RANGKUMAN TEORI- TEORI KEPRIBADIAN (Teori Dinamika Holistik Masllow)
RANGKUMAN
TEORI-
TEORI KEPRIBADIAN
(Teori
Dinamika Holistik Masllow)

Oleh:
HASMAWATI 1744041040
EKA
SRIJAYARNI 1744040028
YULIANA 1744040025
AKBAR
NAIM 1744040007
PSIKOLOGI
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2018
ABRAHAM
MASLOW: TEORY KEPRIBADIAN HUMANISTIK
Dalam
psikologi terdapat tiga revolusi yang mempengaruhi pemikiran psikologis modern.
Revolusi pertama adalah psikoanalisa, yang menghadirkan manusia sebagai
bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik. Revolusi yang kedua
behaviorisme, yang mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, fasif, dan
penurut terhadap stimulus lingkungan, atau sebagai bidak dari ketentuan
lingkungan. Kemudian muncul revolusi yang ketiga psikologi humanistic, adalah
sebuah “gerakan” yang muncul dengan menampilkan gambaran manusia yang berbeda
dengan gambaran manusia dari psikoanalisis maupun behaviorisme, yakni berupa
gambaran manusia sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu
bergerak kearah pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya apabila
lingkungan memungkinkan.
A. RIWAYAT
HIDUP SINGKAT A.H. MASLOW
A.H. Maslow dilahirkan
di broklyn, New York pada tanggal 1 april 1908. Karena desakan ayahnya, Maslow
pada mulanya memilih hukum sebagai bidang studinya di City College, Now York.
Tetapi baru 2 minggu kuliah Maslow pindah ke universitas corner, dan tak lama
kemudian ke uniersitas wiskonsin dengan bidang psikologi sebagai pilihannya.
B.
EKSISTENSIALISME DAN
PSIKOLOGI HUMANISTIK
Eksistensialisme dengan sejumlah tokohnya
yang mengesankan meliputi, Soren Kierkegaard, Nietzsche, Karl Jaspers, Martin
Heydegger, Sartre, Merleau-ponty, Camus, Binswanger, Medardsboss, dan Viktor
Vrankl adalah sebuah aliran filsafat yang mempermasalahkan manusia sebagai
individu dan sebagai problema yang unik dengan keberadaannya.
Pendek kata, karena pengaruh
eksistensialisme psikologi humanistic mengambil model dasar manusia sebagai
makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
C.
AJARAN-AJARAN DASAR
PSIKOLOGI HUMANISTIK
1. Individu
sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari
psikologi humanistic adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus
dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
2. Ketidakrelevanan
penyelidikan dengn hewan
Para juru bicara psikologi
humanistic mengingatkan bahwa adanya perbedaan antara tingkah laku manusia
dengan hewan. Selanjutya Maslow menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan
tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan
cirri-ciri yang khas manusia seperti adanya gagasan-gaagasan, nilai-nilai, rasa
malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, yang
dengan kesemua cirri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan,
puisi, music, dan pekerjaan-pekerjaan khas lainnya.
3. Pembawaan
baik manusia
Psikologis humanistic memiliki anggapan,
bahwa manuisa itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut
perspektif humanistic, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu
adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
4. Potensi
kreativ manusia
Maslow yakin bahwa, jika setiap orang
mempunyai kesempatan dengan lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan
kreativitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya.
5. Penekanan
pada kesehatan psikologis
Maslow yakin bawwa kita tidak akan
memahami gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental. Maslow juga
menegaskan bahwa dengan mempelajari model-model yang kerdil atau tidak matang
atau tidak sehat kita hanya akan menghasilkan “psikologi kerdil”.
D.
TEORY KEBUTUHAN
BERTINGKAT
Oleh Maslow kebutuhan manusia yang
tersusun bertingkat itu dirinci kedalam 5 tingkat kebutuhan, yakni:
1.
Kebutuhan-kebutuhan
dasar fisioogis
2.
Kebutuhan akan rasa
aman
3.
Kebutuhan akan cinta
dan memiliki
4.
Kebutuhan akan harga
diri
5.
Kebutuhan akan
aktualisasi diri
1. Kebutuhan-kebutuhan
fisiologis
Kebutuhan-kebutuhan
fisiologis ( physiological needs ) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang
paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan
biologis dan kelangsungan hidup. Dan jika kebutuhan fisiologis ini tidak
terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak akan tergerak untuk
bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Kebutuhan fisiologis, dalam hal ini
terutama kebutuhan fisiologis akan makanan, merupakan satu aspek yang penting
dalam rangka memahami manusia. Dengan demikian tidak bisa dimungkiri lagi bahwa
kebutuhan fisiologis itu merupakan pendorong dan pemberi pengaruh yang kuat atas
tingkah laku manusia, dan manusia akan selalu berusaha memuaskannya sebelum
memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan
akan rasa aman
Apabila kebutuhan fisiologis individu
telah terpuaskan, maka dalam diri individu alan muncul satu kebutuhan lain
sebagai kebutuhan yang dominan dan menurut pemuasan, yakni kebutuhan akan rasa
aman ( need for self-security ). Yang di
maksud oleh Maslow dengan kabutuhan akan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan
yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian, dan
keteraturan dari keadaan lingkungannya. Maslow mengemukakan bahwa kebuthan akan
rasa aman ini sangat nyata dan bisa diamati pada bayi dan anak-anak karena
ketidakberdayaan mereka. Dengan demikian,
dari contoh tersebut kita bisa memperoleh
gambaran bahwa, sesungguhpun kebutuhan rasa aman itu merupakan bawaan, faktor
belajar atau pengalaman memiliki pengaruh terhadap pengurangan urgensi
kebutuhan akan rasa aman dan peningkatan kemampuan mentralisasi
stimulus-stimulus yang mengganggu rasa aman. Sebaliknya, peningkatan
urgensi atau mendesaknya kebutuhan akan
rasa aman itu juga bisa terjadi akibat
pengalaman. Sebagai contoh, seorang anak mengalami kecelakaan. Akibat
kecelakaan ini si anak memiliki rasa takut terhadap banyak hal, yang pada
gilirannya menyebabkan si anak memiliki keinginan yang kuat untuk melindungi
dan perhatian.
Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa
aman pada anak-anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak-anak akan
memperoleh rasa aman yang cukup apabila mereka berada dalam ikatan dengan
keluarganya. Orang tua akan memperlakukan anak-anaknya itu bisa memperoleh rasa
aman. Demikian pula perlakuan-perlakuan orang tua yang kasar, pemisahan anak
dari orang tuanya, perceraian dan kematian dalam keluarga, terutama orang tua,
merupakan kondisi yang memiliki pengaruh buruk terhadap rasa aman dan kesehatan
mental anal-anak.
Maslow selanjutnya menyatakan, bahwa
tipe tertentu, dari keadaan neurotik, yakni obsesi-kompulsi, terutama didorong
oleh pencarian rasa aman. Sejumlah orang neurotik, apabila menghadapi keadaan
tertentu yang mengancam, akan berusaha keras menstabilkan dunianya melalui
penampilan yang rapi, berdisiplin, dan tetarur. Kebutuhan akan rasaa aman dari
orang-orang neurotik itu juga sering di ekspresikan melalui keinginan mencari
pelindung atau orang-orang kuat yang bisa dijadikan tempat bergantung (
Maslow,1970 ).
3. Kebutuhan
akan cinta dan rasa memiliki
Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (
need for olve and belongingness) ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan
individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di
lingkungan keluarga ataupun dilingkungan kelompok dimasyarakat. Bagi
individu-individu, keanggotaan dalam kelompok sering menjadi tujuan yang
dominan, dan mereka bisa menderita kesepian, terasing, dan tak berdaya apabila
keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya. Seorang mahasiswa
perantuan yang jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa
memiliki. Keadaan itu mendorong si mahasiswa untukMembentuk ikatan baru dengan
orang-orang atau kelompok yang ada di tempat dia merantau.
Menghadapi
keasingan menyangkut data empiris dari konsep kebutuhan akan cinta dan rasa
memiliki yang disusunnya. Maslow menunjuk kepada mobilitas sosial yang tinggi
di Amerika Serikat. Mobilitas yang tinggi ini, menurut Maslow, merupakan akibat
dari kurang terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Menurut Maslow
selanjutnya, terbentuknya kelompok-kelompok pertemuan (encounter groups ) dan
kelompok-kelompok lain semacamnya dimotivasi
oleh kelaparan untuk melakukan kontak
dengan orang lain, oleh hasrat untuk menciptakan keintiman dan rasa memiliki,
oleh hasrat untuk menghadapi kesepian dan keterasingan yang kian meningkat,
oleh runtuhnya kelompok-kelompok tradisional dan tercerai-berai keluaeganya
serta oleh menghilangnya, kesempatan untuk melakukan hubungan tatap muka.
Maslow juga mengungkapkan bahwa
terbentunya gang-gang anak muda selalu memberontak dan membikin kerusuhan,
dalam banyak hal di dorong oleh kebutuhan yang mendalam untuk memperoleh kontak
yang intim dan oleh hasrat untuk menciptakan kebersamaan sejati dalam
mengahadapi pihak-pihak yang mereka anggap musuh. Musuh-musuh yang di maksud oleh anak-anak muda itu terutama
lembaga-lembaga dan orang-orang yang memiliki kekuasaan atas diri mereka.
Maslow dengan tegas menolak pendapat
Freud bahwa cinta dan afeksi itu berasal dari naluri seksual yang
disublimasikan. Bagi Maslow, cinta dan seks adalah dua hal yang sama sekali
berbeda. Selanjutnya Maslow menegaskan bahwa cinta yang matang menunjuk kepada
hubungan cinta yang sehat diantara dua orang atau lebih, yang didalamnya
terdapat sikap saling percaya dan saling menghargai.
4. Kebutuhan
akan rasa harga diri
Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan
akan rasa harga diri ( need for self-esteem ), oleh Maslow dibagi kedalam dua
bagian. Bagian pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri,
dan bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Individu ingin
mengetahui atau yakni bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala
tantangan dalam hidupnya. Adapun bagian yang kedua meliputi antara lain
prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
Susunan
bertingkat dari kebutuhan-kebutuhan dalam teori Maslow harus selalu di ingat.
Individu akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan akan rasa harga diri apabila
kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memilikinya telah terpenuhi dan terpuaskan.
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga
diri pada individu akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa
kuat, rasa mampu, dan perasaan berguna. Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri
yang sehat lebih didasarkan pada prestasi ketimbang pretise, status, atau
keturunan. Dengan perkataan lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah
hasil usaha individu yang bersangkutan. Dan merupakan bahaya psikologis yang
nyata apabila seseorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang
lain ketimbang pada kemampuan dan prestasi nyata dirinya sendiri.
5. Kebutuhan
akan aktualisasi diri
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau
aktualisasi diri ( nees for self-actualization ) merupakan kebutuhan manusia
yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila
kebutuhan-kebutuhan yang ada dibawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow
menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi
orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya.
Maslow juga mencatat bahwa aktualisasi
diri itu tidak hanya berupa penciptaan kreasi atau karya-karya berdasarkan
bakat-bakat atau kemampuan-kemampuan khusus. Orang tua, mahasiswa,dosen,
sekertaris dan buruh pun bisa mengaktualisasi dirinya, yakni dengan jalan
membuat yang terbaik, atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Hambatan yang pertama berasal dari dalam diri individu, yakni
berupa ketidaktahuan, keraguan dan bahkan juga rasa takut dari individu untuk
mengungkapkan potensi-potensi yang di milikinya, sehingga potensi itu tetap
laten.
Hambatan kedua atas upaya aktualisasi
diri itu berasal dari luar atau dari masyarakat. Hambatan dari masyarakat ini,
selain berupa kecenderungan mendepersionalisasi individu, juga berupa perepsian
sifat-sifat , bakat, aatu potensi-potensi. Masyarakat sering merepres
pengungkapan sifat-sifat atau atau kebiasaan-kebiasaan yang spesifik dari para
warga yang apabila terungkapkan, bisa mengantarkan mereka menuju aktualisasi
diri. Tegasnya, aktualisasi diri itu hanya mungkin apabila kondisi lingkungan
menunjangnya. Dan dalam kenyataannya, menurut keyakinan Maslow, tidak ada satu
pilihan pun lingkungan masyarakat yang sepenuhnya menunjang atas upaya
aktualisasi diri para warganya, mwski tentunya ada beberapa masyarakat yang jauh
lebih baik dan menunjang daripada masyarakat yang lainnya.
Hambatan terakhir atas upaya aktualisasi
diri itu berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan
rasa aman seperti diketahui, proses-proses perkembangan menuju kematangan
menuntut kesedian individu untuk mengambil resiko, membuat kesalahan, dan
melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif. Kesemuanya itu
jelas memerlukan keberanian. Dengan
demikian disimpulkan, bahwa pencapaian aktualisasi diri itu, di samping
membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang, juga menuntut juga adanya
kesediaan atau keterbukaan individu terhadap gagasan-gagasan dan
pengalaman-pengalaman baru.
E. MOTIF
KEKURANGAN DAN MOTIF PERTUMBUHAN
Sebagai
tambahan atas konsepsi kebutuhan bertingkatnya,
Maslow(1955) membagi motif-motif
manusia ke dalam dua kategori, yakni
motif ke kurangan(deficit motive) dan
motif pertumbuhan(growth motive).
Motif- motif kekurangan
menyangkut kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Sasaran utama dari motif-motif kekurangan ini
adalah mengatasi peningkatan tegangan organismik yang dihasilkan oleh keadaan
kekurang mengajukan
lima kriteria atau ciri dari motif-motif kekurangan sebagai berikut
1. Ketiadaan
pemuasnya membuat sakit(dengan menggunakan lapar sebagai contoh, jika seseorang yang lapar tidak memakan
makanan, maka dia akan jatuh sakit) makanan,
maka orang yang lapar itu tidak akan jatuh sakit) ada obat bagi orang yang lapar kecuali
makanan
2. Adanya
atau kehadiran pemuasnya mencegah sakit(dengan memakarn.
3. Perbaikan atau pengadaan pemuasnya
menyembuhkan sakit(tidak Di bawah kondisi memilih, pemenuhan motif kekurangan akan
diutamakan(orang yang lapar akan memilih makanan daripada memilih baju).
4. Motif-motif
kekurangan tidak begitu dominan pada orang sehat(orang yang sehat tingkah
lakunya tidak terus-menerus dikuasai oleh hasrat memperoleh makanan).
Berbeda dengan motif
kekurangan, motif-motif pertumbuhan(oleh
Mas- low disebut juga metaneeds atau
being motives) adalah motif-motif yang
mendorong individu untuk mengungkapkan potensi-potensinya. Arah dari motif
pertumbuhan ini adalah memperkaya kehidupan
dengan memper-banyak belajar dan
pengalaman, dan karenanya juga memberi semangat hidup.
Motif pertum- buhan juga bisa menjadi
motif yang utama setelah motif-motif kekurangan terpuaskan.
Karena
itu motif-motif pertum- buhan ini pun
harus terpuaskan apabila kesehatan psikologis ingin terpelihara dan
perkembangan yang maksimal ingin dicapai.
Jika tidak terpuaskan, maka
individu akan"sakit" secara
psikologis. "penyakit'" akibat
tidak terpuaskannya motif-motif pertumbuhan itu oleh Maslow disebut
metapatologi.
F.
VALIDASI EMPIRIS ATAS
TEORI KEPRIBADIAN MASLOW
Sebagaimana
yang dialami oleh psikoanalisa ataupun behaviorisme, teori kepribadian humanistik, khususnya teori kepribadian Maslow, tidak luput dari berbagai kritik. Kritik-kritik ini terutama datang dari
tokoh-tokoh hehaviorisme. Dalam
kenyataannya memang di antara tokoh-tokoh be-
haviorisme dan psikologi humanistik ini selalu terdapat pertentangan dan
saling kritik. Dari pihak psikologi
humanistik, sebagai telah disinggung di
muka, Maslow melontarkan kritikannya
bahwa behaviorisme telah mendehumanisasi manusia dengan memandangnya tak lebih
dari mesin pengolah refleks-refleks berkondisi dan tak berkondisi. Juga Maslow mengeritik behaviorisme atas
penekanannya pada ketetapan cara dan kecanggihan alat eksperimen dalam
penyelidikan tingkah laku seraya mengabaikan kompleksitas dan makna-makna dari
apa yang diselidikinya Sebaliknya, dari pihak
behaviorisme muncul serangan terhadap psikologi humanistik sehubungan dengan
penggunaan konsep-konsep yang, menurut
para behavioris, kabur dan sulit
diperiksa validitasnya secara cmpiris Khusus terhadap teori Maslow, para behavioris itu mempersoalkan konsep
pengalaman subjektif berikut metode pengambilan data yang menyer- tainya,
yakni metode introspeksi. Sama
halnya dengan kritik yang ditu jukan kepada metode introspeksi
psikoanalisa, para behavioris menyebut
metode introspeksi yang digunakan oleh Maslow sebagai metode yang lemah dari
sudut metodologi ilmiah yang objektif.
beberapa
usaha untuk menguji beberapa konsep dari teori Maslow Sampai saat ini, usaha-usaha untuk menguji atau membuktikan
teori Maslow terutama dipusatkan pada dua konsep, yakni
(1)
konsep kebu- an bertingkat dan
(2) konsep aktualisasi diri. Perhatian dan usaha em iris hanya ditujukan
kepada kedua konsep tersebut oleh karena keduanya telah memberi sumbangan yang
besar terhadap psikologi dan teori kepriba dian. Sebagai contoh, tidak ad keterangan untuk membuktikan buah
pikiran Maslow bahwa metaneeds atau motif-motif pertumbuhan akan muncul setelah
kebutuhan-kebutuhan dasar atau motif-motif kekurangan terpuaskan.
Sebagai hasilnya, maka Maslow telah membantu s jumiah besar peneliti
untuk memandang ilmu pengetahuan sebagai suatu upaya di mana teknik-teknik yang
pantas digunakan untuk menangani masalah-masalah yang berarti, ketimbang sebagai metode di mana teknik
teknik dan peralatan yang canggih digunakan untuk menguji hal-hal yang
remeh. Lebih dari itu, sebagaimana yang tersirat dalam
tulisan-tulisannya, Maslow selalu
menghadirkan gambaran humanistik dari manusia untuk menyadarkan siapa pun yang
bergerak di bidang penelaahan tingkah laku manusia, bahwa manusia itu tidak akan bisa sepenuhnya
ditangkap oleh upaya-upaya ilmiah tradisional.
Sebagai
gambaran, Porter(1961) menemukan bahwa para pimpinan perusahaan
tingkat tinggi lebih memperhatikan pemuasan ke-
butuhan akan rasa harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri daripada
manajer-manajer tingkat rendah. Dalam
suatu pengujian empiris atas konsep kebutuhan bertingkat dari Maslow, Graham dan Baloun(1973) mengajukan dua hipotesis. Hipotesis pertama menyatakan bahwa taraf
kepuasan suatu kebutuhan memiliki korelasi yang negatif dengan keinginan untuk
memuaskan kebutuhan tersebut. Hipotesis
yang kedua adalah, pada dua kebutuhan
yang berbeda tingkatannya, dorongan
pemuasan kebutuhan yang lebih rendah akan lebih besar daripada dorongan
pemuasan kebutuhan yang lebih tinge.
Kedua hipotesis tersebut diuji melalui pengambilan dan pengolahan data
yang melibatkan subjek penelitian sebanyak 37 orang. Hasilnya adalah, kedua hipotesis yang diajukan diterima, dan dengan demikian dua aspek yang terdapat
pada konsep kebutuhan bertingkat Maslow terdukung secara empiris. Dua aspek yang dimaksud adalah;
(a) apabila
suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka
individu pada saat tersebut tidak akan berusaha untuk meneruskan
pemuasannya, melainkan akan berusaha
memuaskan kebutuhan lain yang lebih tinggi,
dan
(b) kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah
pemuasannya lebih mendesak dan akan didahulukan oleh ividu daripada kebutuhan
yang lebih tinggi(individu akan men ulukan makan daripada membeli baju)
2. Pengukuran dan alat ukur aktualisasi diri
Pandangan dasar tentang manusia yang diungkapkan oleh Maslow dan pa- ra teoretis kepribadian yang berorientasi
humanistik pada umumnya me- rupakan
pandangan yang positif dan menyegarkan.
Maslow percaya bahwa hampir sebagian besar orang dipenjarakan olch
lapisan-lapisan dari situasi keliling yang tidak selalu mendukungnya untuk
mencapai kemanusiaan yang penuh.
Tetapi
dengan dikembangkannya Personal Orientation Inventory(POI) oleh Shostrom, sebagai pengukur aktualisasi diri yang
sahih(valid) dan andal(reliabel), penelitian empiris atas konsep aktualisasi
diri dari Maslow itu semakin meningkat dewasa ini. POI,
dalam bentuk kuesioner laporan diri yang terdiri dari 150 perangkat
item, dirancang sesuai dengan pemikiran
Maslow, dan dilengkapi dengan penaksiran
atas derajat aktualisasi diri individu.
Masing-masing perangkat item berisi dua pernyataan, dan sub jek harus memilih salah satu
pernyataan yang relevan dengan dirinya.
Di bawah ini adalah contoh dua perangkat item PO yang
pertama
a. Saya
hidup dengan hukum-hukum dan ketentuan masyarakat
b. Saya
tidak perlu hidup dengan hukum-hukum dan ketentuan masyarakat
Kedua
a. Adalah
lebih baik menjadi diri sendiri
b. Adalah
lebih baik menjadi orang populer Item-item diskor untuk mengukur dua area utama
dari perkembangan p sonal, yang satu
menyangkut pemakaian waktu yang efektif(time petence), dan ya seseorang tergantung kepada dirinya
sendiri atau kepada orang lain dalam membuat keputusan-keputusannya(inner
direction).
Sejak
POI diperkenalkan, telah terjadi
peningkatan bukti atas vali ditasnya(Fox,
Knap dan Michael, 1968; Shostrom,
1968, 1973; Raanan 1973).
Studi-studi itu telah menunjukkan bahwa POI bisa membedakan kelompok
individu yang oleh Maslow termasuk kategori self-aciualized dan
non-self-actualized. Suatu studi yang
dilakukan oleh McClain(1970) menunjukkan
bagaimana POI divalidasi sebagai pengukur tingkatan ke- sehatan psikologis yang positif dari
individu. Komposisi skor aktualisasi
diri bagi masing-masing konselor berasal dari evaluasi-evaluasi yang dilakukan
oleh tiga orang staf yang mengenal para konselor dengan baik Salah seorang dari
ketiga staf bertindak sebagai pembimbing praktikum yang menangani enam orang
konselor. Dia membicarakan ulang rekaman
pertemuan-pertemuan konseling dengan para konselor yang dipimpinnya sehingga
dia bisa memahami dengan lebih baik dinamika kepribadian dan cara bertindak
para konselor tersebut. Staf yang kedua
bertindak sebagai pemimpin proses kelompok yang juga membawahi enam orang
konselor. Pertemuan kelompok difokuskan
kepada latihan kepekaan(sensitivity training),
yang memungkinkan staf mengetahui para konselor yang dipim- pinnya secara mendalam. POI juga telah dipelajari dalam kaitannya
dengan alat-alat ukur(alat tes)
kepribadian yang telah distandardisasi.
Sebagai contoh, skala dukungan
dalam(mengukur apakah seseorang berorientasi kepada dirinya sendiri atau kepada
orang lain) berkorclasi secara positif
dengan skala otonomi, dan berkorelasi
secara negatif dengan skala penghinaan yang ada pada EPPS(Grossack, Amstrong,
dan Lussiev, 1966). Selain itu,
skala-skala tertentu dari POI terbukti memiliki korelasi yang positif
dengan beberapa pengukur kreativitas(Braun dan Asta, 1968).
Sedangkan oleh LeMay dan Damm(1968)
tclah terbukti bahwa sebagian dari skala POI itu memiliki korelasi yang
positif dengan prestasi akademis di kalangan mahasiswa Scjumlah pencliti juga
telah berusaha untuk membuktikan apakah respons-respons terhadap POI itu
dipengaruhi oleh kecenderungan sese-
orang untuk menampilkan diri menurut ketentuan-ketentuan(harapan- harapan)
sosial atau tidak. Sementara itu
Fisher dan Silverstein(1969), Foulds dan
Warhime(1971), menemukan bahwa
perintah-perintah un- tuk berbuat curang
secara nyata menghasilkan skor yang rendah pada skala-skala POI. Penemuan ini menunjukkan bahwa POI secara
nyata menolak kecurangan, suatu masalah
yang sayangnya banyak menimpa kuesioner-kuesioner dari alat-alat tes
kepribadian yang lainnya. Kesim- pulan dari kesemua penelitian itu
adalah, POI bisa dipakai bagi
peneli- tian atau pengukuran aktualisasi
diri.
G. PENERAPAN:
AKTUALISASI DIRI SEBAGAI CORAK HIDUP IDEAL
Dalam
bagian tulisan ini akan diuraikan 15 ciri orang dari self-actualized, dengan harapan bisa member petunjuk bagaimana
keadaan pribadi yang bisa mencapai taraf ideal itu. Maslow sendiri menyebutkan
bahwa syarat yang paling pertama dan utama bagi pencapaian aktualisasi diri itu
adalah terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan dasar dengan baik. Bagaimanapun, di
lain pihak, pengetahuan mengenai ciri-ciri orang yang self-actualized, menurut Maslow, tetap memiliki arti penting, yajni
sebagai patokan atau standar untuk mengukur kemajuan diri, sekaligus sebagai
standar untuk perbaikan diri.
1. Mengamati
realitas secara efisien
Barangkali
cirri yang paling menonjol yang terdapat pada orang-orang yang self-actualized itu adalah kemampuannya
untuk mengatasi realitas dengan cermat dan efisien, melihat realitas apa adanya
tanpa dicampuri oleh keinginan-keinginan dan harapan-harapannya. Karena memiliki kemampuan nengamati
secara efisien, maka orang-orang yang self-actualized
bisa menemuakan kebohongan, kepalsuan dan kecurangan pada diri orang lain
dengan mudah. Maslow mencatat bahwa kemampuan mengamati secara efisien ini juga
meliputi pengamatan terhadap bidang-bidang kehidupan lain seperti seni, music,
ilmu pengetahuan, politik dan filsafat. Dan dalam suatu survey tak resmi,
Maslow juga menemukan bahwa orang yang self-actualized
umumnya mampu meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tepat.
Selain
tidak dipengaruhi oleh keingina-keinginan, pengamatn orang-orang yang self-actualized itu juga tidak
dipengaruhi oleh kecemsan-kecemsan, prasangka-prasangka, atau optimism dan
pesimisme yang keliru. Maslow menyebut pengamatan yang demikian dengan istilah being cognition.
2. Pemahaman
atas diri sendiri, orang lain, dan kodrat
Penerimaan diri juga dicerminkan oleh
tahap fisiologisnya. Orang-orang yang self-actualized
pada umumnya dimiliki cita rasa, makan dan tidur yang baik, serta menyukai
kehidupan seksualnya tanpa hambatan yang tak perlu. Proses-proses biologis
(kehamilan, menstruasi, menjadi tua) mereka terima sebagai bagian dari kodrat
3. Spontan,
sederhana, dan wajar
Menurut Maslow,
orang-orang yang self-actualized juga
bersedia mengikuti upacara-upacara, adat atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
di masyarakatnya. Sejauh itu tidak menghambat tugas-tugas atau opekerjaan-pekerjaan
yang vital dan penting bagi mereka.juga mereka akan mematuhi aturan-aturan atau
ketentuan-ketentuan sejauh aturan-aturan tersebut bisa melindungi diri mereka
dan diri sesamanya dari kesakitan dan ketidakadilan.
4. Terpusat
pada masalah
Mereka hidup untuk
bekerja, bukan bekerja untuk hidup. Dan pekerjaan mereka alami secara
subjektif. Maslow mencatat bahwa pekerjaan yang dilaksanakan oleh orang-orang
yang self-actualized adalah pekerjaan
non personal atau tidak ditujukan untuk kepentingan pribadi.
5. Pemisahan
diri dan kebutuhan privasi
Pemisahan
diri dan kebutuhan privasi juga berkaitan dengan aspek tingkah laku yang
lainnya, yakni kemampuan memusatkan pikiran atau konsentrasi. Bagaimanapun,
dibalik kebutuhan privasinya, mereka memiliki keramahan yang tulus di luar
dugaan.
6. Kemandirian
dari kebudayaan dan lingkungan
Orang-orang yang self actualize tidak
mengantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain.
Mereka lebih bergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan
dan kelangsungan pertumbuhannya. Kemandirian dari lingkungan ini bisa dilihat
pada para mahasiswa yang self actualized. Kemandirian dan lingkungan juga juga
berarti kemantapan yang relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan,
atau frustasi-frustasi. Orang-orang yang self actulized mampu mempertahankan
ketenangan jiwanya ditengah-tengah keadaan yang bisa mendorong orang lain untuk
diri.
Mereka cukup kuat untuk lupa akan opini
orang lain, dan karenanya mereka cenderung menghindarkan diri dari
penghormatan, status, prestise, dan popularitas. Kepuasan yang berasal dari
luar diri itu mereka anggap kurang penting ketimbang pertumbuhan diri.
7. Kesegaran
dan apresiasimas
Maslow menemukan bahwa para subjeknya
menunjukkan kesanggupan untuk menghargai bahkan terdapat hal-hal yang biasa
sekalipun. Mereka, menurut Maslow, menghargai hal-hal yang pokok dalam
kehidupan dengan rasa kagum, gembira bahkan heran, meski bagi orang lain
hal-hal tersebut membosankan. Pendek kata, bagi orang-orang yang
self-actualized kehidupan yang rutin akan tetap merupakan fenomena baru yang
mereka hadapi dengan “ keharuan”, kesegaran, dan apresiasi.
Ada perbedaan bagi para subjek Maslow
menyangkut objek-objek yang mereka
pandang indah, mengharukan, dan mengembirakan. Tetapi dari objek-objek yang
berbeda itu para subjek memperoleh berkah yang sama, yakni ilham dan kekuatan,
8. Pengalaman
puncak atau pengalaman mistik
Maslow mengamati bahwa orang-orang yang
self-actualized umunnya memiliki apa yang ia sebut pengalaman puncak ( peak
experience ) atau pengalaman mistik ( mistic experience ). Penglaman puncak
ini, menurut Maslow, diperoleh subjek dari kreativitas,pemahaman, penemuan, dan
penyatuan diri dengan alam.
Maslow menegaskan bahwa pengalaman
puncak tidak perlu berupa pengalaman keagamaan atau pengalaman spiritual. Orang
yang mengalaminya merasakan dirinya selaras dengan dunia, lupa akan diri, dan
bahkan melampuinya, juga merasakan silih behanti rasa kuat dan rasa lemah
sebelumnya.
9. Minat
sosial
Meskipun orang-orang yang self
actualized itu kadang-kadang merasa terganggu, sedih, dan marah oleh cacat atau
kekurangan umat manusia, mereka mengalami ikatan perasaan yang mendalam dengan
sesamanya. Bagi orang-orang self-actualized , bagaimana pun cacat atau
bodohnya, manusia adalah sesama yang selalu mengundang simpati dari
persaudaraan.
10. Hubungan
antar pribadi
orang-orang yang self-actualized
cenderung menciptakan hubungan antar pribadi yang lebih mendalam dibandingan
dengan kebanyakan orang. Salah seorang subjek Maslow berkata : “ saya kurang
memiliki waktu untuk bergaul dengan banyak orang.” ( Maslow,1970) Tetapi mereka
mudah tersentuh oleh anak-anak.
Maslow selanjutnya menyatakan bahwa para
subjek tabu untuk minta dikagumi, mencari pengikut atau pengabdi. Bagaimanapun,
menurut Maslow, hal ini berarti bahwa mereka tidak memiliki diskriminasi
sosial. Dalam kenyataannya mereka bisa menjadi kasar apabila mereka berhadapan
dengan orang-orang yang sombong atau munafik.
11. Berkarakter
demokratis
Maslow menyatakan bahwa orang-orang yang
self-actualized memiliki karakter demokratis dalam pengertiaannya yang terbaik.
Lebih dari itu mereka bersedia untuk belajar dri siapa saja yang bisa mengajar
mereka tanpa memandang derajat, pendidikan, usia, ras, atau pun
keyakinan-keyakinan politik. Menurut Maslow selanjutnya, orang-orang yang
self-actualized menaruh hormat kepada semua orang semata mata katena mereka
adalah individu yang manusiawi. Mereka tidak pernah berusaha merendahkan
mengurangi arti, merusak atau merusak martabat orang lain, sekalipun terhadap
penjahat. Pada saat yang sama mereka juga memiliki penilaian mengenai benar-salah
dan baik/buruk yang tegas mengenai tingkah laku sesamanya.
12. Perbedaan
antara cara dan tujuan
Anak-anak pada umumnya begitu kreatif sehingga mereka bisa mengubah
tindakan yang rutin menjadi tingkah laku bermain yang menyenangkan, misalnya
memindahkan buku-buku dari rak ke rak menurut sistem atau irama tertentu begitu
pula dengan subjek Maslow. Menurut Maslow orang-orang yang self-actualized bisa
menjadikan suatu kegiatan yang paling kecil dan rutin menjadi kegiatan atau
tindakan yang menyenangkan.
13. Rasa
humor yang filosofis
Ciri lain yang umum terdapat pada
orang-orang yang self-actualized menurut Maslow, adalah memiliki rasa humor yang
filosofis(sense of phylosophycal humor).
Sementara kebanyakan orang menyukai humor yang kelucuannya bertolak dari
kelemahan dan penderitaan orang lain dengan tujuan untuk mengejek atau
menertawakan orang lain, dengan rasa
humornya yang filosofis orang-orang yang self actualized menyukai humor yang
mengekspresikan kritik atas kebodohan,
kelancungan, atau kecurangan
manusia. Humor Lincoln adalah salah satu
contohnya. Dalam berlelucon atau
mengungkapkan humornya Lincoln selalu memiliki tu- juan lebih dari sekadar membuat orang lain
tertawa. Dan Maslow menam- bahkan bahwa humor yang filosofis itu lebih
memancing senyum ketim- bang
ketawa.
14. Kreativitas
Bagi
Maslow bukanlah suatu kcjutan apabila ia menemukan bahwa orang- orang yang dipelajarinya, yang ia sebut sebagai orang-orang yang
self- actualized, memiliki ciri kreatif. Maslow mengartikan kreativitas pada
orang-orang yang self-actualized sebagai suatu bentuk tindakan yang asli, naif,
dan spontan sebagaimana yang dijumpai pada anak-anak yang masih polos
dan jujur.
15. Penolakan
enkulturasi
Ciri yang terakhir dari orang-orang
yang self-actualized ini menunjuk kan bahwa mereka adalah orang-orang otonom
yang bisa dan berani mem buat keputusan-keputusan sendiri, bahkan meskipun keputusan-keputus- annya itu berbeda atau bertentangan dengan
pendapat umum. Penolakan terhadap
enkulturasi tidak berarti bahwa orang-orang yang self-actualized ilu adalah pembangkang
wewenang atau penggugat kebiasaan,
melainkan lebih berarti bahwa mereka adalah orang-orang yang selalu
berusaha mempertahankan pendirian-pendirian tertentu, dan tidak begitu terpe- ngaruh oleh kebudayaan masyarakatnya. Menurut Maslow, subjek-sub-
jeknya yang mampu mengaktualisasi diri itu dalam segi lahiriah tidak
berbeda dari orang-orang lain pada umumnya.
Komentar
Posting Komentar