TEORI KONSELING REALITA
TEORI KONSELING REALITA
A PENDIRI TEORI BESERTA DASAR FILOSOFI
Pendekatan ini
dikembangkan oleh seorang Psikiater yang bernama William Glasser pada tahun
1950 an di Amerika Serikat. Pendekatan ini disebut juga Reality Therapy. Dalam
mengembangkan terapi ia mendasarkan pada pengalamannya yang merasa tidak puas
atas praktek psikiatri yang ada saat itu, bahkan ia mempertanyakan dasar-dasar
pikiran teori psikiatri yang berorientasi ke pandangan Freudian.
Pada mulanya Glasser
studi dibidang teknik kimia pada Case Institute Of Technology. Pada usia 19
tahun Galsser dilaporkan sebagai penderita Shyness (rasa malu yang akut). Pada
perkembangan selanjutnya, Glasser tertarik pada studi Psikologi, dia mengambil
program Psikologi Klinis pada Western Reserve University dan membutuhkan waktu
tiga tahun untuk meraih Ph.D. Akhirnya Western menekuni profesinya sebagai
psikiater.
Selang beberapa waktu,
Glasser mendapatkan kepercayaan dari California Youth Authority sebagai keapal
psikiater di Ventura Scholl for Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan
eksperimen tentang teknik dan prinsip reality
therapy.
Pada tahun 1969, Glasser
berhenti bekerja di Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute for Reality
Therapy di Brentwood, selanjutnya mengadakan Educator Training Center yang
bertujuan untuk meneliti dan mengembangkan program-program untuk mencegah
kegagalan di sekolah. Banyak pihak yang terlibat untuk terlatih di lembaganya
ini seperti peraat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, guru, dan pekerja
sosial.
Teori yang dikembangkan
Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan konselor, baik untuk
kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, misalnya sekolah
lembaga kesehatan mental maupun petugas-petugas sosial lain.
B KONSEP KUNCI
Pelaksanaan konseling
dengan pendekatan terapi atau konseling realita mendasarkan beberapa asumsi
tentang manusia, yaitu :
1
Perilaku manusia merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar
fisiologis dan psikologis, terutama kebutuhan psikologis, cinta dan harga diri
sebagai kesatuan.
2
Bilamana individu mampu memenuhi kebutuhan, membentuk identitas
berhasil pada individu, dan sebaliknya bila gagal memenuhi kebutuhan menjadi
frustasi membentuk identitas gagal.
3
Individu manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah dirinya
sendiri yaitu mengubah identitas gagal jadi identitas berhasil.
4
Tanggung jawab merupakan faktor yang penting untuk berusaha
memenuhi kebutuhan, memperoleh kepuasan dan mencapai keberhasilan.
5
Dalam merumuskan identitas, orang lain mempunyai peranan penting
dalam membantu individu melihat dirinya sendiri sebagai orang yang berhasil /
gagal.
6
Konselor memandang manusia atas dasar tingkah laku yang didasarkan
pada pengukuran objektif yang disebut realita.
7
Ada tiga landasan untuk tumbuh dalam rangka memuaskan kebutuhan
identitas diri yaitu :
a.
Right: adalah kebenaran dan tingkah laku seseorang dengan standar
norma yang berlaku baik itu norma agama, hukum, dan lain-lain.
b.
Reality: adalah kenyataan, yaltu individu bertingkah laku sesuai
dengan kenyataan yang ada.
c.
Responsibility: adalah bertanggung jawab, yaitu tingkah laku dalam
memenuhi kebutuhan dengan menggunakan cara yang tidak merugikan orang lain.
Maka jelaslah bahwa
terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia,
tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya
sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung
jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.
Tampaknya orang menjadi apa yang ditetapkannya.
Sekurang-kurangnya ada delapan ciri
yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1
Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku
tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser.
Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia
berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah
moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai
kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut
nilai-nilai. konstruktif dan destruktifnya.
2
Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada
perasaan-perasaan dan sikap-sikap Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan
dan sikap-sikap itu tidak penting, terap realitas menekankan kesadaran atas
tingkah-laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman
untuk mengubah sıkap-sikap tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti
perubahan tingkah laku.
3
Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa
lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan bisa diubah, maka yang
bisa diubah hanyalah saat sekarat masa yang akan datang, Kalaupun didiskusikan
dalam tera masa lampau dengan tingkah laku klien sekarang Terapis terbuka untuk
mengeksplorasi segenap aspek dari ehidupan klien sekarang, mencakup
harapan-harapan, ketakulan ketakutan, dan nilai-nilainya. Terapi menekankan
kekuatan kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan, dan
kualitas-kualitas positif dari klien, dan tidak hanya memperhatikan kemalangan
dan gejala-gejalanya. Glasser (1965, hlm 31) berpendapat bahwa klien dipandang
sebagai "pribadi dengan potensi yang luas, sebagai pasien yang memiliki
masalah-masalah", la menentang penggunaan waktu terapi untuk penyajian
masalah-masalah dan kegagalan-kegagalan serta menganjurkan terapis mencari
kekuatan-kekuatan klien dan menegaskannya dalam percakapan-percakapan.
Sebaliknya a tidak menganjurkan penghitungan kembali sejarah dan
pengeksplorasian lampau karena menurutnya hal itu merupakan usaha yang tidak
produktif. Selanjutnya, ia menyatakan adalah "penghamburan waktu
membicarakan kesalahan kesalahan masa lampau dengan terapis". Oleh
karenanya mengajukan pertanyaan, "Mengapa terlibat dengan tidak
bertanggung jawab? Kita ingin terlibat dengan yang kita tahu bisa menjadi orang
yang bertanggung jawab (Glasser, 1965, hlm, 32)
4
Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi
realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai
kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan
yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa
melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat
konstruktif dan destruktifnya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak
akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak dinı,
maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata
karena mereka menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada
gaya mereka sekarang yang tidak realistis.
5
Terapi realitas tidak menekankan transferensi. la tidak memandang
konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. la memandang
transferensi sebagai suatu cara bagı terapis untuk tetap bersembunyi sebagai
pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapi menempuh cara beradanya
yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran
sebagai ayah atau ibu klien Glasser (1965) menyatakan bahwa para klien tidak
mencari suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil,
tetapi suatu keterlibatan yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan
mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang
personal dan tulus
6
Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan
aspek-aspek ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman
dan kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi
perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik tak sadar
melalui teknik-teknik seperti analisis transferensi analisis mimpi,
asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi Sebaliknya, terapi realitas
menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien
sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia
bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang
berlandaskan ingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis. Terapis realitas
memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci dan berpegang pada asumsi bahwa
klien akan menemukan tıngkah laku sadar yang tidak mengarahkannya pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karenanya, terapi realitas menandaskan
bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang
menyangkut ketidakbertanggungjawaban klien dan tindakannya menghindari
kenyataan. Sementara pemahaman boleh jadi menarik terapi realitas tidak melihat
pemahaman sebagai sesuatu yang esensial untuk menghasilkan perubahan.
7
Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa
pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman
untuk kegagalan melaksanakan rencan-rencana mengakibatkan perkuatan identitas
kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik la menentang penggunaan
pernyataan-pernyataan yang mencela karena pernyataan-pernyataan semacam itu
merupakan hukuman. Alih-alih penggunaan hukuman, Glasser menganjurkan untuk
membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah
lakunya Dalam bukunya yang berjudul Schools without Failure, Glasser (1969,
hlm. 7) mengeksplorasi secara rinci masalah kegagalan sebagai suatu cara
menghukum para siswa dalam situasi sekolah. la menyatakan bahwa "masalah
utama di sekolah-sekolah adalah masalah kegagalan la mengımbau pembentukan
suatu sistem pendidikan yang berakar pada suatu filsafat pendidikan yang
memungkinkan pengalaman belajar yang berhasil. la meminta agar para pendidik
"memeriksa kekurangan-kekurangan yang ada pada pendidikan itu sendiri yang
mengakibatkan kegagalan sekolah, kemudian membentuk suatu program yang akan
mengoreksinya" (Glasser, 1969, hlm. 11) la menggariskan proposal-proposal
yang spesifik untuk program- program yang akan mencegah kegagalan dan
meningkatkan kesempatan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang berhasil
bagi para siswa di sekolah.
8
Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser
(1965, hlm. 13) didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi
kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka". Belajar
tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa
berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu. (Glasser hlm. 10) menyatakan bahwa kita perlu belajar
mengoreks din apabila kita berbuat salah dan membanggakan diri apabila kita
berbuat benar Untuk memperbaiks tingkah laku kita apabila berada di bawah
standar, kita perlu mengevaluasi tingkah laku klien itu. Oleh karenanya, bagian
yang csensial dari terapi realitas mencakup moral, standar-standar,
pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan salahnya tingkah laku karena
semuanya itu berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa berguna.
Menurut Glasser, orang yang bertanggung jawab melakukan apa-apa yang memberikan
kepada dirinya perasaan diri berguna dan perasaan bahwa dirinya berguna bagi
orang lain.
Glasser (1965) menyatakan
bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas, Jika
kebanyakan hewan didorong oleh naluri, manusia mengembangkan kemampuan untuk
belajar dan mengajarkan tanggung jawab. Oleh karenanya, terapi realitas
menekankan fungsi terapis sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien
cara-cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan
mengeksploras keistimewaan-keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan
kemudian membuat pernyataan-pernyataan direktif dan saran-saran mengenai
cara-cara memecahkan masalah yang lebih efektif. Terapi menjadi suatu
pendidikan khusus di mana rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik
dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi diuji.
C TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling realita dan sudut pandang konselor menurut Burks (1979)
menekankan bahwa konseling realita merupakan bentuk mengajar dan latihan
individual secara khusus. Secara luas, konseling ini membantu konseli dalam
mengembangkan sistem atau cara hidup yang kaya akan keberhasilan.
1
Menolong individu agar mampu mengurus dirinya sendiri, supaya
dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2
Mendorong konseli agar
berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan
kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3
Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
4
Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian
kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya
keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
5
Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran
sendiri.
D HUBUNGAN TERAPEUTIK
1
Konselor
Tugas utama
konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian menghadapi
konseli dengan mengusahakan agar konseli mengambil keputusan. Konselor bertuas
melayani sebagai pembimbing untuk membantu konseli menaksir tingkahlaku mereka
secara realistis. Konselor diharapkan memberi hadiah bila konseli berbuat dalam
cara yang bertanggungjawab dan tidak menerima setiap penghindaran atas
kenyataan atau tidak mengarahkan konseli menyalahkan setiap hal atau setiap
orang. Beberapa kualitas pribadi yang harus dimiliki konselor adalah kemampuan
untuk sensitif, untuk mencapai kebutuhan mereka secara terbuka, tidak untuk
menerima ampunan, menunjukkan dukungan yang terus menerus dalam membantu
konseli, untuk memahami dan mengempati konseli, dan untuk terlibat dengan tulus
hati.
2
Konseli
Dalam
konseling realita, pengalaman yang perlu dimiliki oleh konseli adalah peran
konseli memusatkan pada tingkah laku dalam proses konseling (konseli diharapkan
memusatkan pada tingkah laku mereka sebagai ganti dari perasaan dan
sikap-sikapnya), konseli membuat dan menyepakati rencana (ketika konseli
memutuskn untuk bagaimana mereka ingin berubah, mereka diharapkan untuk
mengembangkan rencana khusus untuk mengubah tingkah laku gagal ke tingkahlaku berhasil),
konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, dan konseli belajar kecanduan
positif (dalam hal ini Glasser mengungkapkan pentingnya belajar tanpa kritik
dari orang lain dalam setiap usaha kita.
3
Situasi Hubungan
Konseling
realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan antara konseli dan
konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan dan kepercayaan pada
kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil, harus mengkomunikasikan
dirinya kepada konseli bahwa dirinya membantu. Melalui keterlibatan ini,
konseli belajar mengenai hidup daripada memusatkan pada mengungkap kegagalan
dan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab. Kunci konseling realita adanya
kesepakatan/komitmen dalam membuat rencana dan melaksanakannya. Perencanaan
yang telah dilakukan oleh konseli dinilai positif jika ditulis dalam kontrak. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi
bagian dari proses terapi, bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan
maupun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situası terapı.
Kemampuan terapis untuk
terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien dalam proses terapeutik
dianggap paling utama. Fungsi ini sering kali sulit, terutama apabila klien
tidak menginginkan konseling atau apabila dia meminta "tolong"
sekadar coba-coba. Glasser (1965) menunjukkan bahwa cara terjadinya
keterlibatan antara dua orang yang asing banyak berurusan dengan
kualitas-kualitas yang diperlukan para terapis. Makin besar derajat pemilihan
kualitas-kualitas itu oleh terapis, akan semakin mampu pula dia menciptakan
tipe keterlibatan dengan klien yang akan menunjang keberhasilan terapi.
Menurut Glasser beberapa
atribut atau kualitas pribadi itu mencakup kemampuan dan kesedian terapis untuk
menuntut, namun peka; memenuhi kebutuhan-kebutuhannyaan sendiri dalam
kenyataan; secara terbuka berbagi perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan tidak
memelihara sikap menjauhkan diri; membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang
oleh klien; tidak menerima dalih penghindaran tindakan yang bertanggung jawab,
menunjukkan keberanian secara berksinambungan menghadapi klien, tanpa
mengindahkan penentangan dari para klien apabila mereka tidak hidup secara
realistis memahami dan merasakan sımpati terhadap klien, dan membangun
keterlibatan yang tulus dengan klien. Pengalaman Klien dalam terapi realitas
bukanlah orang-orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung
jawab, melainkan orang-orang yang termasuk tidak bertanggung jawab. Meskipun
tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab,
tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rasa berguna. Tingkah laku
mereka itu pun merupakan upaya untuk memperoleh identitas meskipun boleh
jadi-identitas keagalan.
Sebelum
terjadi terapi yang efektif, keterlibatan arus berkembang. Para klien perlu
mengetahui bahwa orang yang membantu mereka, yakni terapis, menaruh perhatian
yang cukup kepada mereka menerima dan membantu mereka dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan .
Berikut
tunjauan ringkas atas prinsip prinsip alau konsep-konsep yang spesifik yang
menyajikan kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari
hubungan antara terapis dan klien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan
oleh Glasser (1965, 1969) serta Glasso mereka di dunia nyata dan Zunin (1973)
1
Terapi
realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antar terapis dan
klien. Teapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaannya
atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus
mengomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi
dengan terapis klien belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada
hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang
tidak bertanggung jawab. Terapis juga menunjukkan perhatiannya dengan menolak
penyalahan atau dalih-dalih dar klien. Terapis cukup menaruh perhatian untuk
memandang klien dar segi akan menjadi apa kliennya itu jıka ia memutuskan untuk
hidup dengan menghadapi kenyataan. Terapis mengembangkan hubungan yang hangat
seraya menghindari hubungan yang menjurus kepada Adalah tugas terapis untuk
menentukan situasi terapeutik sehingga klien memahami sifat, maksud, dan arah
hubungan yang percintaan terjalin Glasser (1969) percaya bahwa keterlibatan
yang diterapkan di sekolah adalah vital bagi seorang anak untuk mencapai
identitas keberhasilan la mengungkapkan bahwa terlalu banyak sikap menghindar
dan usaha memotivasi dengan cara-cara eksternal di sekolah-sekolah. Sejalan
dengan imbauannya bagi pembentukan hubungan pribadi antara terapis dan klien,
Glasser (1969) memandang bahwa keterlibatan sangat penting dalam hubungan
guru-siswa.
2
Perencanaan
adalah hal yang esensial dalam terapi realitas Situasi terapeutik tidak
terbatas pada diskusi-diskusi antara terapis dan klien Mereka harus membentuk
rencana-rencana yang, jika telah terbentuk, harus dijalankan; dalam terapi
realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Kerja yang paling penting dalam
proses terapeutık di antaranya adalah membantu klien agar mengenali cara cara
yang spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tlingkah laku
keberhasılan. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas
motivasi dan kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana
bukanlah hal yang mutlak, melainkan merupakan cara-cara alternatif bagi klien
untuk memecahkan masalah-masalah dan untuk memperluas pengalaman-pengalaman
hidup yang penuh keberhasilan. Rencana-rencana tindakan harus spesifik
kongkret, dan bisa diukur Rencana-rencana itu juga jangan kaku ejumlah besar
rencana bisa diterapkan pada pemecahan masalah. Jika suatu rencana tidak bisa
dijalankan, maka rencana tersebut harus dievaluasi, dan rencana-rencana lain
bisa diajukan, Glasser dan Zunin (1973, hlm. 302) memandang perlu penuangan
rencana dalam tulisan dalam bentuk kontrak. Selanjutnya, klien bertanggung
jawab atas tindakan-tindakannya dalam menjalankan rencana-rencana. Dalam
bukunya yang berudul Schools without Failure, Glasser (1969 hlm. 50)
mengemukakan konsep pelibatan para siswa dalam pembualan rencana bagı
pengalaman-pengalaman belajar yang relevan dan keberhasilan la mengungkapkan
bahwa sekolah-sekolah sering kekurangan relevansi bagi para siswa:
"Sekolah-sekolah biasanya tidak mengajarkan kurikulum yang relevan,
kalaupun melakukannya, mereka gagal mengajari anak bagaimana mengaitkan belajar
dengan kehidupan di luar sekolah" Jika sekolah-sekolah terlibat dalam
relevansi itu, maka perencanaan pengalaman-pengalaman belajar kehidupan nyata
yang mengarah pada dentitas keberhasılan menjadı mungkin dilaksanakan. Glasser
mendiskusıkan rincian dari sifat, struktur, dan fungsi pertemuan-pertemuan
kelas" la menyajikan cara-cara spesifik untuk memulai pertemuan-pertemuan
semacam itu, dan memberikan sejumlah saran konkret tentang bagaimana memelihara
perlemuan pertemuan kelhs tu agar tetap berlangsung Dengan cara ini, siswa bisa
bersama-sama mengembangkan suatu kurikulum yang bermakna
3
Komitmen
adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan pertimbangan
nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana-rencana
tindakan, terapis membantu dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan
rencana-rencana itu dalam kehidupan schari-hari mereka Pernyataan-pemyataan dan
rencana-rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan untuk melaksanakannya.
Glasser dan Zunin (1973, hlm. 302) menyatakan bahwa "cini utama
orang-orang yang memilikı identitas kegagalan adalah bahwa mereka memiliki
keengganan yang kuat untuk rnengikatkan dirinya sendiri" Oleh karena itu,
dengan menjalanı rencana-rencana itu para klien diharapkan bisa memperoleh rasa
berguna.
4
Terapi
realitas tidak menerima dalih. Jelas bahwa tidak semua komitmen klien bisa
terlaksana. Rencana-rencana bisa gagal. Akan tetapı, jika rencana-rencana
gagal, terapis realitas tidak menerima, tidak tertarik untuk mendengar
alasan-alasan, penyalahan, dan keterangan-keterangan klien tentang mengapa
rencananya gagal. Glasser menegaskan bahwa terapis jangan menyalahkan atau
mencela klien tas kegagalannya, juga jangan menjadi "detektif" untuk
mencari sebab kegagalan itu. Glasser berpendapat bahwa orang-orang mengetahui
mengapa sesuatu bisa gagal. Jadi, terapis harus berfokus pada apa maksud klien
menyelesaikan sesuatu yang diputuskan untuk dilaksanakan alih-alih pada mengapa
Glasser (1969) menyatakan bahwa yang
esensial bagi terapis adalah "mendorong pasien agar menghadapi kenyataan
dan tingkah lakunya. Tugas terapis adalah memberikan perhatian yang cukup
sehingga klien mampu menghadapi suatu kebenaran bahwa dia telah menghabiskan
hidupnya dengan mencoba menghindarinya dia bertanggung jawab atas tingkah
lakunya sendiri" Terapis tidak pernah memaklumi atau memaafkan tingkah
laku klien yang tidak bertanggung jawab. Terapis jangan menerima alasan-alasan
mengapa suatu rencana gagal, sebab uindakarn demikian hanya memperkuat
idenlitas kegagalan
E TEKNIK KONSELING
Pelaksanaan Konseling realita, menurut Corey (1982) ada beberapa teknik
yang dapat dilaksanakan yaitu :
1
Melakukan main peran dengan klien.
2
Menggunakan humor
3
Mengkonfrontasi klien dengan tidak memberikan ampunan / tidak
menerima dalih.
4
Membantu klien merumuskan rencana perubahan.
5
Melayani klien sebagai model peranan dan guru.
6
Menentukan batas-batas dan struktur konseling yang tepat dan
jelas.
7
Menggunakan verbal shock atau sarkasme yang tepat untuk menentang
klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
8
Terlibat dengan klien dalam mencari hidup yang lebih efektif.
Teori konseling realita
memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu:
1
Metapor
Konselor
menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan anekdot untuk
memberi konseli suatu pesan penting dalam ccara yang efekitif. Konselor juga
mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli.
2
Pertanyaan
Konselor
menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari konseli
sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi
menggunakan pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli
menilai hidupnya dan kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak
perlu di ubah.
3
WDEP
Ada dua
strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau lingkungan konseling
dari prosedur WDEP yang digunakan untuk membantu konseli menilai
keinginan-keinginannya. Perilaku-perilakunya, dan kemudian merumuskan rencana-rencana,
yaitu :
a
Want (keinginan) : langkah mengeksplorasi keinginan yang
sebenarnya dari klien ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang
tidak diinginkan. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk rnengeksplorasi
tentang keinginan yang sebenarnya dan dengan bertanya (mengajukan pertanyaan)
bidang-bidang khusus yang relevan dengan problem atau konfliknya : misalnya
teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan
dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
b
Doing and Direction(melakukan dengan terarah) : langkah dimana
klien dlharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4
komponen perilaku, pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkait
dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi
pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan. dan keadaan fisik
yang dialarni untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya
terhadap perilakunya itu.
c
Evaluation (Evaluasi): evaluasi diri klien merupakan inti terapi
realitas. Klien di dorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah
dilakukan terkait dengan efektifitasnya dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan
membantu atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan
keterarahannya, persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta
pengaruh terhadap dirinya. Pertanyaan tentang hal- hal yang bersifat evaluasi
“diri” disampaikan dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
d
Planning (rencana) klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku
total dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan,
konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu :
1)
dirumuskan oleh klien sendiri,
2)
realistis atau dapat dicapai,
3)
ditindak lanjuti dengan segera,berada di bawah kontrol klien,
tidak bergantung pada orang lain tindakan bertanggung jawab.
4
Renegosiasi
Konseli tidak
selalu dapat menjalankan rencana perilaku pilihanya. Jika ini terjadi, maka
konselor mengajak konseli untuk membuat rencana ulang dan menemukan pilihan
perilaku lain yang lebih mudah.
5
Pengembangan ketrampilan
Konselor
perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk memnuhi kebutuhan dan
keinginan-keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor dapat
mengajar konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif,
berfikir rasional, dan membuat rencana.
6
Adiksi positif
Menurut
Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai bentuk
perilaku negatif dengancara memberikan kesiapan atau kekuatan mental,
kreatifitas, energi dan keyakinan. Contoh : mendorong olahraga yang teratur,
menulis jurnal, bermain musik, yoga, dan meditasi.
7
Penggunakan kata kerja
Dimaksudkan
untuk membantu konseli agar mampu mengendalikan hidup mereka sendiri dan
membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli
dengan kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan
kata memarahi, mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini
mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan merupakan keadaan yang mati
tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.
8
Konsekuensi natural
Konselor
harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan karena itu
dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu menerima
permintaan maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan
sangsi. Alih-alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku
lain yang bisa membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami
kosekuensi negatif dari perilakunya yang tidak bertanggung jawab.
F PENERAPAN
1.
Pada Situasi-Situasi Konseling
Glasser
dan Zunin (1973, hlm. 307) percaya bahwa teknik-teknik terapi realitas bias diterapkan
pada lingkup masalah behavioral dan emosional yang luas. Mereka menyatakan
bahwa prosedur-prosedur terapi realitas lahdigunakan dengan berhasil pada
penanganan masalah-masalah individuperanyar yang spesifik seperti masalah
kecemasan, maladjustment, konflik-konfilik perkawinan, perversi, dan
psikosis".
Satu
area di mana terapi realitas telah digunakan secara ekstensif dean keberhasilan
yang besar adalah penanganan para remaja pelanggar hukum. Hasil kerja Glasser
di Ventura School for Girls menunjukkan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas
dalam programnya telah mengurangi angka residivisme secara berarti (Glasser dan
Zunin, 1973).
Terapi
realitas untuk digunakan dalam terapi individual, kelompo dan konseling
perkawinan. Dalam terapi individual, terapis biasanya menemui klien sekali
dalam seminggu selama 45 menit. Pada permulaan terapi, terapis bisa memberikan
konsultasi kepada klien mengenai lamanya terapi
Terapi
kelompok adalah wahana yang efektif bagi penerapar prosedur-prosedur terapi
realilas. Proses kelompok bisa menjadi agen yang kuat untuk membantu klien
dalam melaksanakan rencana-rencana dan komitmen-komitmennya Para anggota
diminta menuliskan kontrak-konirak khusus dan membacakannya di hadapan
kelompok. Keterlibatan dengan para anggota lain dengan cara yang bermakna
merupakan perangsang untuk tetap pada komitmen yang telah dibuat Pemakaian
asisten terapis sering dilakukan dan telah diketahui sangat membantu dalam kelompok-kelompok
terapi realitas.
Menurut
Glasser dan Zunin (1973), konseling perkawinan alau terapi laksanakan oleh
terapis realitas. Mereka memandang tipe konseling ini sebagai serangkaian
session yang terbatas biasanya terdiri atas lima sampai lima belas kali
pertemuan Pada akhir terapi dibuat evaluasi untuk menentukan apakah ada
kemajuan dan apakah session selanjutnya bisa dilanjutkan. Pada permulaan terapi
pertu ditetapkan apakah pasangan (a) memutuskan untuk mengakhiri ikatan
perkawinan b) berkeinginan mengeksplorasi pro dan kontra mengenai kemungkinan
meneruskan hubungan perkawinan, atau (c) secara pasti menginginkan
diteruskannya hubungan perkawinan telapi meminta bantuan terapis untuk
memperbaiki hubungannya itu. Terapis diharapkan akif dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada pemahaman ata dinamika-dinamika
umum perkawinan dan gaya berelasi yang digunakan pasangan terhadap satu sama
lain. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa ajukan adalah: "Apa yang Anda
lakukan yang membual Anda merasa (atau buruk) mengenai diri Anda sendiri?"
"Apa yang dilakukan oleh ngan Anda yang membuat Anda merasa baik (atau
buruk) mengenai diri anda sendiru?’ Perubahan-perubahan spesifik apa yang
Anda berdua inginkan terjadi dalam
pekawinan Anda?”
2.
Penerapan di Sekolah
Terapi
realita memiliki implikasi-implikasi langsung bagi situasi-situasi sekolah.
Glasser untuk pertama kalinya menaruh perhatian pada masalah- masaah belajar
dan tingkah laku anak ketika ia menangani anak-anak perempuan dilingkungan di
Ventura school for Girls dari California Youth Authority. Ia menemukan sejarah
yang hamper universal dari kegagalan sekolah di kalangan anak-anak perempuan
tersebut, dan penemuannya ia menjadikan ia konsultan sekolah-sekolah negeri.
Glasser (1965) mengambangkan konsep-konsep untuk membantu anak-anak dalam
memecahkan masalah yang dilukiskannya di dalam bukunya, Reality Therapy.
Sementara
melanjutkan kerjanya di sekolah-sekolah dasar negeri, Glasser menjadi yakin
bahwa noda kegagalan merambesi atmosfer di kebanyakan sekolah dan memiliki
pengaruh merusak terhadap kebanyakan sekolah dan memiliki pengaruh merusak
terhadap kebanyakan anak di sekolah. Pegapusan kegagalan dari system sekolah
serta pencegahannya alih-alih hanya treatment menjai dua di antara
tujuan-tujuanna.
Glasser
1969 percaya bahwa pendidikan bias menjadi kunci bagi pergaulan manusia yang
efektif. Dalam bukunya ia mengemukakan sebuah program untuk menghapus
kegagalan, menitikberatkan pemikiran ketimbang kerja mengingat, memperkenalkan
relevansi ke dalam kurikulum, mengganti hukuman dengan displin, menciptakan
suatu lingkungan belajar di mana anak-anak bias memaksimalkan pengalaman yang
berhasil yang akan menuju pada identitas keberhaasilan, menciptakan motivasi
dan keterlibatan, membantu para sisiwa dalam mengembangkan tingkah laku yang
bertanggungjawab dan membentuk cara-cara untuk melibatkan para orang tua dan
masyarakat dengan sekolah. Pada tahun 1970 Willian Glasser Center didirikan di
LaVerne Collage dengan maksud melaksanakan filsafat dan prosedur-prosedur yang
diuraikan dalam Schools without Failure di sekolah. Maksud tersebuh tercapa
melalui penyelenggaraan seminar-seminar sehingga sekolah-sekolah bias membangun
sendiri apa yang disebut sekolah-sekolah tanpa kegagalan. LaVerne Collage di
Calfornia kini menyajikan program master di sekolah sekolah tana Kegagalan.
Kuliah-kuliah yang diberikan melalui program menitikberatkan
keterlibatan,relavansi,berpikir, serta cara-cara menghapus kegagalan dan
meningkatkan keberhasilan. Perhatian juga diberikan pada perubahan sikap,
kecapakan berkomunikasi, proses-proses kelompok, dan pemecahan masalah.
G KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
1.
Kelebihan
a).
Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.
b).
Asumsi mengenai kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan
kematangan.
c).
Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai
upaya untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak sesuai.
d).
klien dapat belajar tingkah laku yang lebih realistic dan
karenanya bisa tercapai keberhasilan.
e).
Lebih cepat nenyadarkan klien karena secara langsung mengajak
klien untuk bertindak.
f).
Mudah dilaksanakan.
2.
Kelemahan
a).
Teori ini mengabaikan tentang inteligensi manusia, perbedaan
individu dan faktor genetik lainnya.
b).
Jangka aktu terapi yang relatif pendek.
c).
Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami
dari pribadi klien.
SUMBER RUJUKAN
Corey,
Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terjemahan). Bandung
: PT Refika Aditama Corey, Gerald. 1996. Theory and Practice of Counseling and
Psychoterapy 5th edition. USA : International Thomson Publishing Inc
Latipun,
2008. Psikologi Konseling edisi ketiga. Malang : Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang
Komentar
Posting Komentar