TEORI KONSELING REALITA


TEORI KONSELING REALITA

A      PENDIRI TEORI BESERTA DASAR FILOSOFI
Pendekatan ini dikembangkan oleh seorang Psikiater yang bernama William Glasser pada tahun 1950 an di Amerika Serikat. Pendekatan ini disebut juga Reality Therapy. Dalam mengembangkan terapi ia mendasarkan pada pengalamannya yang merasa tidak puas atas praktek psikiatri yang ada saat itu, bahkan ia mempertanyakan dasar-dasar pikiran teori psikiatri yang berorientasi ke pandangan Freudian.
Pada mulanya Glasser studi dibidang teknik kimia pada Case Institute Of Technology. Pada usia 19 tahun Galsser dilaporkan sebagai penderita Shyness (rasa malu yang akut). Pada perkembangan selanjutnya, Glasser tertarik pada studi Psikologi, dia mengambil program Psikologi Klinis pada Western Reserve University dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih Ph.D. Akhirnya Western menekuni profesinya sebagai psikiater.
Selang beberapa waktu, Glasser mendapatkan kepercayaan dari California Youth Authority sebagai keapal psikiater di Ventura Scholl for Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang teknik dan prinsip reality therapy.
Pada tahun 1969, Glasser berhenti bekerja di Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute for Reality Therapy di Brentwood, selanjutnya mengadakan Educator Training Center yang bertujuan untuk meneliti dan mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan di sekolah. Banyak pihak yang terlibat untuk terlatih di lembaganya ini seperti peraat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, guru, dan pekerja sosial.
Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan konselor, baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, misalnya sekolah lembaga kesehatan mental maupun petugas-petugas sosial lain.
B       KONSEP KUNCI
Pelaksanaan konseling dengan pendekatan terapi atau konseling realita mendasarkan beberapa asumsi tentang manusia, yaitu :
1          Perilaku manusia merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis dan psikologis, terutama kebutuhan psikologis, cinta dan harga diri sebagai kesatuan.
2          Bilamana individu mampu memenuhi kebutuhan, membentuk identitas berhasil pada individu, dan sebaliknya bila gagal memenuhi kebutuhan menjadi frustasi membentuk identitas gagal.
3          Individu manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah dirinya sendiri yaitu mengubah identitas gagal jadi identitas berhasil.
4          Tanggung jawab merupakan faktor yang penting untuk berusaha memenuhi kebutuhan, memperoleh kepuasan dan mencapai keberhasilan.
5          Dalam merumuskan identitas, orang lain mempunyai peranan penting dalam membantu individu melihat dirinya sendiri sebagai orang yang berhasil / gagal.
6          Konselor memandang manusia atas dasar tingkah laku yang didasarkan pada pengukuran objektif yang disebut realita.
7          Ada tiga landasan untuk tumbuh dalam rangka memuaskan kebutuhan identitas diri yaitu :
a.         Right: adalah kebenaran dan tingkah laku seseorang dengan standar norma yang berlaku baik itu norma agama, hukum, dan lain-lain.
b.         Reality: adalah kenyataan, yaltu individu bertingkah laku sesuai dengan kenyataan yang ada.
c.         Responsibility: adalah bertanggung jawab, yaitu tingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dengan menggunakan cara yang tidak merugikan orang lain.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya orang menjadi apa yang ditetapkannya.
Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1          Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. konstruktif dan destruktifnya.
2          Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terap realitas menekankan kesadaran atas tingkah-laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sıkap-sikap tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3          Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarat masa yang akan datang, Kalaupun didiskusikan dalam tera masa lampau dengan tingkah laku klien sekarang Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari ehidupan klien sekarang, mencakup harapan-harapan, ketakulan ketakutan, dan nilai-nilainya. Terapi menekankan kekuatan kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan, dan kualitas-kualitas positif dari klien, dan tidak hanya memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya. Glasser (1965, hlm 31) berpendapat bahwa klien dipandang sebagai "pribadi dengan potensi yang luas, sebagai pasien yang memiliki masalah-masalah", la menentang penggunaan waktu terapi untuk penyajian masalah-masalah dan kegagalan-kegagalan serta menganjurkan terapis mencari kekuatan-kekuatan klien dan menegaskannya dalam percakapan-percakapan. Sebaliknya a tidak menganjurkan penghitungan kembali sejarah dan pengeksplorasian lampau karena menurutnya hal itu merupakan usaha yang tidak produktif. Selanjutnya, ia menyatakan adalah "penghamburan waktu membicarakan kesalahan kesalahan masa lampau dengan terapis". Oleh karenanya mengajukan pertanyaan, "Mengapa terlibat dengan tidak bertanggung jawab? Kita ingin terlibat dengan yang kita tahu bisa menjadi orang yang bertanggung jawab (Glasser, 1965, hlm, 32)
4          Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak dinı, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada gaya mereka sekarang yang tidak realistis.
5          Terapi realitas tidak menekankan transferensi. la tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. la memandang transferensi sebagai suatu cara bagı terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapi menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien Glasser (1965) menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil, tetapi suatu keterlibatan yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus
6          Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik tak sadar melalui teknik-teknik seperti analisis transferensi analisis mimpi, asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi Sebaliknya, terapi realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan ingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis. Terapis realitas memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci dan berpegang pada asumsi bahwa klien akan menemukan tıngkah laku sadar yang tidak mengarahkannya pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karenanya, terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidakbertanggungjawaban klien dan tindakannya menghindari kenyataan. Sementara pemahaman boleh jadi menarik terapi realitas tidak melihat pemahaman sebagai sesuatu yang esensial untuk menghasilkan perubahan.
7          Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencan-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik la menentang penggunaan pernyataan-pernyataan yang mencela karena pernyataan-pernyataan semacam itu merupakan hukuman. Alih-alih penggunaan hukuman, Glasser menganjurkan untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya Dalam bukunya yang berjudul Schools without Failure, Glasser (1969, hlm. 7) mengeksplorasi secara rinci masalah kegagalan sebagai suatu cara menghukum para siswa dalam situasi sekolah. la menyatakan bahwa "masalah utama di sekolah-sekolah adalah masalah kegagalan la mengımbau pembentukan suatu sistem pendidikan yang berakar pada suatu filsafat pendidikan yang memungkinkan pengalaman belajar yang berhasil. la meminta agar para pendidik "memeriksa kekurangan-kekurangan yang ada pada pendidikan itu sendiri yang mengakibatkan kegagalan sekolah, kemudian membentuk suatu program yang akan mengoreksinya" (Glasser, 1969, hlm. 11) la menggariskan proposal-proposal yang spesifik untuk program- program yang akan mencegah kegagalan dan meningkatkan kesempatan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang berhasil bagi para siswa di sekolah.
8          Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser (1965, hlm. 13) didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka". Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. (Glasser hlm. 10) menyatakan bahwa kita perlu belajar mengoreks din apabila kita berbuat salah dan membanggakan diri apabila kita berbuat benar Untuk memperbaiks tingkah laku kita apabila berada di bawah standar, kita perlu mengevaluasi tingkah laku klien itu. Oleh karenanya, bagian yang csensial dari terapi realitas mencakup moral, standar-standar, pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan salahnya tingkah laku karena semuanya itu berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa berguna. Menurut Glasser, orang yang bertanggung jawab melakukan apa-apa yang memberikan kepada dirinya perasaan diri berguna dan perasaan bahwa dirinya berguna bagi orang lain.
Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas, Jika kebanyakan hewan didorong oleh naluri, manusia mengembangkan kemampuan untuk belajar dan mengajarkan tanggung jawab. Oleh karenanya, terapi realitas menekankan fungsi terapis sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien cara-cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan mengeksploras keistimewaan-keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan kemudian membuat pernyataan-pernyataan direktif dan saran-saran mengenai cara-cara memecahkan masalah yang lebih efektif. Terapi menjadi suatu pendidikan khusus di mana rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi diuji.
C      TUJUAN KONSELING
            Tujuan konseling realita dan sudut pandang konselor menurut Burks (1979) menekankan bahwa konseling realita merupakan bentuk mengajar dan latihan individual secara khusus. Secara luas, konseling ini membantu konseli dalam mengembangkan sistem atau cara hidup yang kaya akan keberhasilan.
1          Menolong individu agar mampu mengurus dirinya sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2          Mendorong konseli  agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3          Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4          Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
5          Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
D      HUBUNGAN TERAPEUTIK
1               Konselor
Tugas utama konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian menghadapi konseli dengan mengusahakan agar konseli mengambil keputusan. Konselor bertuas melayani sebagai pembimbing untuk membantu konseli menaksir tingkahlaku mereka secara realistis. Konselor diharapkan memberi hadiah bila konseli berbuat dalam cara yang bertanggungjawab dan tidak menerima setiap penghindaran atas kenyataan atau tidak mengarahkan konseli menyalahkan setiap hal atau setiap orang. Beberapa kualitas pribadi yang harus dimiliki konselor adalah kemampuan untuk sensitif, untuk mencapai kebutuhan mereka secara terbuka, tidak untuk menerima ampunan, menunjukkan dukungan yang terus menerus dalam membantu konseli, untuk memahami dan mengempati konseli, dan untuk terlibat dengan tulus hati.
2               Konseli
Dalam konseling realita, pengalaman yang perlu dimiliki oleh konseli adalah peran konseli memusatkan pada tingkah laku dalam proses konseling (konseli diharapkan memusatkan pada tingkah laku mereka sebagai ganti dari perasaan dan sikap-sikapnya), konseli membuat dan menyepakati rencana (ketika konseli memutuskn untuk bagaimana mereka ingin berubah, mereka diharapkan untuk mengembangkan rencana khusus untuk mengubah tingkah laku gagal ke tingkahlaku berhasil), konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, dan konseli belajar kecanduan positif (dalam hal ini Glasser mengungkapkan pentingnya belajar tanpa kritik dari orang lain dalam setiap usaha kita.


3               Situasi Hubungan
Konseling realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan antara konseli dan konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan dan kepercayaan pada kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil, harus mengkomunikasikan dirinya kepada konseli bahwa dirinya membantu. Melalui keterlibatan ini, konseli belajar mengenai hidup daripada memusatkan pada mengungkap kegagalan dan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab. Kunci konseling realita adanya kesepakatan/komitmen dalam membuat rencana dan melaksanakannya. Perencanaan yang telah dilakukan oleh konseli dinilai positif  jika ditulis dalam kontrak. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi bagian dari proses terapi, bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan maupun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situası terapı.
Kemampuan terapis untuk terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien dalam proses terapeutik dianggap paling utama. Fungsi ini sering kali sulit, terutama apabila klien tidak menginginkan konseling atau apabila dia meminta "tolong" sekadar coba-coba. Glasser (1965) menunjukkan bahwa cara terjadinya keterlibatan antara dua orang yang asing banyak berurusan dengan kualitas-kualitas yang diperlukan para terapis. Makin besar derajat pemilihan kualitas-kualitas itu oleh terapis, akan semakin mampu pula dia menciptakan tipe keterlibatan dengan klien yang akan menunjang keberhasilan terapi.
Menurut Glasser beberapa atribut atau kualitas pribadi itu mencakup kemampuan dan kesedian terapis untuk menuntut, namun peka; memenuhi kebutuhan-kebutuhannyaan sendiri dalam kenyataan; secara terbuka berbagi perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan tidak memelihara sikap menjauhkan diri; membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh klien; tidak menerima dalih penghindaran tindakan yang bertanggung jawab, menunjukkan keberanian secara berksinambungan menghadapi klien, tanpa mengindahkan penentangan dari para klien apabila mereka tidak hidup secara realistis memahami dan merasakan sımpati terhadap klien, dan membangun keterlibatan yang tulus dengan klien. Pengalaman Klien dalam terapi realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang yang termasuk tidak bertanggung jawab. Meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab, tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rasa berguna. Tingkah laku mereka itu pun merupakan upaya untuk memperoleh identitas meskipun boleh jadi-identitas keagalan.
Sebelum terjadi terapi yang efektif, keterlibatan arus berkembang. Para klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantu mereka, yakni terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka menerima dan membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan .
Berikut tunjauan ringkas atas prinsip prinsip alau konsep-konsep yang spesifik yang menyajikan kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara terapis dan klien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser (1965, 1969) serta Glasso mereka di dunia nyata dan Zunin (1973)
1           Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antar terapis dan klien. Teapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaannya atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan terapis klien belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Terapis juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak penyalahan atau dalih-dalih dar klien. Terapis cukup menaruh perhatian untuk memandang klien dar segi akan menjadi apa kliennya itu jıka ia memutuskan untuk hidup dengan menghadapi kenyataan. Terapis mengembangkan hubungan yang hangat seraya menghindari hubungan yang menjurus kepada Adalah tugas terapis untuk menentukan situasi terapeutik sehingga klien memahami sifat, maksud, dan arah hubungan yang percintaan terjalin Glasser (1969) percaya bahwa keterlibatan yang diterapkan di sekolah adalah vital bagi seorang anak untuk mencapai identitas keberhasilan la mengungkapkan bahwa terlalu banyak sikap menghindar dan usaha memotivasi dengan cara-cara eksternal di sekolah-sekolah. Sejalan dengan imbauannya bagi pembentukan hubungan pribadi antara terapis dan klien, Glasser (1969) memandang bahwa keterlibatan sangat penting dalam hubungan guru-siswa.
2           Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas Situasi terapeutik tidak terbatas pada diskusi-diskusi antara terapis dan klien Mereka harus membentuk rencana-rencana yang, jika telah terbentuk, harus dijalankan; dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Kerja yang paling penting dalam proses terapeutık di antaranya adalah membantu klien agar mengenali cara cara yang spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tlingkah laku keberhasılan. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas motivasi dan kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana bukanlah hal yang mutlak, melainkan merupakan cara-cara alternatif bagi klien untuk memecahkan masalah-masalah dan untuk memperluas pengalaman-pengalaman hidup yang penuh keberhasilan. Rencana-rencana tindakan harus spesifik kongkret, dan bisa diukur Rencana-rencana itu juga jangan kaku ejumlah besar rencana bisa diterapkan pada pemecahan masalah. Jika suatu rencana tidak bisa dijalankan, maka rencana tersebut harus dievaluasi, dan rencana-rencana lain bisa diajukan, Glasser dan Zunin (1973, hlm. 302) memandang perlu penuangan rencana dalam tulisan dalam bentuk kontrak. Selanjutnya, klien bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya dalam menjalankan rencana-rencana. Dalam bukunya yang berudul Schools without Failure, Glasser (1969 hlm. 50) mengemukakan konsep pelibatan para siswa dalam pembualan rencana bagı pengalaman-pengalaman belajar yang relevan dan keberhasilan la mengungkapkan bahwa sekolah-sekolah sering kekurangan relevansi bagi para siswa: "Sekolah-sekolah biasanya tidak mengajarkan kurikulum yang relevan, kalaupun melakukannya, mereka gagal mengajari anak bagaimana mengaitkan belajar dengan kehidupan di luar sekolah" Jika sekolah-sekolah terlibat dalam relevansi itu, maka perencanaan pengalaman-pengalaman belajar kehidupan nyata yang mengarah pada dentitas keberhasılan menjadı mungkin dilaksanakan. Glasser mendiskusıkan rincian dari sifat, struktur, dan fungsi pertemuan-pertemuan kelas" la menyajikan cara-cara spesifik untuk memulai pertemuan-pertemuan semacam itu, dan memberikan sejumlah saran konkret tentang bagaimana memelihara perlemuan pertemuan kelhs tu agar tetap berlangsung Dengan cara ini, siswa bisa bersama-sama mengembangkan suatu kurikulum yang bermakna
3           Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan pertimbangan nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana-rencana tindakan, terapis membantu dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam kehidupan schari-hari mereka Pernyataan-pemyataan dan rencana-rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan untuk melaksanakannya. Glasser dan Zunin (1973, hlm. 302) menyatakan bahwa "cini utama orang-orang yang memilikı identitas kegagalan adalah bahwa mereka memiliki keengganan yang kuat untuk rnengikatkan dirinya sendiri" Oleh karena itu, dengan menjalanı rencana-rencana itu para klien diharapkan bisa memperoleh rasa berguna.
4           Terapi realitas tidak menerima dalih. Jelas bahwa tidak semua komitmen klien bisa terlaksana. Rencana-rencana bisa gagal. Akan tetapı, jika rencana-rencana gagal, terapis realitas tidak menerima, tidak tertarik untuk mendengar alasan-alasan, penyalahan, dan keterangan-keterangan klien tentang mengapa rencananya gagal. Glasser menegaskan bahwa terapis jangan menyalahkan atau mencela klien tas kegagalannya, juga jangan menjadi "detektif" untuk mencari sebab kegagalan itu. Glasser berpendapat bahwa orang-orang mengetahui mengapa sesuatu bisa gagal. Jadi, terapis harus berfokus pada apa maksud klien menyelesaikan sesuatu yang diputuskan untuk dilaksanakan alih-alih pada mengapa Glasser (1969)  menyatakan bahwa yang esensial bagi terapis adalah "mendorong pasien agar menghadapi kenyataan dan tingkah lakunya. Tugas terapis adalah memberikan perhatian yang cukup sehingga klien mampu menghadapi suatu kebenaran bahwa dia telah menghabiskan hidupnya dengan mencoba menghindarinya dia bertanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri" Terapis tidak pernah memaklumi atau memaafkan tingkah laku klien yang tidak bertanggung jawab. Terapis jangan menerima alasan-alasan mengapa suatu rencana gagal, sebab uindakarn demikian hanya memperkuat idenlitas kegagalan
E       TEKNIK KONSELING
     Pelaksanaan Konseling realita, menurut Corey (1982) ada beberapa teknik yang dapat dilaksanakan yaitu :
1          Melakukan main peran dengan klien.
2          Menggunakan humor
3          Mengkonfrontasi klien dengan tidak memberikan ampunan / tidak menerima dalih.
4          Membantu klien merumuskan rencana perubahan.
5          Melayani klien sebagai model peranan dan guru.
6          Menentukan batas-batas dan struktur konseling yang tepat dan jelas.
7          Menggunakan verbal shock atau sarkasme yang tepat untuk menentang klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
8          Terlibat dengan klien dalam mencari hidup yang lebih efektif.
Teori konseling realita memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu:
1          Metapor
Konselor menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan anekdot untuk memberi konseli suatu pesan penting dalam ccara yang efekitif. Konselor juga mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli.
2          Pertanyaan
Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari konseli sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi menggunakan pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli menilai hidupnya dan kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak perlu di ubah.
3          WDEP
Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau lingkungan konseling dari prosedur WDEP yang digunakan untuk membantu konseli menilai keinginan-keinginannya. Perilaku-perilakunya, dan kemudian merumuskan rencana-rencana, yaitu :
a           Want (keinginan) : langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk rnengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya dan dengan bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan dengan problem atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
b           Doing and Direction(melakukan dengan terarah) : langkah dimana klien dlharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4 komponen perilaku, pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkait dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan. dan keadaan fisik yang dialarni untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya terhadap perilakunya itu.
c           Evaluation (Evaluasi): evaluasi diri klien merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan efektifitasnya dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan membantu atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya. Pertanyaan tentang hal- hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
d          Planning (rencana) klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan, konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu :
1)        dirumuskan oleh klien sendiri,
2)        realistis atau dapat dicapai,
3)        ditindak lanjuti dengan segera,berada di bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang lain tindakan bertanggung jawab.
4          Renegosiasi
Konseli tidak selalu dapat menjalankan rencana perilaku pilihanya. Jika ini terjadi, maka konselor mengajak konseli untuk membuat rencana ulang dan menemukan pilihan perilaku lain yang lebih mudah.
5          Pengembangan ketrampilan
Konselor perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk memnuhi kebutuhan dan keinginan-keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor dapat mengajar konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir rasional, dan membuat rencana.
6          Adiksi positif
Menurut Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai bentuk perilaku negatif dengancara memberikan kesiapan atau kekuatan mental, kreatifitas, energi dan keyakinan. Contoh : mendorong olahraga yang teratur, menulis jurnal, bermain musik, yoga, dan meditasi.
7          Penggunakan kata kerja
Dimaksudkan untuk membantu konseli agar mampu mengendalikan hidup mereka sendiri dan membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli dengan kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan kata memarahi, mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan merupakan keadaan yang mati tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.
8          Konsekuensi natural
Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan karena itu dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu menerima permintaan maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan sangsi. Alih-alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku lain yang bisa membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami kosekuensi negatif dari perilakunya yang tidak bertanggung jawab.
F       PENERAPAN
1.        Pada Situasi-Situasi Konseling
Glasser dan Zunin (1973, hlm. 307) percaya bahwa teknik-teknik terapi realitas bias diterapkan pada lingkup masalah behavioral dan emosional yang luas. Mereka menyatakan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas lahdigunakan dengan berhasil pada penanganan masalah-masalah individuperanyar yang spesifik seperti masalah kecemasan, maladjustment, konflik-konfilik perkawinan, perversi, dan psikosis".
Satu area di mana terapi realitas telah digunakan secara ekstensif dean keberhasilan yang besar adalah penanganan para remaja pelanggar hukum. Hasil kerja Glasser di Ventura School for Girls menunjukkan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas dalam programnya telah mengurangi angka residivisme secara berarti (Glasser dan Zunin, 1973).
Terapi realitas untuk digunakan dalam terapi individual, kelompo dan konseling perkawinan. Dalam terapi individual, terapis biasanya menemui klien sekali dalam seminggu selama 45 menit. Pada permulaan terapi, terapis bisa memberikan konsultasi kepada klien mengenai lamanya terapi
Terapi kelompok adalah wahana yang efektif bagi penerapar prosedur-prosedur terapi realilas. Proses kelompok bisa menjadi agen yang kuat untuk membantu klien dalam melaksanakan rencana-rencana dan komitmen-komitmennya Para anggota diminta menuliskan kontrak-konirak khusus dan membacakannya di hadapan kelompok. Keterlibatan dengan para anggota lain dengan cara yang bermakna merupakan perangsang untuk tetap pada komitmen yang telah dibuat Pemakaian asisten terapis sering dilakukan dan telah diketahui sangat membantu dalam kelompok-kelompok terapi realitas.
Menurut Glasser dan Zunin (1973), konseling perkawinan alau terapi laksanakan oleh terapis realitas. Mereka memandang tipe konseling ini sebagai serangkaian session yang terbatas biasanya terdiri atas lima sampai lima belas kali pertemuan Pada akhir terapi dibuat evaluasi untuk menentukan apakah ada kemajuan dan apakah session selanjutnya bisa dilanjutkan. Pada permulaan terapi pertu ditetapkan apakah pasangan (a) memutuskan untuk mengakhiri ikatan perkawinan b) berkeinginan mengeksplorasi pro dan kontra mengenai kemungkinan meneruskan hubungan perkawinan, atau (c) secara pasti menginginkan diteruskannya hubungan perkawinan telapi meminta bantuan terapis untuk memperbaiki hubungannya itu. Terapis diharapkan akif dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada pemahaman ata dinamika-dinamika umum perkawinan dan gaya berelasi yang digunakan pasangan terhadap satu sama lain. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa ajukan adalah: "Apa yang Anda lakukan yang membual Anda merasa (atau buruk) mengenai diri Anda sendiri?" "Apa yang dilakukan oleh ngan Anda yang membuat Anda merasa baik (atau buruk) mengenai diri anda sendiru?’ Perubahan-perubahan spesifik apa yang Anda  berdua inginkan terjadi dalam pekawinan Anda?”
2.        Penerapan di Sekolah
Terapi realita memiliki implikasi-implikasi langsung bagi situasi-situasi sekolah. Glasser untuk pertama kalinya menaruh perhatian pada masalah- masaah belajar dan tingkah laku anak ketika ia menangani anak-anak perempuan dilingkungan di Ventura school for Girls dari California Youth Authority. Ia menemukan sejarah yang hamper universal dari kegagalan sekolah di kalangan anak-anak perempuan tersebut, dan penemuannya ia menjadikan ia konsultan sekolah-sekolah negeri. Glasser (1965) mengambangkan konsep-konsep untuk membantu anak-anak dalam memecahkan masalah yang dilukiskannya di dalam bukunya, Reality Therapy.
Sementara melanjutkan kerjanya di sekolah-sekolah dasar negeri, Glasser menjadi yakin bahwa noda kegagalan merambesi atmosfer di kebanyakan sekolah dan memiliki pengaruh merusak terhadap kebanyakan sekolah dan memiliki pengaruh merusak terhadap kebanyakan anak di sekolah. Pegapusan kegagalan dari system sekolah serta pencegahannya alih-alih hanya treatment menjai dua di antara tujuan-tujuanna.
Glasser 1969 percaya bahwa pendidikan bias menjadi kunci bagi pergaulan manusia yang efektif. Dalam bukunya ia mengemukakan sebuah program untuk menghapus kegagalan, menitikberatkan pemikiran ketimbang kerja mengingat, memperkenalkan relevansi ke dalam kurikulum, mengganti hukuman dengan displin, menciptakan suatu lingkungan belajar di mana anak-anak bias memaksimalkan pengalaman yang berhasil yang akan menuju pada identitas keberhaasilan, menciptakan motivasi dan keterlibatan, membantu para sisiwa dalam mengembangkan tingkah laku yang bertanggungjawab dan membentuk cara-cara untuk melibatkan para orang tua dan masyarakat dengan sekolah. Pada tahun 1970 Willian Glasser Center didirikan di LaVerne Collage dengan maksud melaksanakan filsafat dan prosedur-prosedur yang diuraikan dalam Schools without Failure di sekolah. Maksud tersebuh tercapa melalui penyelenggaraan seminar-seminar sehingga sekolah-sekolah bias membangun sendiri apa yang disebut sekolah-sekolah tanpa kegagalan. LaVerne Collage di Calfornia kini menyajikan program master di sekolah sekolah tana Kegagalan. Kuliah-kuliah yang diberikan melalui program menitikberatkan keterlibatan,relavansi,berpikir, serta cara-cara menghapus kegagalan dan meningkatkan keberhasilan. Perhatian juga diberikan pada perubahan sikap, kecapakan berkomunikasi, proses-proses kelompok, dan pemecahan masalah.
G      KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
1.        Kelebihan
a).       Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.
b).      Asumsi mengenai kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan.
c).       Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai upaya untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak sesuai.
d).      klien dapat belajar tingkah laku yang lebih realistic dan karenanya bisa tercapai keberhasilan.
e).       Lebih cepat nenyadarkan klien karena secara langsung mengajak klien untuk bertindak.
f).       Mudah dilaksanakan.
2.        Kelemahan
a).       Teori ini mengabaikan tentang inteligensi manusia, perbedaan individu dan faktor genetik lainnya.
b).      Jangka aktu terapi yang relatif pendek.
c).       Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami dari pribadi klien.



SUMBER RUJUKAN
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terjemahan). Bandung : PT Refika Aditama Corey, Gerald. 1996. Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy 5th edition. USA : International Thomson Publishing Inc
Latipun, 2008. Psikologi Konseling edisi ketiga. Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

MAKALAH Perkembangan Moral