MAKALAH ANALISIS KESALAHAN BAHASA LISAN MAUPUN TULISAN


MAKALAH ANALISIS KESALAHAN BAHASA LISAN MAUPUN TULISAN
OLEH KELOMPOK LIMA (5)
 






NAMA:
1.      MARIA FEBRUONA ANDING (1754040011)
2.      YUSNITA (1754041013)
3.      HILDA PURNAMA JANUARTI (1754041033)
4.      CHARISMA NUR YULI (1754041027)
5.      ANDI NURUL FADILAH (1754041023)
6.      NURUL PAINNAH

PRODI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
JURUSAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “ANALISIS KESALAHAN BAHASA LISAN DAN TULUSAN” ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas “ GEMANISTISCHE LINGUISTIK “.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyumbangkan ide dan pikiran dalam menyusun makalah ini. Penulis  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati kita dalam menjalani kehidupan












BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Bahasa adalah alat komunikasi yang mempunyai sistem sebagai keseluruhan aturan atau pedoman yang ditaati oleh pemakainya. Hal ini tidak hanya berlaku bagi penutur aslinya, namun juga bagi siapapun yang ingin menggunakannya. Maka, layaknya dalam penggunaan bahasa pertama, seorang pembelajar bahasa kedua/asing pun dituntut untuk tahu, paham, dan mampu menggunakan system bahasa target yang dipelajarinya dalam bentuk ketrampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis) dengan benar dan tepat seperti penutur asli. Setiap penyimpangan terhadap sistem bahasa ini dianggap sebuah kesalahan. Namun, layaknya juga dalam setiap belajar sesuatu yang baru, pembelajar bahasa akan menemui berbagai kesulitan dan kendala dalam proses pembelajaran yang dijalaninya, baik yang muncul dari dalam bahasa itu sendiri maupun dari luar. Kesulitan-kesulitan inilah yang kemudian menyebabkan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan tidak hanya menjadi persoalan yang akan dihadapi oleh setiap pembelajar bahasa sebagai pelaku, namun juga merupakan bahan pemikiran bagi guru sebagai pembimbing yang bertanggung jawab mengarahkan mereka menuju penguasaan bahasa secara lebih baik. Dari sinilah perlunya dilakukan analisis kesalahan dalam rangka memperbaiki kualitas proses pembelajaran yang berlangsung.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian kesalahan ?
2.      Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa?
3.      Sejarah perkembangan analisis kesalahan bahasa?
4.      Tujuan dan Manfaat Analisis Kesalahan?
5.      Contoh kesalahan berbahasa dalam bahasa jerman?
6.      Langkah-langkah Analisis Kesalahan?
7.       






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesalahan Berbahasa
Pengertian kesalahan Istilah “kesalahan” dalam berbahasa merupakan padanan kata “error” dalam bahasa Inggris. Dalam berbagai literatur dan tulisan yang muncul tentang pembelajaran bahasa di Indonesia, lazim digunakan istilah “kesalahan”. Beberapa pakar dan peneliti menggunakan istilah “kekhilafan” dengan maksud yang sama, seperti I Nyoman Sudiana dan Mintowati dalam Nurhadi dan Roekhan (ed.), Dimensi-dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua (Bandung: Sinar Baru, 1990). Namun demikian, jika kita melihat lagi secara lebih cermat, kata “kekhilafan” lebih mengacu kepada kesalahan yang tidak disengaja. Dengan demikian, kata “kesalahan” lebih tepat untuk digunakan dalam konteks ini daripada “kekhilafan”.  Mayoritas pakar dan peneliti pembelajaran bahasa dari Barat sepakat menggunakan istilah ini. Beberapa menggunakan istilah ”mistake”, seperti: T. Benson Strandness, Herbert Hackett dan Harry H. Crosby dalam “Language, Form, and Idea” (New York, San Fransisco, Toronto: McGraw-Hill Book Company, 1964); serta Mark Bartram dan Richard Walton, “Correction: Mistake Management: A Positive Approach for Language Teachers” (England: Language Publications, 1991). Burt dan Kiparsky menggunakan istilah “goof” untuk menyebut kesalahan dalam belajar bahasa kedua oleh anak kecil.
Norrish mendefinisikan kesalahan sebagai sebuah penyimpangan sistematik dari kaidah yang berlaku ketika pembelajar belum menguasai sesuatu sehingga secara konsisten menggunakannya dengan salah.
 Sedangkan Jack Richards, John Platt dan Heidi Weber mendefinisikannya sebagai penggunaan suatu butir bahasa -kata, kaidah gramatika, ungkapan, dll- yang oleh penutur asli atau seseorang yang fasih dianggap sebagai sebuah kesalahan atau ketidaksempurnaan belajar.
Kesalahan tidak sama dengan kekeliruan. Corder membedakan keduanya secara jelas, yaitu bahwa kesalahan (error) adalah penyimpangan bahasa secara sistematis atau konsisten, sedangkan kekeliruan (mistake) adalah penyimpangan bahasa yang dilakukan secara tidak sengaja. Dalam pengucapan, kekeliruan lazim disebut dengan salah ucap
Kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, yaitu karena pembelajar belum memahami atau menguasai sistem bahasa target yang digunakannya. Sedangkan kekeliruan atau salah ucap terjadi karena faktor performansi, seperti: kurangnya konsentrasi, kelelahan, kantuk, keterburu-buruan, kerja acak-acakan, dan semacamnya.
 
B.     Analisis Kesalahan Berbahasa
1.      Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis Kesalahan Berbahasa –selanjutnya akan disingkat dengan “Anakes”- adalah sebuah kajian tentang kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para pembelajar bahasa, khususnya bahasa kedua/asing.
Anakes, menurut Corder, pada hakikatnya merupakan bagian dari studi “bahasa antara” (interlanguage), yaitu bahasa yang dihasilkan oleh orang yang sedang dalam proses menguasai bahasa kedua. Ciri utama bahasa antara adalah adanya penyimpangan struktur lahir dalam bentuk kesalahan berbahasa. Oleh karena itu, anakes hanya berfokus pada kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh sekelompok pembelajar bahasa kedua/asing pada suatu tingkat perkembangan dalam proses belajar bahasa tersebut. Sedangkan studi interlanguage, menganalisis seluruh data performansi pembelajar secara individual dalam keseluruhan proses pembelajaran bahasa. Sementara itu, Richards membatasi studi Anakes sebagai studi tentang perbedaan-perbedaan cara penggunaan bahasa target oleh pembelajar dengan penutur aslinya.
2.      Sejarah Perkembangan
Sejarah kemunculan Anakes tidak bisa terlepas dari Analisis Kontrastif (selanjutnya disingkat dengan Anakon), karena Anakes muncul sebagai reaksi terhadap keberadaan Anakon. Setelah berhasil merajai dunia pembelajaran bahasa kedua/asing selama kurang lebih dua dekade, yaitu tahun 1950-an dan 1960-an, para linguis Barat merasakan lemahnya hipotesis Anakon dalam mengatasi kesalahan-kesalahan yang dibuat para pembelajar. Anakon mulai menuai berbagai kontraargumen, di antaranya adalah:
a.       Interferensi (pengaruh bahasa pertama) bukanlah satu-satunya sumber kesalahan dalam berbahasa target. Berbagai studi empiris membuktikan bahwa perbedaan-perbedaan antara bahasa target dan bahasa pertama tidak selalu menimbulkan kesalahan. Ada sumber kesalahan lain yang tidak dapat diramalkan oleh Analisis Kontrastif.
b.      Ramalan kesalahan berbahasa berdasarkan Anakon kurang dapat diyakini.
c.       Anakon lebih mendasarkan diri pada struktur bahasa.
d.      Tidak ada kriteria yang pasti bagi satu perbandingan.
e.       Anakon lebih berpusat pada guru daripada pembelajar.
f.       Anakon hanya melukiskan interferensi satu arah, dari bahasa pertama ke bahasa target.
g.      Derajat dan besarnya perbedaan antara bahasa pertama dengan bahasa target tidak proporsional untuk mengukur kekuatan interferensi.
h.      Interferensi adalah satu asumsi yang tidak berguna. Ketidaktahuan dan belum cukupnya pengetahuan akan bahasa target adalah sumber kesalahan.
Hipotesis Anakon akhirnya mengalami krisis. Dengan demikian, sumbangan paedagogis Anakon bagi pembelajaran bahasa kedua/asing tidak lagi besar sebagaimana yang didegungkan pada masa kejayaannya. Inilah yang kemudian menarik para linguis Barat untuk memalingkan perhatian mereka pada Anakes dengan beberapa argumen pendukung, di antaranya adalah:
a.    Anakes tidak mengalami keterbatasan penjelasan seperti Anakon dengan interferensi antarbahasa. Anakes menunjukkan banyak tipe kesalahan pembelajar, misalnya kesalahan intralingual karena siasat pembelajaran yang salah;
b.   Anakes menyajikan data yang aktual dan problem yang konkret. Dengan demikian, Anakes lebih praktis dan efisien untuk menyusun urutan materi pengajaran;
c.    Anakes tidak dihadapkan pada teori dan hipotesis yang rumit seperti Anakon, dimana Anakon mengharuskan adanya satu telaah bandingan antara bahasa pertama dan bahasa target yang kadang-kadang memang sangat kompleks.
d.   Kajian Anakes kemudian menjadi ramai baik secara teoritis maupun empiris. Tulisan-tulisan yang muncul setelah pertengahan tahun 60-an membahas Anakes dari berbagai segi secara lebih lengkap dan mendalam. Di antara para pakar yang kemudian banyak dikutip pemikiran-pemikirannya adalah S.P. Corder, Larry Selinker, Jack C. Richards dan Heidi C. Dulay.
e.    Sampai saat ini, tercatat bahwa analisis kesalahan berbahasa telah banyak sekali dilakukan di berbagai negara, baik oleh para pakar, guru, mahasiswa/pelajar, peneliti, maupun pemerhati bahasa. Bahkan, analisis kesalahan berbahasa yang semula -secara empiris- lebih merupakan sebuah upaya evaluasi dalam proses pengajaran bahasa kedua/asing, kemudian banyak diterapkan dalam pengajaran bahasa pertama.
3.      Tujuan dan Manfaat Analisis Kesalahan
Analisis kesalahan para pembelajar bahasa mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan praktis dan teoritis. Secara praktis, Anakes bertujuan untuk mengetahui peta kesalahan pembelajar bahasa. Sedangkan tujuan teoritisnya adalah mengetahui kedudukan kesalahan dalam proses pembelajaran bahasa kedua/asing pada mental pembelajar bahasa (bagaimana kesalahan terjadi, apa sumber dan sebabnya, apa pengaruhnya terhadap proses pembelajaran yang sedang berjalan, dll.).
Berangkat dari tujuan di atas, manfaat Anakes juga bisa dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan teoritis. Secara praktis, peta kesalahan yang telah diperoleh dari hasil Anakes dinilai sangat fungsional dan bermanfaat untuk banyak hal, di antaranya adalah:
a.       menentukan urutan bahan pengajaran dengan menyesuaikan tingkat kesulitan dan   kemudahan materi-materi bahasa;
b.      menentukan materi-materi bahasa yang perlu mendapat penekanan, penjelasan khusus dan latihan-latihan;
c.       memperbaiki pengajaran secara remedial;
d.      memilih butir-butir bahasa untuk keperluan evaluasi atau pengujian kemahiran pembelajar.
e.       untuk mencegah atau menghindari kesalahan sejenis di masa-masa mendatang, sehingga para pembelajar dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
Dengan demikian, Anakes secara praktis dapat menunjang segi didaktis metodologis pengajaran bahasa. Maksudnya, hasil-hasil yang dicapai dari Anakes bisa menjadi bahan evaluasi dalam usaha perbaikan dan peningkatan pembelajaran bahasa kedua/asing. Salah satu bentuk konkrit dari usaha ini adalah peningkatan mutu bahan ajar yang disiapkan dan dikembangkan melalui penataan, pemilihan dan pengurutan sajian materi berdasarkan bentuk-bentuk kesalahan yang umum dilakukan oleh pembelajar.
Adapun secara teoritis, Corder dan Dulay sependapat bahwa Anakes bermanfaat untuk memberikan data, kesimpulan-kesimpulan, dan landasan yang kuat bagi para peneliti tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa, baik dalam proses penguasaan bahasa pertama oleh seorang anak, terlebih dalam proses penguasaan bahasa kedua/asing oleh para pembelajar bahasa.

4.      Contoh kesalahan berbahasa dalam bahasa jerman
1.      Kesalahan morfologis
Perbedaan yang paling mendasar antara bahasa Indonesia dan bahasa Jerman terletak pada pembentukan katanya. Konsekuensinya, para pelajar bahasa Jerman sering membuat kesalahan pada bidang ini.
Kesalahan-kesalahan ini meliputi kesalahan dalam mengkonyukasi kata kerja, mendeklinasi kata benda, kata sifat, kata ganti, dan kata sandang. Pada umumnya perubahan bentuk kata karena konjugasi dan deklinasi tidak selalu mengganggu komunikasi. Artinya makna kalimat yang mengandung kesalahan ini kebanyakan masih dapat dimengerti oleh pembacanya ataupun oleh penutur asli bahasa Jerman. Contohnya, pada konjugasi:

·         er ladt seharusnya er lädt

Demikian juga pada deklinasi , seperti deklinasi kata benda tunggal jenis maskulin dan netral yang berfungsi sebagai genetif,
Contohnya:    
·         Meines Haus seharusnya meines Hauses
Pada deklinasi kata benda jamak, kesalahan terjadi pada bentuk datif. Penambahan akhiran –n(-en) pada datif jamak, kadang-kadang terlupakan yang mengakibatkan sebuah kalimat secara gramatikal salah. Selain itu, kesalahan itu terjadi pula pada perubahan dari bentuk kata benda tunggal ke bentuk jamak. Di dalam bahasa Indonesia, sebuah kata benda tidak dijamakkan lagi (diulangi) apabila sudah terdapat penanda jamak seperti kata bilangan yang mendahuluinya, misalnya pada kata “empat hari”. Sebaliknya di dalam bahasa Jerman perubahan kata benda dari bentuk tunggal ke jamak merupakan suatu keharusan, meskipun kata benda tersebut didahului oleh kata bilangan, misalnya:

·         Kalimat jamak seperti vier Tag seharusnya Vier Tage

Deklinasi kata sifat yang atributif dalam sebuah kalimat sangat ditentukan oleh posisi dan jenis kata benda yang diikutinya. Hal yang sama terjadi pula pada deklinasi kata ganti dan kata sandang karena begitu bervariasi ketig jenis kata ini, sehingga seakan-akan di dalam bahasa Jerman terdapat banyak kata sifat yang atributif, kata ganti, dan kata sandang. Kesalahan-kesalahan deklinasi ini tidak mengganggu komunikasi.
Di samping kesalahan-kesalahan deklinasi yang tidak mengganggu komunikasi, ditemukan juga kesalahan yang dapat mengganggu komunikasi. Kesalahan ini terjadi pada perubahan kata sifat yang menunjukkan komperatif, seperti pada kata alt yang menjadi älter.
Daerah yang rawan kesalahan pada tipe kesalahan morfologi adalah pada konjugasi kata kerja.

b. Kesalahan Sintaksis
Pada umumnya kesalahan mahasiswa pada penempatan kata di dalam kalimat bahasa Jerman terletak pada penempatan kata kerjanya. Penempatan kata kerja di dalam kalimat bahasa Jerman ada yang dipengaruhi oleh struktur kalimat bahasa Indonesia. Secara umum struktur kalimat dalam bahasa Indonesia, kata kerjanya ditempatkan sesudah subjek kalimat tersebut, yaitu: S + V + (O). sementara itu di dalam bahasa Jerman, di samping struktur S + V + (O), terdapat pula struktur kalimat P + S + (O) dan S + (O) + V. Pengaruh struktur kalimat bahasa Indonesia dapat dilihat pada contoh kalimat:

·         Ich hoffe, dass Sie bald hier kommen und dann wir können nach Benteng Somba Opu mitfahren.
seharusnya Ich hoffe, dass Sie bald hier kommen und dann wir nach Benteng Somba Opu mitfahren können.
Pengaruh bahasa Indonesia lainnya pada struktur kalimat ini dapat dilihat pada penanggalan kopula. Penggunaan kopula dalam bahasa Indonesia, kadang-kadang menjadikan kalimat tersebut rancu. Namun di dalam bahasa Jerman penggunaan kopula merupakan suatu keharusan.
contohnya:
·         Aber mein Studium nicht fertig (tetapi kuliah saya belum selesai), yang seharusnya: Aber mein Studium ist noch nicht fertig.

Sebaliknya penggunaan kopula, ada juga merupakan kesalahan intralingual yaitu pada penambahan kopula pada kalimat yang mempunyai kata kerja utama.
Contohnya:
·         Meine Schwester ist auch mitkommen yang seharusnya: Meine Schwester kommt auch mit. Hal ini terjadi karena penyamarataan yang berlebihan di samping itu, kadang-kadang mahasiswa mencampuradukkan antara sesama penempatan kata kerja di dalam bahasa Jerman sendiri, seperti menempatkan kata kerja anak kalimat dalam bentuk inversi.
Kesalahan interlingual terjadi pula pada penanggalan (Reflexipronomen) (kata ganti refleksi).
Contohnya: Ich freue sehr, daβ…. (saya bergembira sekali, bahwa ….) yang seharusnya: Ich freue mich sehr, daβ…. . di dalam bahasa Indonesia, jika orang ingin menekankan bahwa objek berhubungan atau menunjukkan kepada subjek, maka biasanya digunakan kata sendiri (selbst). Di dalam bahasa Jerman kata ganti Refleksi merupakan hal yang wajib bagi beberapa kata kerja. Selain yang telah diuraikan di atas kesalahan refleksi merupakan kesalahan intralingual, seperti penggunaan zu pada infinitive, Contohnya: Danach gehen wir in die Kirche zu beten. Hal ini terjadi karena mahasiswa mengadakan penyamarataan yang berlebihan, yaitu mahasiswa penyamarataan bahwa infinitif pada akhir kalimatyang mempunyai kata kerja utama, menghendaki zu. Misalnya kata kerja utama gehen (pergi) dapat berfungsi sebagai kata kerja bantu apabila kalimat tersebut mempunyai kata kerja infinitif, seperti pada contoh kalimat diatas. Jadi kalimat tersebut tidak memerlukan zu.
Kesalahan reksi kata depan yang meliputi kata depan yang menguasai datif, akusatif, datif dan akusatif, dan genitive secara keseluruhan merupakan kesalahan intralingual. Kesalahan ini juga tidak mengganggu komunikasi karena hanya menyanggut akhiran deklinasi kata ganti dan kata sandang yang disebabkan oleh pengaruh kata depan.

Contohnya: Ich wohne bei meine Tante, yang seharusnya : Ich wohne bei meiner Tante.

Kesalahan kongruensi yang merupakan kesalahan dalam penyesuaian subjek dengan predikat sebenarnya tidak perlu terjadi karena hal ini merupakan pelajaran yang paling dasar di dalam bahasa Jerman pada setiap kalimat bahasa Jerman, kongruensi ini pasti ada. Mungkin karena hal inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut. Artinya peluang untuk terjadinya kesalahan tersebut begitu banyak.

c. Kesalahan Leksikon
Terdapat tujuh jenis kesalahan yang termasuk tipe kesalahan pemilihan kata. Kesalahan-kesalahan pemilihan kata tersebut meliputi kesalahan pada pemilihan kata kerja, kata benda, kata sifat, kata keterangan, kata sambung, kata depan, dan kata sandang. Pada pemilihan kata, ada kecenderungan kesalahan-kesalahan tersebut disebabkan oleh kemiripan bentuknya maupun kemiripan artinya. Kesalahan pemilihan kata kerja karena kemiripan bentuknya dapat menimbulkan salah pengertian seperti pada pertukaran penggunaan kata kerja fűhren dengan fuhren (bentuk lampau fahren) sedangkan kesalahan pemilihan kata kerja karena kermiripan artinya yang tidak menimbulkan salah pengertian, seperti pertukaran penggunaan kata kerja bleiben dengan űbernachten. Di samping itu, kesalahan pemilihan kata kerja bantu, seperti kata kerja bantu haben dan sein yang fungsinya sama, juga tidak mengganggu komunikasi. Kesalahan-kesalahan ini termasuk kesalahan intralingual. Pada pemilihan kata benda terdapat juga kesalahan yang disebabkan oleh pertukaran karena kemiripan bentuknya dan kemiripan artinya. Kesalahan-kesalahan pemilihan kata benda dapat menggannggu komunikasi.
Kesalahan akaibat pertukaran kata benda karena kemiripan bentuknya seperti antara kata : Landwirtschaft dan Landschaft terjadi pada kalimat:
·         Tana Toraja hat viele wunderschone Landwirtschaften yang seharusnya : Tana Toraja hat viele wunderschone Landschaften.
·         Pada kalimat Wir waren ca. 2 Uhr unterwegs terjadi pula kesalahan pemilihan kata benda Uhr. Kata benda tersebut seharusnya Stunden. Pertukaran ini terjadi akibat kemiripan atau kesamaan artinya, yaitu Jam, yang penggunaan keduanya berbeda, sedangkan Stunde digunakan untuk menyatakan lamanya.
Kesalahan pada pemilihan kata sifat disebabkan pula oleh pertukaran karena kemiripan artinya. Kesalahan ini dapat mengganggu komunikasi.
·         Contohnya, pertukaran antara kata traurig dan kata anstrengend pada kalimat:   Unsere Klassenreise war sehr traurig. Kalimat tersebut seharusnya: Unsere Klassenreise war sehr anstrengend. Pada pemilihan kata keterangan terdapat tiga jenis kesalahan yang terjangkau yaitu pemilihan kata keterangan waktu, tempat, dan cara.

Kesalahan pada pemilihan banyak terjadi karena kemiripan artinya. Maksudnya, arti kedua kata yang bertukar itu mirip bentuknya di dalam bahasa Indonesia.
·         Contohnya, penggunaan kata Angfangs (pada permulaan) pada kalimat :* Anfangs muβ ich um fünf Uhr aufstehen*, yang seharusnya: zuerst muβ ich um fünf Uhr aufstehen.

Bahkan mahasiswa kadang-kadang tidak dapat membedakan antara
1.      kata keterangan dan kata depan, seperti perbedaan antara kata unten dan unter, dan yang semacamnya, seperti pada kalimat:
·         dann gehen Sie weiter nach unter.
Kedua kata tersebut mirip bentuknya dan artinya pun sama, yaitu di/ke- bawah. Demikian juga pertukaran banyak terjadi antara kata keterangan dan kata sambung. Hal ini pun terjadi karena kemiripan bentuk artinya di dalam bahasa Indonesia,
·         danach (sesudah itu) dan nachdem (sesudah). Hal yang sama terjadi pula seperti antara
·         vorher (sebelum itu) dan bevor (sebelum). Kesalahan seperti ini merupakan pengaruh dari bahasa Indonesia. Pada umumnya kesalahan pada pemilihan kata sambung.

selain seperti yang telah diuraikan di atas, terjadi pula akibat pertukaran karena kemiripan bentuk artinya contohnya
·         pertukaran kata deshalb (karena itu) dan weil (karena). Sebenarnya penggunaan kedua kata ini bertentangan. Deshalb menghubungkan kalimat setara, sedangkan weil menghubungkan kalimat bertingkat.
Contohnya:

o   Ich gehe nicht in die Uni, weil ich krank bin.
o   Ich bin krank, deshalb gehe ich nicht in die Uni

Pemilihan atau penggunaan kata depan dalam sebuah kalimat merupakan pula sumber kesalahan bukan hanya di dalam bahasa Jerman, melaingkan juga di dalam bahasa Indonesia.
Pada umumnya kesalahan mahasiswa pada pemilihan kata depan terjadi pada kata depan yang mirip atau sama artinya, contohnya :
·         pertukaran antara penggunaan kata depan an dan in pada kalimat: Als ich am Juli Ferien hatte, .. yang seharusnya: als ich im Juli Ferien hatte, … .
·         pertukaran pada kata depan in dengan nach yang berarti ke,
·         um dengan an yang berarti pada.

Kesalahan pada pemilihan kata sandang terjadi karena pertukaran antara sesame kata sandang itu sendiri, baik kata sandang tentu maupun tak tentu. Pertukaran antara sesame kata sandang tentu dan tak tentu terjadi akibat tidak adanya ketentuan yang pasti pada penjenisan kata benda tersebut. Sebuah kata benda dapat saja mempunyai lebih dari satu kata sandang, seperti der Bank (bangku) dan die Bank (Bank). Daerah yang rawan kesalahan pada pemilihan kata adalah pemilihan kata kerja.
Dari analisis kesalahan pemilihan kata dapat diketahui bahwa kesalahan pada umumnya terjadi akibat pertukaran penggunaan kata karena kemiripan bentuknya dan artinya. Ada kecenderungan seseorang  mencampuradukkan penggunaan kosakata dalam sebuah kalimat baik antara kata yang sejenis maupun antara jenis kata yang satu dengan yang lainnya. Kesalahan lokal lebih banyak daripada kesalahan global pada pemilihan kata disebabkan kesalahan pemilihan kata kerja bantu, kata sandang, yang secara keseluruhan merupakan kesalahan lokal yang terjadi pada pemilihan kata depan dan jenis kata lainnya.

           

5.      Langkah-langkah Analisis Kesalahan
Secara umum, Anakes dilakukan dengan urutan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Pengumpulan data
Tahap ini meliputi beberapa hal, yaitu: menetapkan luas sampel, menentukan bentuk sampel (lisan atau tertulis), menentukan kehomogenan sampel (berkaitan dengan usia pembelajar, latar belakang bahasa pertama, tahap perkembangan, dan lain-lain). Burhan Nurgiyantoro menambahkan bahwa data yang akan dianalisis haruslah bersifat pragmatik, yaitu hasil kerja pembelajar yang menuntut mereka untuk menghasilkan urutan bahasa sekaligus mengaitkannya dengan unsur pikiran. Data pragmatik dapat dipercaya dalam memperoleh gambaran tentang kemampuan pembelajar untuk menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi komunikatifnya secara faktual.67 Hal ini berarti bahwa data yang digunakan dalam anakes tidak berupa tugas atau tes komponen bahasa yang hanya menguji kemampuan kognitif pembelajar tentang unsur bahasa target (kosakata, tatabahasa, bunyi), melainkan tes atau tugas kemampuan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, atau menulis; bisa juga terjemah); di mana aktifitas ini menuntut pembelajar untuk menggunakan unsur-unsur bahasa tersebut dalam komunikasi nyata. Selanjutnya, pengumpulan data ini bisa dilakukan melalui ulangan-ulangan harian atau tes yang sengaja direncanakan untuk keperluan analisis.
               
b. Identifikasi kesalahan
Langkah kedua ini dilakukan dengan mencatat setiap kesalahan yang muncul dalam data/korpus. Hal ini membutuhkan penguasaan yang tinggi dari pihak si peneliti terhadap bahasa target, juga kepekaan dan kecermatan untuk mengenali bentuk-bentuk yang salah. Jika tidak, sangat mungkin akan banyak kesalahan yang terlewatkan sehingga hasil analisis menjadi tidak maksimal. Identifikasi kesalahan bisa dilakukan secara integratif, yaitu mencakup seluruh aspek kebahasaan sekaligus; atau secara diskrit, yaitu dibatasi pada satu atau beberapa aspek tertentu -misalnya aspek fonologis saja, atau sintaksis saja.69 Pembatasan bahkan juga bisa diambil pada satu sub bagian tertentu dari satu aspek kebahasaan, misalnya kesalahan aspek kala pada penggunaan kata kerja. Pembatasan yang diambil berarti seluruh kesalahan yang muncul pada aspek lain tidak masuk dalam objek analisis.
Selanjutnya, dalam proses identifikasi ini, dibutuhkan sebuah standar kaidah yang menjadi acuan. Jack Richards, John Platt dan Heidi Weber –sebagaimana terlihat dari definisi kesalahan yang mereka kemukakan- menggunakan standar bahasa orang yang fasih atau penutur asli.70 Sementara itu, Nurhadi menggunakan standar baku dari bahasa target, yaitu ragam bahasa yang digunakan dalam situasi formal.71
c. Deskripsi kesalahan
  Deskripsi kesalahan adalah melakukan analisa linguistik terhadap kesalahan-kesalahan yang telah teridentifikasi,72 yaitu menjelaskan bentuk penyimpangan pada masing-masing kesalahan. Langkah ini disertai rekonstruksi ujaran dengan menunjukkan bentuk yang benar. Rekonstruksi didasarkan pada interpretasi tentang maksud yang dikehendaki oleh pembelajar, sehingga kebenarannya sangat tergantung pada kebenaran dari interpretasi tersebut. Interpretasi yang benar –atau yang disebut dengan interpretasi otoritatif- bisa dihasilkan dengan terlebih dahulu bertanya langsung kepada pembelajar mengenai maksud yang ingin disampaikannnya dalam bahasa pertama. Jika interpretasi otoritatif sulit dilakukan karena tidak dimungkinkan untuk bertemu dengan si pembelajar/penutur, maka peneliti bisa melakukan interpretasi berdasarkan konteks lingustik atau konteks situasinya. Hasil interpretasi ini disebut interpretasi kemungkinan, sehingga hasil rekonstruksi yang diberikan disebut rekonstruksi kemungkinan. Dalam hal ini, pengetahuan atau penguasaan yang mendalam terhadap bahasa target mutlak dibutuhkan untuk menduga.74 Permasalahan yang muncul adalah jika dalam kesalahan tersebut tidak dapat diketahui maksud yang sebenarnya, bahkan terkadang apa yang terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan) tidak selalu menunjukkan kebenaran dari tinjauan makna.75 Bisa jadi sebuah tuturan sesuai dengan aturan dalam bahasa sasaran, tetapi ternyata maknanya tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh si penutur itu sendiri.
d. Penjelasan kesalahan
    Berbeda dengan deskripsi kesalahan, yang bersifat linguistis dengan tujuan melakukan analisa kebahasaan terhadap bentuk penyimpangan pada masing-masing kesalahan, penjelasan kesalahan bersifat psikolinguistis dengan tujuan mengenali sumber dan sebab dari kesalahan-kesalahan tersebut,76 misalnya: transfer dari bahasa pertama ke bahasa target, proses keberkembangan penguasaan bahasa target, proses belajar-mengajar, dan lain-lain. Sama halnya dengan deskripsi kesalahan, usaha mencari sumber dan sebab kesalahan bukanlah sesuatu yang mudah. Sebagian dari kesalahan-kesalahan yang muncul memang bisa dicari penyebabnya berdasarkan kebiasaan yang terjadi secara umum. Namun, pada dasarnya kita tidak bisa mengetahui secara pasti alasan masing-masing kesalahan kecuali dengan bertanya langsung kepada si pembelajar/penutur yang melakukannya, bahkan terkadang pembelajar sendiri tidak mengetahui secara jelas mengapa ia melakukan kesalahan. Sangat mungkin satu kesalahan yang sama muncul dengan sebab yang berbeda.
e. Klasifikasi kesalahan
    Tahap ini dilakukan dengan mengelompokkan kesalahan-kesalahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan kesamaan bentuk atau sifatnya sesuai dengan batasan yang telah diambil oleh si peneliti. Masing-masing kelompok kesalahan kemudian dihitung kemunculannya sehingga bisa diketahui tingkat keseriusannya. Dari langkah ini, bisa diambil kesimpulan tentang wilayah-wilayah bahasa target yang menjadi titik-titik rawan kesalahan para pembelajar.
f. Evaluasi kesalahan
  Pada tahap terakhir dari analisis kesalahan, dilakukan evaluasi terhadap hasil analisis untuk dapat dikembangkan saran-saran bagi perbaikan pembelajaran bahasa di kemudian hari. Dengan demikian, analisis kesalahan berbahasa diharapkan bisa memberikan nilai paedagogis terhadap peningkatan kualitas para pembelajar.

Dari uraian langkah-langkah di atas, ada satu kesamaan mekanisme kerja antara analisis kesalahan dan tes kebahasaan, yaitu bahwa data kesalahan pada analisis kesalahan didapat dengan cara mengoreksi hasil kerja siswa layaknya seorang guru mengoreksi hasil ulangan; keduanya sama-sama berusaha menemukan kesalahan-kesalahan pembelajar dalam penggunaan bahasa target. Namun berbeda dengan tes kebahasaan yang lebih sering ditujukan untuk menilai tingkat keberhasilan siswa secara perorangan (kecuali tes formatif yang juga berfungsi sebagai umpan balik), analisis kesalahan lebih ditujukan untuk keperluan umpan balik pembelajaran bagi siswa secara umum.
Perbedaan lain terletak pada prosedur kerja antara keduanya. Analisis kesalahan dilakukan dengan langkah yang lebih rumit sampai pada aspek psikologis munculnya kesalahan pada mental para pembelajar, sehingga waktu yang dibutuhkan pun tidak sedikit. Sebaliknya, tes kebahasaan hanya mencari jumlah kesalahan masing-masing siswa, sehingga bisa diselesaikan pada waktu yang cukup singkat.
Selanjutnya, agar analisis kesalahan bisa memberikan manfaat yang signifikan bagi proses pembelajaran bahasa, para ahli menyarankan hendaknya hasil dari analisis tersebut diikuti dengan langkah-langkah konkrit dalam upaya perbaikan, misalnya dengan meningkatkan latihan untuk butir-butir kesalahan tertentu atau memberikan penjelasan jika diperlukan dan berguna, mencari teknik-teknik mengajar yang lebih bisa membantu pembelajar memperbaiki kesalahannya, memberikan model-model belajar bahasa yang benar dan baik, mengganti buku pelajaran, atau mengganti metode mengajar dengan metode lain yang lebih cocok.


















DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/search?q=analisis+kesalahan+berbahasa+jerman+secara+lisan&oq=ana&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i59l2j0l2.4394j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH " THAHARAH"

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

MAKALAH Perkembangan Moral