MAKALAH " NILAI-NILAI AKHLAK DALAM AL-QUR'AN"


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat. Konsep-konsep yang di bawa al-qur’an selalu relavan dalam segala kondisi, zaman dan keadaan, tentunya  hal ini di karenakan al-qur’an adalah Hudallinass (petunjuk bagi manusia).
Al- Qur’an diturunkan dalam qurun waktu 23 tahun baik dalam periode Makkah atau Madinah merupakan sumber hukum islam yang utama dan pertama dalam membicarakan segala permasalahan kehidupan umat manusia. Dalam al-qur’an tidak saja dijelaskan permasalahan hablum minnaallah, tetapi secara universal Al-qur’an juga membahas hubungan antar sesama manusia (hablum minnanas).
Agama islam adalah agama yang mementingkan akhlak dari masalah-masalah lain, karena Nabi Muhammad Saw di utus ke dunia selain sebagai rahmat bagi seluruh alam juga untuk memperbaiki akhlak umat manusia, yang pada zamannya telah mengalami dekadensi moral (kemrosotan moral) yang sangat luar biasa. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas  makalah dengan judul “Pendidikan Akhlak Prespektif Al-Qur’an dan Hadits”.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan wacana diatas maka kami merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apakah Pengertian Akhlak ?
2.      Akhlak dalam al-qur’an
3.       Urgensi Pendidikan Akhlak Dalam Kehidupan



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku dan perbuatan.Jika perilaku yang melekat itu buruk, di sebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.Sebaliknya apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah.
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku, perangai, dan tabiat.Sedangkan menurut istilah adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong peerbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.[1]
Akhlak secara etimologi  (arti bahasa) adalah   berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun, yang berarti perangai, tabiat,dan adat selain itu, akhlak juga berasal dari kata khaqun  yang berarti kejadian, buatan dan ciptaan[2]. Jadi secara etimologi akhlak berarti perangai, adat, tabiat, atau system perilaku yang dibuat
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan  suatu perbuatan  yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluk,  berasal dari bahasa arab  yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata Akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi harus dilkukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja[3]
Dalam encyclopedia Britinicca, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat  dari pengertian nilai baik,buruk, seharusnya benar, salah dan sebagainya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.
Dari pengertian-pengertian akhlak yang berbeda-beda tersebut diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak hakekatnya adalah perilak atau sifat yang tertanam dalam jiwa baik secara fitrah ataupun dengan usaha, yang secara spontan akan melahirkan sikap terpuji dan tercela.[4]
B.  Akhlak Dalam  Konteks Al-Qur’an
Islam adalah agama yang sangat mementingkan akhlak.Karena misi Nabi Muhammad SAW. Di utus ke dunia ini adalah untuk memperbaiki akhlak  pda zaman jahiliah yang sangat ‘semrawut’ tidak karuan hal ini di pertegas dalam hadist
 Tidaklah aku di utus melainkan untuk memperbaiki akhlak”
Prinsip akhlak dalam Islam terletak pada al-qur’an .Akhlak islam terletak pada iman, iman  sebagai sebagai internal power  yang di miliki oleh setiap umat islam yang mengaku dirinya mukmin. Abu hurairah meriwayatkan  hadist dari Rasulullah SAW “ orang mukmin yang paling sempurna imanya adalah yang terbaik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kami adalah yang paling baik dengan istrinya”.[5]
Al-qur’an menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman itu niscaya memiliki akhlak yang mulia, apabila diandaikan ibarat pohon iman yang indah, tentunya ini sesuai dengan firman Allah Qs. Ibrahim ayat 24
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
Rasulullah sebagai Uswatun Hasanah, merupakan panutan bagi umat islam seantero jagat ini, tentunya gelar ini tidak semata-mata melekat karena kebetulan ataupun aji mumpung. Ketinggian akhlak Rasulullah di abadikan dalam Al-Qur’an sebagai berikut : “ Akhlak rasulullah adalah Al-qur’an”. Dan hal ini di perkuat dalam QS. Al-Ahzab : 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Akhlak Rasulullah merupakan akhlak yang tercermin dari agama Hanifan Muslimin,[6]
Hal ini di jelaskan Allah dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 4-6
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ(4)رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(5)لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Terjemahan : “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami.Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian.Dan barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi terpuji.”
Pada ayat diatas menjelaskan bahwa, bahwa dalam diri Nai Ibrahim As, terdapat suri tauladan yang baik yang pantas di jadikan tauladan yang baik ini tergambar di awal ayat : قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ
Terjemhan: “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
Nabi Muhammad merupakan sosok yang luhur budi pekertinya karena di dasarkan atas aqidah yang kuat sehingga terbentuk akhlak yang agung. Hal ini di jelaskan Allah dalam QS al qalam ayat 4
        وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
C. Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan
Islam adalah agama Rahmatin Lil Alaminkeistimewaan ajaran  islam bukan saja terletak apada Aqidah, Ibadah, pola pikir. Tetapi pancaran cahaya islam menerangi seluruh sendi sendi-sendi kehidupan baik dalam rana lingkungan Allah dan manusia (hablum minnalllah)  atau rana muamalah (hablum minannas), serta hubungan antara mnusia dan alam sekitar termasuk di dalamnya adalah makhluk ciptaan Allah selain manusia.(hewan).
Pendidikan akhlak adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap umat manusia kepada manusia lainnya, pertanyaanya bagaimana langkah-langkah pendidikan akhlak yang harus di berikan kepada anak-anak kita, menurut hemat penulis langkah-langkah yang hendaknya dilakukan adalah sebagai berikut :
1.   Internalisasi iman
Internalisasi iman adalah usaha dari pendidik dalam hal ini adalah orang tua menanamkan nilai-nilai keimanan pada anaknya sejak usia dini. Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagosis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendidikan usia dini merupakan pijakan pertama bagi manusia untuk dapat menentukan langkah awal hidupnya.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ البَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ» ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: اِقْرَأُوا اِن شِئْتُمْ :فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ القَيِّمُ
“Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani, dan Majusi, sebagaimana dilahirkannya binatang ternak dengan sempurna, apakah padanya terdapat telinga yang terpotong atau kecacatan lainnya?.Kemudian Abu Hurairoh membaca, Jika engkau mau hendaklah baca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abu Hatim)
Hadits tersebut menyatakan dengan tegas bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitra (suci) orang tuanyalah yang akan menjadikannya baik, buruk, salah ataupun soleh. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai pendidik pertama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan adalah :
a.   Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid La ilahaillallah
Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Al-hakim dari ibnu abas bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda
ﺍ ﻔﺘﺤﻭ ﺍ ﻋﻠﻰ ﺼﺒﻴﺍ ﻨﻛﻢ ﺍ ﻭ ﻞ ﻜﻠﻤﺔ ﻻ ﺇ ﻟﻪ ﺇ ﻻ ﺍﻠﻟﻪ
Artinya : “bukakanlah untuk anak-anak kalian pertama kalinya dengan kalimat la ilaha illahllah[7].
Manfaat dari perintah ini adalah agar anak terbiasa mendengar kalimat-kalimat tauhid sejak dini, mengumandakan azan sejak anak di lahirkan merupakan perbuatan sunnah, ini didasarkan atas kisah rasulullah yang mengazani cucunya husen ketika lahir.
Pada saat anak memasuki usia tiga sampai lima tahun, merupakan masa emas (golden age), penanaman keimanan dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada anak kita, sebagaimana lukman mendidk anaknya. Allah mengabadikan pendidikan lukman terhadap naknya dalam qur’an surat lukman ayat 13
b.   Mengajarkan Masalah Halal Dan Haram
Setelah mempekenalkan anak dengan kalimat-kalimat tauhid maka selanjutnya adalah mengajarkan anak masalah halal dan haram, hal ini dasarkan pada perkataan bijak sebagi berikut:
Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada-Nya, serta seruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena, hal itu menjaga mereka dan kamu dari apa neraka[8].
Memperkenalkan halal dan haram sejak usia dini berfaedah anak-anak dapat membuka mata atau mengetahui halal dan haram, dan telah mengetahui perintah dan larangan dari Allah.
Fenomena yang terjadi saat ini banyak anak-anak usia dini sudah bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat syubhat. Beberapa waktu yang lalu di media masa TV kita dimanjakan dengan suguhan fenomena anak usia tujuh tahun sudah pandai dan mahir mengisap rokok, sebuah indikasi betapa lemahnya internalisasi iman di tengah masyarakat kita khususnya di lingkungan keluarga. Fenomena tersebut tidak akan terjadi apabila dalam keluarga ada rule of the game yang jelas dengan kata lain ada aturan yang mengikat kita berupa norma agama yang mengikat seluruh komponen keluarga.
c.    Memerintahkannya Untuk Ibadah Ketika Berusia Tujuh Tahun
Shalat adalah proses internalisasi iman lewat badan kita. Artinya, orang yang melaksanakan shalat dalam arti lain, dia tengah mengislamkan (memasrahkan) raganya menghadap hanya kepada Allah.Shalat dengan berbagai tekniknya, membutuhkan tenaga dan gerak yang sinergis dan simetris serta kolektif.
Karenanya, gerak tubuh yang tengah mengerjakan shalat dari ujung rambut hingga ujung kaki, terus-menerus menghadapkan dirinya hanya kepada Allah. Artinya, raga orang-orang muslim yang mengerjakan shalat berarti terus berlatih guna pasrah kepada Allah. Sebagaimana Lukamnul hakim seorang hamba sahaya memberikan kiat contoh konkret dalam mendidik anak dan Allah Swt, menegaskan dalam al-qur’an surat lukman ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ


Shalat adalah rukun islam yang kedua setelah syahadat, shalat sangat begitu pentingnya  sehingga rasulullah mengatakan
perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun, dan d saat usia mereka 10 tahun, maka pukulah mereka jika tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah tempat tidurnya”[9]
d.   Mendidik untuk cinta kepada Nabi, keluarganya dan cinta membaca al-qur’an
Nabi merupakan suri tauladan utama Bagi umat islam, tingkah laku, tutur kata serta sifat-sifat yang di miliki rasulullah adalah cerminan bagi kita dalam menanamkan nilai-nilai akhlak, oleh karena itu mendidik anak –anak dengan menanamkan rasa cinta kita kepada nabi merupkan kiniscayaan yang harus di lakukan. Rasuullah Saw bersabda : 
“ Didiklah anak-anak  orang kamu atas tiga hal; mencintai nabi kamu, mencintai ahli baitnya,dan membaca al-qur’an, karena  orang yang mengamalkan al-qur’an nanti akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan dari Allah”
2.   Lingkungan
Anak di lahirkan dalam keadaan fitrah kesucian, namun fitrah tersebut terletak dalam lubuk jiwanya.(orang tua ibu/bapak) dan lingkungan harus bisa mengembangkan  dan menampakan fitrah dalam dunia nyata. Dalam konteks ini hadist nabi sangat popular adalah :
“ Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah, dan kedua orang tuanyalah yang menjadikan menyimpang dari fitrah tersebut”[10]
Di sebabkan, peranan orang tua yang sangat begitu besar, sehingga anak yang berakhlak mulia dapat menyeret orang tuanya ke sorga dan begitu pula sebaliknya, anak yang memiliki akhlak menyimpang dari akhlak islam mengakibatkan orang tuanya terseret di dalam lembah kesengsaraan (neraka)
Anak bukanlah boneka atau bahkan binatang, yang hanya di beri makan dan minum atau bermain dan tidur saja. tapi  anak adalah manusia yang mempunyai daya, cipta, rasa dan karsa (potensi) yang memadai untuk di berdayakan sehingga anak-anak kita menjadi genarasi yang berkualitas.
Rasulullah saw memberikan penghormatan kepada anak-anak, bermain, memberikan salam dan berjabat tangan dengan anak ini merupakan suatu pemupukan rasa percaya diri terhadap anak sehingga anak tidak merasa dilecehkan atau di anak tirikan atas perilaku-perilaku orang tuanya. Bahkan rasulullah sering bermain dengan anak-anak, memperhatikan hal-hal terkecil dari kehidupan anak akan membawa efek yang luar bisa kepada anak-anak.
Dalam konteks penghormatan kepada anak dan pembinaan akhlak, rasulullah saw bersabda :
“ Allah merahmati seorang ayah yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya: bagaimana cara membantunya? Beliau menjawab “dia menerima sedikit darinya,.Memaafkan yang menyulitkanny, tidak membebaninya, tidak pula memakinya, bantulah ank-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki di dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya[11]. Dari hadist ini kita teringat sebuah pesan yang sangat dahsyat :
Jika anak di salahkan, dia belajar mencemooh
Jika anak di hina, dia hidup menjadi penakut
Jika ia dipermalukan, ia selalu merasa bersalah
Jika ia hidup dalam permusuhan, ia belajar berkelahi.
Perhatian nabi terhadap penghormatanya kepada anak-anak, menjadikan beliau mempercepat shalatnya hanya untuk menghentikan tangis seorang anak atau juga memperlambat shalatnya hanya demi seorang anak yang hendak naik di punggunnya. Dalam konteks “pemeliharaan” akhlak anak rasulullah Saw pernah menegur seorang pengasuh yang merenggut dengan kasar dari pankuan rasulullah, hanya karena anak tersebut “buang air kecil”: beliau bersabda “Kencing yang membasahi bajuku ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menjernihkan kekeruhan hati anak ini dari renggutanmu itu”
Pendidikan anak di lingkungan keluarga merupakan pondasi awal penenaman sifat-sifat mulia dalam diri anak, didiklah anak sesuai dengan perkembangan dunia anak bukan dengan prespektif dunia orang dewasa.Kita tidak dapat menuntut anak-anak kita berakhlak mulia tanpa menyiapkan lahan yang subur untuk menjadikannya untuk menampilkan akhlak yang agung tersebut, perhatian orang tua, keluarga, linkungan yang baik dan lingkungan yang sehat merupakan lahan subur tempat penanaman akhlak terhadap anak kita.
3.      Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ajaran islam merupakan ajaran yang melindungi seganap komponen kehidupan, islam mengatur hubungan antara hamba dengan sang pencipta, manusia dengan manusia serta manusia dengan alam. Ketiga komponen ini harus selaras seirama sesuai kapasitas dan tanggung jawabnya, akhlak islam tidak menghendaki hanya berakhlak hanya pada sang penciptanya saja tapi di sisi lain ia mengeksploitasi manusia dan alam sekitarnya. Islam menghendaki keseimbangan hubungan antara Pencipta (tuhan) dengan hambanya, Manusia dan manusia dan manusia dengan alam.
Ajaran islam menawarkan keselarasan seabagaimana tergambar dalam gambar berikut, yang mengambarakan keselarasan dan kesimbangan akhlak manusia.






  



gambar hubungan manusia, dengan Allah serta Alam[12]
Ajaran islam Rahmatin Lil Alamin, yang  rahmat untuk seluruh komponen kehidupan ada di dunia ini, dalam konteks ajaran islam Allah diposisikan sebagai puncak dari segalanya. Allah sebagai tuhan yang menciptakan manusia dan alam. Allah swt menciptakan manusia dalam dua kondisi yaitu ; pertama sebagai hamba dan ini ditegaskan Allah dalam qur’an surat Ad-zariyat ayat 56. Kedua sebagai khalifah dan ini ditegaskan oleh allah dalam qs. Al-Baqarah ayat 30.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Posisi manusia sebagai hamba ini mengindikasikan bahwa setiap perbuatan, usaha yang dilakukan oleh manusia maka seharusnya harus di niatkan untuk mengabdi kepada Allah, jika ini dapat dilaksanakan dengan baik maka, kehadiran allah dalam setiap langkah dan perbuatan  manusia, baik itu seorang presiden, gubernur, bupati, camat atau pun rakyat biasa, akan selalu berusaha berbuat yang  terbaik sesuai dengan kehendak tuannya (Allah). Dengan demikian ibadah yang di maksud disini bukan semata-mata ibadah mahdah tetapi seluruh aktivitas kita dari bangun tidur hingga kita tertidur adalah merupakan aktivitas dalam rangka ibadahn guna mendekatkan diri kepada allah (Ghaira mahda). Dan inilah merupakan cerminan yang seharusnya ada dalam benak seluruh komponen umat manusia, memposisikan Allah sebagai tuhan, dan manusia sebagai hamba, dalam kata lain bahwa dalam  segala aktivitas kita Allah selalu hadir.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia diantara semua ciptaan allah, karena kemuliaannya inilah manusia diangkat sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Keberadaan manusia sebagai khalifah adalah tujuan manusia diciptakan di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah merupakan amanah, manusia diberikan hak dan wewenang yang luas untuk mengatur alam dan sekitarnya untuk kemaslahatan umat.Pada dasarnya alam tidak membutuhkan manusia tapi manusialah yang membutuhkan alam oleh karena itu dalam konteks ini manusia harus bijak dalam memanfaatkan alam. Bukan saja hanya sekedar memanfaatkan tapi manusia harus bisa menjaga dan merawat alam  dengan baik.
Sumber daya alam yang ada saat ini, hanya digunakan sebatas pemanfaatan sepihak oleh manusia, tapi substansi dari pemanfaatan alam tersebut tidak tercermin dalam  perilaku manusia terhadap alam, hutan di tebang begitu saja tanpaadanya reboisasi, pengoboman ikan oleh para nelayan makin sering dilakukan oleh para nelayan. Inilah yang mengakibatkan alam “marah” kepada manusia sehingga alam menunjukan gejala-gejala lamnya berupa bencana yang tentunya segala bentuk bencana alam  merupakan  rancangan Allah. Allah menegaskan perilaku manusia yang secara berlebihan terhadap alam dengan kata lain mengeksploitasi alam , sehingga allah memberikan penegasan yang sangat tegas bahwea terjadinya kerusakan di muka bumi di darat dan di laut adalah merupakan  ulah dari manusia
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


















BAB III
 PENUTUP
Kesimpulan
Akhlak dipahami sebagai kondisi kejiwaan seseorang hamba yang dapat terwujud dalam akhlak karimah dan mazmumah, baik dilakukan secara spontan, berkat latihan dan usaha dari manusia itiu sendiri.Bentuk jamak pada kata akhlakmengisyaratkan banyak hal yang dicakup olehnya. Secara garis besar dapat dikatakan bawa akhlak bukan saja aktivitas yang berkiatan dengan hubungan antar manusia saja, tetapi juga berhubungan dengan sang maha pencipta Allah, dengan lingkungan, dengan manusia secara pribadi. Dan ini tersirat dalam sabda rasulullah saw, Innama’ Bu’istu li utammima Makarima Al-Akhlak)
Di samping itu, perlu juga diingat  bahwa islam tidak hanya  menuntut pemeluknya untuk bersikap baik terhadap pihak lain dalam bentuklahiriah, tetapi islam menekankan bentuklahiriah sesuai dengan bentuk batiniah.


















DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemhan Departemen Agama RI
               Al Munawar Said Agil. Al-Qur’an membangun tradisi kesalhen hakiki Ciputat Press
      Anwar Rosihon, M. Yunus Badrusalam, Saehudin. Pengantar Studi Islam. Pustaka Setia Bandung
Ahmad Mustafa Al- Maraghi.Tafsir Al-Marghi Juz 28. CV Toha Putra Semarang
Hamka. Tafsir Al-Azhar Juz 28. Pustaka Panji Mas Jakarta
Imam Ghazali Mukhtasyar Ihya Ulumuddin. Keira Publishing cetakan pertama thn 2014
Mukina’ah materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Ar-Ruz Media. Jogyakarta cetakan pertama 2011
Nashih Ulwan Abdullah (mendidik anak dalam Islam/Tarbiyatul aulad) Insan Kamil
Qardawi Yusuf Dr. Malamih Al-Mujtama’ Al- Muslim (Masyarakat Berbasis Syariat Islam)Era Adi Citra  Intermedia Solo 2013
Salim bahresy,said bahresy, terjemahan singkat tafsir Ibnu Katsir Jilid 7. Bina Ilmu
http://beritaislam.mywapblog.com/pengertian-aqidah-secara-bahasa-dan-isti.xhtml



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA