“NARATIVE THERAPY”


“NARATIVE THERAPY”








OLEH:
Kelompok XII
Reski Auliyah             (1744042035)
Nurpadila                    (1744041022)
Yuliana                        (1744040025)



PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018





NARATIVE THERAPY
A.    Pendiri/Tokoh
Naratif terapi berasal dari Australia yang dikerjakan oleh Michel White dan David Epson (1990). Michel White adalah pasangan penemu dari naratif terapi yaitu David Epson, dia tinggal Dulwich Center di Adelaide, Australia. David Epson adalah salah satu pengembang dari naratif terapi dia adalah asisten direktur di pusat terapi Aucland, New Zeland dan penulis serta pengajar dalam ide-ide naratif. Dia sering melakukan perjalanan internasional, penyaji kuliah dan lokakarya di Australia, Eropa dan Amerika utara. Diantara sekian banyak yang menarik dari profesinya adalah bekerja dengan anak-anak penderita asma, membuat kelompok pendukung bagi wanita yang hidupnya terancam dan menarik hati ayah yang tidak suka menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Mengantarkan banyak bukunya: terapi naratif untuk tujuan mengobati (1990), Karangan kehidupan: wawancara dan ujian tulis (1995), dan Naratif untuk terapi kehidupan (1997).
Narrative therapy(konseling naratif) adalah konseling yang menggunakan cerita narasi dalam pengubahan kondisi konseli. Cerita yang dibuat oleh konseli merupakan cerita yang bermakna dalam permasalahan hidupnya. Dalam proses kolaborasi, konselor membantu konseli mengeksplorasi kisah mereka. Konseli di dorong untuk menggunakan kata-kata mereka sendiri untuk menceritakan kisah mereka sendiri yang membawa arti baginya.
Konseling naratif mampu menangani seseorang yang mengalami kondisi pesimis hebat, keraguan atas dirinya, mudah marah, ketidak pedulian, gelisah, cemas, dan beberapa perasaan yang menunjukkan masalah depresi yang dialami (White & Eptson).

B.     Dasar Filosofi
1.      Pengalaman hidup klien secara internal diatur dalam cerita atau narasi.
2.      Perseptif Naratif berfokus pada kemampuan manusia untukberpikir kreatif dan imajinatif. Praktisi Naratif tidak pernah menganggap bahwa dia tahu lebih banyak tentang kehidupan klien daripada mereka lakukan.
3.      Klien adalah penafsir utama pengalaman mereka sendiri.
4.      Praktisi Naratif melihat orang sebagai agen aktif yang mampu memperoleh makna keluar dari dunia pemgalaman mereka. Dengan demikian, proses perubahan dapat difasilitasi, tetapi tidak diarahkan oleh terapis.



C.     Tujuan Konseling
Tujuan umum konseling narasi adalah membawa konseli agar dapat menggambarkan pengalaman mereka dalam pandangan baru. Dalam hal ini dilakukan sampai konseli menemukan pandangan baru. Pandangan baru ini memungkinkan konseli untuk mengembangkan makna baru bagi pikiran yang bermasalah, perasaan dan perilaku (Freedman & Combs, 1996).

D.    Hubungan Terapiutik
a.       Konselor
Peran konselor adalah fasilatator aktif. Tugas utama konselor adalah membantu konseli membangun cerita yang lebih disukai konseli. Konselor memiliki sikap yang ditandai oleh respek dengan hormat dan bekerja dengan konseli untuk mengeksplorasi dampak masalh pada mereka dan apa yang mereka lakukan untuk mengurangi efek dari masalah (Winslade & Monk, 2007). Pendekatan naratif penekankan pemahaman pada konseli mengenai pengalaman hidup dan menekankan upaya untuk memprediksi dan menafsirkan.
b.      Konseli.
Peran konseli dalam konseling adalah berpartisipasiaktif dalam mencari pemenuhan dan makna dalam hidupnya karena konseli yang mengetahui dirinya dan kehidupannya.
c.       Situasi Hubungan.
Terapis naratif sangat mementingkan kualitas terapis yang membawa kepada usaha terapi. Beberapa sikap termasuk optimism, ketertarikan, menerima, keingintahuan, rasa hormat, menghargai pengetahuan klien, dan kontak yang dapat menciptakan hubungan baik.hubungan kolaboratifnya, terapis perlu menyadari bagaimana kekuasaan dirinya dalam praktek propesionalnya ini tidak berarti bahwa terapis tidak memiliki otoritas sebagai seorang professional. dia memperlakukan klien sebagai pakar dalam kehidupan mereka sendiri. Dalam pendekatan naratif, terapis sebagai ahli digantikan oleh klien sebagai ahli.

E.     Teknik Konseling
1.      Pertanyaan dan pertanyaan lainnya.
Terapis naratif menggunakan pertanyaan sebagai upaya untuk menghasilkan pengalaman daripada mengumpulkan informasi. Tujuan bertanya disini adalah untuk terus menemukan atau membentuk pengalaman klien sehingga terapis memahami arah mana yang harus ditempuh. Pertanyaan selalu dimulai dengan merespek secara positf, keingin tahuan dan keterbukaan. Melalui proses bertanya, terapis memberikan kesempatan kepada klien untuk mencari tahu berbagai macam dimensi dalam kehidupan mereka. Terapis berperan dalam menemukan bagaimana masalah ini pertama kali menjadi jelas dan bagaimana masalah ini mempengaruhi pandangan klien terhadap diri mereka (Monk, 1997)
2.      Eksternalisasi dan Dekonstruksi.
Terapis naratif berbeda dari terapis tradisional lainnya dimana terapis naratif percaya bahwa bukan orangnya yang menjadi masalah tetapi masalahnya memang sebuah masalah. Menjalani hidup berarti memang menhadapi masalah, tidak menjadi satu dengan masalah. Masalah dan kisah-kisah tentang masalah memiliki pengaruh pada orang dan dapat merubah hidup dalam cara-cara yang negatif. Asumsi tentang sebuah masalah yang tidak dipahami dengan benar akan membatasi kesempatan baik untuk klien dan terapis untuk menggali perubahan. (McKenzie & Monk, 1997).
Ekternalisasi adalah proses unutk membentuk kembali kekuatan naratif dan memisahkan orang dari pengidentifikasian masalah. White (1992) menyatakan orang datang mencari terapi karena mereka menganggap mereka memiliki masalah. Ketika klien memandang diri mereka adalah masalah, mereka membatasi diri kepada cara-cara untuk mengatasi masalah tersebut. Bukannya memiliki masalah, seseorang justru memilki hubungan dengan masalah contohnya, ada perbedaan antara menyebut seseorang sebagai pecandu alcohol dan mengetahui ada indikasi bahwa alcohol telah mempengaruhi kehidupannya.
3.        Penemuan hasil yang unik.
Dalam pendekatan naratif, ekternalisasi pertanyaan-pertanyaan diikuti dengan pertanyaan untuk mencari hasil unik. Terapis berbicara pada klien tentang momen pilihan atau keberhasilan berkaitan dengan masalah. Terapis dapat bertanya: apakah ada waktu dimana kemarahan akan menguasai anda, dan anda melawannya?, seperti apakah diri anda?, dan bagaimanakah anda melakukan itu?. Pertanyaan-pertanyaan ini dimaksudkan untuk menyoroti momen ketika masalah tidak terjadi atau ketika masalah diatasi dengan baik.  Hasil unik sering kali dapat ditemukan dalam masalalu atau sekarang tetapi juga untuk masa depan. Menyelidiki pertanyaan-pertanyaan seperti ini memungkinkan klien melihat perubahan yang mungkin dilakukan.
4.        Alternatif cerita dan reautoring.
Membentuk cerita terjadi berulang-ulang dalam dekonstruksi, dan terapis naratif mendengarkan pembukaan terhadap cerita baru. Orang-orang dapat secara kontinu dan aktif mengarang kembali hidupnya, dan terapis naratif mengundang klien untuk mengarang cerita alternative melalui hasil unik. ( Freedman & Coms,1996).

5.        Mendokumentasikan bukti naratif.
Satu teknik untuk mengkonsolidasi keuntungan yang dibuat klien adalah dengan menulis surat. Surat naratif yang ditulis oleh terapis mencatat sesi dan mungkin memasukkan eksternalisasi deskripsi tentang masalah dan pengaruhnya terhhadap klien sebagaimana halnya laporan kekuatan dan kemampuan klien yang diidentifikasi dalam sesi tersebut. Surat ini digunakan untuk mendorong klien, mencatat kekuatan dan prestasi mereka sehubungan dengan menangani masalah atau mencatat makna dari prestasi mereka bagi orang lain dalam komunitas.

F.      Penerapan
Corey (2009) menjelaskan prosedur pelaksanaan konseling naratif sebagai berikut;
a.       Berkolaborasi dengan konseliuntuk merumuskan masalah yang dihadapi oleh konseli dan membuat strategi penyelesaian.
b.      Menyelidiki bagaimana masalah telah mengganggu, mendominasi, dan mengecilkan hati/mengecewakan konseli.
c.       Mengundang konseli untuk menglihat atau menceritakannya dari perseprif yang berbeda dengan menwarkan makna alternative
d.      Menemukan saat diaman konseli tidak didominasi atau berkecil hati oleh masalah, dengan mencari pengecualian untuk masalahnya.
e.       Menemukan bukti-bukti sejarah untuk mendukung pandangan baru konseli yang cukup kompeten untuk mampu berdiri menantan, mengalahkan atau keluar dari tekenan masalah.
f.       Meminta konseli untuk berspekulasi mengenai masa depan apa yang diharapkan.
g.      Menemukan atau membuat pendukung untuk memahami dan mendukung cerita baru.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pada pelaksanaan konseli naratif konselor berupaya membuat siswa agar dia mampu menuliskan cerita-cerita yang berdasarkan kisah hidupnya sehingga dia dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya.

G.    Kontribusi dan Keterbatasan.
1.      Kelemahan.
a.       Cerita bisa dibuat-buat.
b.      Membutuhkan waktu yang panjang.
2.      Kelebihan.
a.       Kompeten dan dapat dipercaya untuk menggunakan sumber daya klien dalam menciptakan solusi yang lebih baik.
b.      Banyak praktisi dan penulis post modern menemukan bahwa klien mampu membangun diri yang signifikan bergerak menuju kehidupan yang lebih baik.
c.       Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain.
d.      Bisa berbagi perasaan dengan orang lain.
e.       Klien berpartisipasi aktif.
f.       Klien berpikir kreatif dan imajinatif.




















SUMBER:
Capuzzi, D. & Gross, D.R.2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall.
McLeod, John.2010.Pengantar Konseling: TEori dan Studi Kasus.Jakarta: Kencana.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

MAKALAH Perkembangan Moral