh Bartholomeus Diaz diberi nama Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope atau Tanjung Harapan sekarang).Di bawah pimpinan Vasco da Gama, Portugis berhasil mendarat di Kalkuta (India). Pada tahun 1498, mereka mengincar Malaka yang merupakan bandar Internasional dan pusat perdagangan rempah-rempah. Armada Portugis di bawah pimpinan Alfonso D’Albuquerque berhasil merebut Malaka pada tahun 1511. Pada waktu itu, Karajaan Malaka diperintah oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Dengan dikuasainya Malaka, maka portugis memperoleh dua keuntungan yaitu sebagai berikut.
Portugis akan menguasai jalur perdagangan penting di Asia, termasuk perdagangan rempah-rempah.
Malaka dapat dijadikan batu loncatan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Oleh karena itu, kemudian Portugis membangun basis militer yang kuat di Malaka.
Alfonso D’Albuquerque ingin mendapatkan sendiri pusat rempah-rempah yang ada di Kepulauan Maluku, dan pada tahun 1512 bangsa Portugis tiba di Ternate (Maluku). Ketika bangsa Portugis tiba di Ternate, Kerajaan Ternate sedang bertikai dengan Kerajaan Tidore. Kedatangan Portugis di Ternate disambut baik oleh raja Ternate dengan tujuan agar bangsa Portugis dapat dijadikan sekutu dalam menghadapi Kerajaan Tidore yang dibantu Spanyol. Oleh karena itu, di samping perang antara Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore juga merupakan perang antara bangsa kulit putih yaitu antara Spanyol dan Portugis.

Untuk menyelesaikan pertikaian bangsa kulit putih tersebut, Paus turun tangan dengan melakukan Perjanjian Saragosa (zaragoza) pada tahun 1529. Adapun isi Perjanjian Saragosa sebagai berikut.

1. Spanyol harus meninggalkan Maluku dan melakukan perdagangan di Filipina.
2. Portugis tetap melakukan perdagangan di kepulauan Maluku.
Pada awal Kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia, rakyat Indonesia memang tidak menentangnya. Akan tetapi setelah melihat sepak terjangnya di Indonesia yang sangat menyengsarakan rakyat Indonesia, maka bangsa Indonesia berusaha menentangnya.

Portugis berada di Indonesia dari tahun 1511 sampai 1641. Pengaruh Portugis yang ditinggalkan di Indonesia terlihat dalam bidang kebudayaan. Pengaruh tersebut adalah sebagai berikut.

1. Berdirinya benteng-benteng Portugis.
2. Berkembangnya agama Kristen dan Katolik di Maluku yang disebarkan oleh Fransiscus Xaverius.
3. Berkembangnya musik keroncong yang berasal dari Portugis.
4. Adanya nama-nama orang Indonesia yang menggunakan nama Portugis.
BANGSA SPANYOL





Berdasarkan pengetahuan bahwa dunia itu bulat, maka Christophorus Columbus mengajukan permohonan bantuan kepada raja Spanyol untuk berlayar memcari sumber rempah-rempah ke dunia Timur. Permintaan itu dipenuhi dengan memberikan tiga kapal yang bernama Pinta, Nina, dan Maria beserta 88 orang pelaut. Ketika Columbus tiba di Kepulauan Bahama, Columbus merasa dirinya telah sampai di Kepulauan Hindia yang merupakan sumber rempah-rempah. Penjelajahan bangsa Spanyol kemudian dilanjutkan oleh Ferdinand Magelhaens. Dari pelayaran yang dilakukan oleh Columbus itulah, Magelhaens berpendapat bahwa Hindia Timur dapat dicapai dari arah barat melalui ujung selatan Benua Amerika. Magelhaens berlayar ke arah barat kemudian menyusuri pantai selatan Benua Amerika dan Samudra Pasifik. Pada tahun 1520, rombongan Magelhaens tiba di Kepulauan Filipina, kemudian mendirikan tugu peringatan dan menyatakan bahwa daerah itu sebagai daerah milik raja Spanyol.

Ketika Magelhaens berada di Filipina, di Filipina sedang terjadi perang antarkerajaan. Dalam peperangan tersebut Magelhaens membantu salah satu kerajaan dan meninggal. Rombongan Magelhaens selanjutnya dipimpin oleh kapten kapalnya yang bernama Sebastian de Elcano. Kemudian, Sebastian de Elcano memimpin rombongan dan melanjutkan pelayarannya ke arah selatan. Pada tahun 1521 rombongan sampai di Kepulauan Maluku. Ternyata di Maluku telah berkuasa bangsa Portugis yang telah tiba sejak tahun 1521.

BANGSA BELANDA







kedatangan bangsa belanda ke indonesia
 Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut.

1)  Meletusnya Perang Delapan Puluh Tahun antara Belanda dan Spanyol (tahun 1568-1648). Perang antara Belanda dan Spanyol ini pada awalnya bersifat agama. Kemudian perang berkembang menjadi perang ekonomi dan politik. Raja Philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585. Portugis menaati perintah tersebut sebab Portugis telah diduduki Spanyol.
2)  Adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan Huygen van Linscoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai ke Indonesia.
Pada tahun 1596, Belanda datang ke Indonesia dan mendarat di Pelabuhan Banten dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer dengan empat buah kapal. Kemudian pada tanggal 28 November 1598, bangsa Belanda tiba di Banten dengan membawa delapan buah kapal dipimpin oleh Jacob van Neck dan Warwijk.



BANGSA INGGRIS









kedatangan bangsa inggris ke indonesia
Sejak abad ke-17 M pada pedagang Inggris sudah berdagang sampai ke daerah India. Para pedagang Inggris di India Timur mendirikan kongsi dagang yaitu East India Company (EIC) pada tahun 1600. Daerah operasi EIC di India pusatnya di Kalkuta (India). Dari kota inilah kemudian Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara. Para pedagang Inggris ini pada abad ke-18 M sudah banyak berdagang di Indonesia dan menjadi saingan VOC (Belanda). Bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Prancis, Inggris selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia. Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Lord Minto (berkedudukan di Kalkuta) dibentuk ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda di indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA